Sabtu, 30 Oktober 2010

tugas jiwa

Nasib orang gila dalam keseharian
Dalam kehidupan sehari-hari kisah-kisah lain tentang orang-orang gila, orang yang mengalami masalah kejiwaan atau kelainan mental seperti penderita psikosis, schizophrenia, stress, depresi, dan sebagainya seringkali mengalami nasib yang jauh mengenaskan. Gejala-gejala seperti ini dipandang sebagai penyakit yang secara medis perlu disembuhkan. Masih beruntung bagi seorang Nash. Orang-orang yang selama ini dibilang gila dan tidak waras oleh masyarakat berkeliaran di pinggiran jalan dan menjadi obyek cemoohan. Mereka berada dalam kondisi yang benar-benar menyedihkan.
Orang-orang gila ini seringkali dikonsepsikan sebagai mereka yang menyimpang dari mayoritas masyarakat. Mereka dianggap defiant dalam kategori abnormal. Terhadap mereka, masyarakat menghardiknya sementara pemerintah pun menyingkirkannya, setidaknya mengasingkannya secara tidak manusiawi. Di Jakarta dan di kota-kota metropolitan pada umumnya, mereka dianggap sebagai sampah yang mengganggu keindahan, kenyamanan, dan ketertiban kota. Tidak jarang kita jumpai aparat Trantib pemerintah daerah setempat menggaruk mereka tanpa rasa prikemanusiaan sedikitpun.
Perlakuan buruk masyarakat dan aparat pemerintah terhadap orang-orang yang disebut gila ini ternyata juga tidak jauh berbeda dengan apa yang dilakukan oleh kalangan akademis dan orang-orang terpelajar yang menempuh studi bidang kedokteran. Atas nama penelitian ilmiah, kegilaan dipahami dan diajarkan sebagai penyakit yang harus disembuhkan secara medis. Mereka, para ahli psikiatri, sibuk menciptakan kategori-kategori dan definisi-definisi kegilaan berikut cara-cara penanganannya. Melalui definisi dan kategori itu lantas mereka merasa berhak menentukan mana orang gila dan mana yang waras, siapa yang sehat dan siapa yang sakit, serta apa yang normal dan apa yang abnormal. Pada gilirannya lalu mereka mengintrodusir mekanisme-mekanisme tertentu dan berbeda tentang bagaimana seharusnya memperlakukan mereka.
Perlakuan terhadap orang gila yang semena-mena ini biasanya ditentukan oleh persepsi dan konsepsi masyarakat atau pemerintah terhadap kegilaan. Oleh karena itu sebuah konsepsi yang keliru tentang kegilaan pasti akan membuahkan penanganan yang keliru pula. Dan pada gilirannya cara penanganan yang salah ini akan menyebabkan orang yang mengalami kegilaan sendiri malah bertambah menderita, bukannya dipulihkan.
Nah, dalam paparan ini saya ingin menunjukkan bahwa dalam sejarahnya konsep kegilaan telah dipahami secara berbeda-beda oleh masyarakat. Setiap masa dan periode memiliki konsep tersendiri mengenai kegilaan dan bagaimana ia harus ditangani, serta bagaimana dampak penanganan itu bagi penderita sendiri. Paparan ini sekaligus memperlihatkan bahwa konsep kegilaan sebagai penyakit yang harus disembuhkan secara medis adalah fenomena baru dalam dunia modern sekarang ini. Demikian juga kategori-kategori abnormalitas dan menyimpang merupakan konstruksi sosial yang telah menjadi mitos. Sebuah mitos rasionalitas yang dibangun oleh aparat-aparat kemajuan, rezim pengetahuan, dan modernisme.
Dalam hal ini tidak bisa tidak kita berhutang jasa pada Michel Foucault yang berhasil menggali bukti sejarah melalui serangkaian penelitiannya tentang sejarah kegilaan di Eropa.
Konsep kegilaan dalam lembaran sejarah: Orang Gila dan Penyakit Lepra
Pada abad Tengah, sebelum abad ke-15, di Eropa orang-orang gila dihubungkan dengan terjadinya penghilangan dan pengeksklusian terhadap para penderita lepra dari masyarakat umum, dan mereka ditempatkan pada rumah-rumah sakit terpisah. Di seluruh daerah kekristenan ternyata jumlah rumah sakitnya mencapai 19.000 buah. Sekitar tahun 1226 ketika Louis VIII membuat undang-undang rumah sakit lepra bagi Perancis, lebih dari 2000 kantor pendaftaran muncul. Di keuskupan Paris sendiri terdapat 43 kantor. Dua kantor paling besar sekitar Paris adalah Saint-Germain dan Saint-Lazare. Sementara itu pada abad ke-12, Inggris dan Skotlandia memiliki sedikitnya 220 rumah sakit bagi setengah juta penduduknya.
Lalu memasuki abad ke-15 semua rumah sakit itu perlahan-lahan mulai kosong. Dengan mulai menghilangnya penyakit lepra ini di Eropa, masyarakat menyelenggarakan pesta sukacita dan syukuran yang sangat meriah. Namun sesuatu telah berubah. Ada fenomena baru yang muncul seiring dengan menghilangnya lepra. Pada abad berikutnya kantor Saint-Germain di Paris bergeser menjadi tempat untuk mereformasi anak-anak nakal. Sementara itu di Inggris institusi-institusi rumah sakit itu digunakan untuk menangani orang-orang miskin. Adapun di Stuttgart Jerman, sebuah laporan pengadilan tahun 1589 mengindikasikan bahwa selama lima puluh tahun tidak ada lagi penderita lepra di rumah-rumah sakit. Tapi di Lipplingen, rumah sakit lepra berubah dipakai untuk menampung orang-orang yang tidak bisa disembuhkan dan orang-orang gila.
Pada awal abad ke-17, lepra benar-benar lenyap dari daratan Eropa. Meski demikian ada hal yang masih tersisa yang menarik dari hilangnya lepra ini dan terus berlanjut ke periode berikutnya. Yakni suatu struktur yang tetap tinggal dalam imaji-imaji masyarakat yang dilekatkan pada ciri penderita lepra, yakni struktur pengucilan atau eksklusi itu sendiri. Mengapa struktur ini masih bertahan meski penderita lepra telah tiada?.
Berlanjutnya “tradisi” pengucilan ini sebenarnya bisa ditemukan akarnya pada kosmologi gereja Abad Pertengahan yang mengenal konsep penyerahan diri sebagai kunci penyelamatan. Penyakit merupakan tanda kemarahan sekaligus anugerah Tuhan. Menerima dengan sabar segala penderitaan serta menerima konsekuensi pengucilan akibat penyakitnya memiliki makna sebentuk komuni kepada Allah. Pandangan semacam inilah yang ikut memungkinkan struktur pengucilan itu terus terjadi dan “direproduksi” bersamaan dengan kepercayaan reintegrasi spiritual Gereja. Dengan demikian sebenarnya hilangnya penderita lepra ini telah menyebabkan kekosongan obyek pemberlakuan hukum moral dalam spiritual Gereja. Sehingga konsekuensinya nilai-nilai moral yang semula dikenakan kepada penderita lepra yang kini telah lenyap harus mendapatkan kambing hitam lainnya. Pertanyaannya siapa kambing hitamnya? Mari kita ikuti kisah orang gila pada abad berikutnya.
Orang Gila dan Parodi Kritik Sosial
Memasuki periode renaisans, kisah tentang orang-orang gila mulai beragam. Dalam beberapa karya sastra klasik digambarkan mengenai orang-orang gila yang yang dinavigasikan dalam kapal di lautan. Namun gambaran kapal-kapal itu bersifat romantik dan satiris yang secara simbolis membawa orang-orang gila ke pulau keberuntungan dan kebenaran mereka. Di antara karya-karya ini adalah Symphorien Champier yang memadukan Ship of Princes and Battles of Nability pada tahun 1502 dengan Ship of Virtous Ladies tahun 1503.
Terdapat juga Ship of Health bersama dengan Bauwe Schute Jacob van Oestvoren tahun 1413.
Adapun dalam Narranschiff, orang-orang gila itu bebas berlayar dari kota ke kota. Mereka berlayar dengan mudah dan diijinkan mengembara di daerah terbuka. Pada masa renaisance ini, orang-orang gila diperlakukan secara baik, dirawat sedemikian rupa di tengah-tengan warga kota, seperti di Jerman. Selain itu bahtera-bahtera ziarah dan kargo-kargo menjadi perlambang orang-orang gila yang tengah mencari rasionya.
Masa ini disebut juga “fase ambang” bagi orang-orang gila. Mereka yang di samping sebagai tahanan, juga memiliki ruang bebas.
Dalam karya sastra, semisal Praise of Folly karangan Erasmus, dan The Cure of Madnes dan Ship of Fools karangan Hieronymus Bosch, kegilaan sering dimainkan sebagai parodi atau satire dalam pertunjukan drama-drama. Justeru mereka yang dilekati status gila adalah mereka yang dengan keanehannya membawa kabar kebenaran dan pesan kebijaksanaan. Foucault menyebutnya orang-orang yang dikaruniai hikmat. Orang gila, orang bodoh atau orang tolol inilah yang justeru memiliki eksistensi penting sebagai penjaga moral dan kebenaran. Dalam spontanitas parodi, mereka melontarkan kritisisme sosial dan moral. Mereka menjungkirbalikkan norma-norma, asumsi-asumsi, dan pandangan-pandangan umum yang dianut masyarakat. Orang gila macam ini dibiarkan berkeliaran. Ia menjadi lambang/simbol kebijaksanaan, atau semacam Kebodohan yang melawan dan berdialog dengan supremasi kepintaran rasio.
Orang Gila dan Hospital Generale
Seiring bergulirnya waktu, makna positif kegilaan era renaisans yang menandai dialog kritis antara “kebodohan” dan rasio ini pelan-pelan lenyap. Tema-tema kapal kegilaan berakhir dan muncullah tema “Rumah Sakit Jiwa”.
Pada abad ke-17 terjadi pergeseran makna dan posisi orang-orang gila ini.
Di Paris, Inggris, Skotlandia, dan juga Jerman, tiba-tiba secara serentak hampir bersamaan, orang-orang gila ditempatkan dalam “Hospital Generale”; sebuah rumah pengurungan yang dibangun atas biaya pemerintah.
Di Paris, pendirian Hospital Generale ini sengaja didekritkan pada tahun 27 April 1656. Bersamaan dengan itu, gudang-gudang senjata, rumah tinggal, balai-balai kota, dan rumah-rumah sakit difungsikan sebagai rumah pengurungan. Ruang di mana orang miskin Paris, orang-orang cacat dengan segala jenis kelamin dan keturunan, dalam kondisi sehat atau tidak sehat ditempatkan di dalamnya. Pinel, misalnya menemukan orang-orang Gila dalam Hospital Generale di Bicetre (rumah prajurit) dan La Salpetriere (gudang senjata). Di sana hukuman dan represi diberlakukan dengan sadis oleh raja, polisi dan pengadilan.
Di Paris, Hopital Generale ini sama sekali tidak terkait dengan dengan suatu konsep medis tertentu untuk merawat orang-orang gila, melainkan kekuasaan. Kenyataan ini ditunjukkan dari peristiwa pembubaran Pusat Yayasan Sosial Gereja Seluruh Negara (Grand Almonry of the Realm) yang bertugas memberi bantuan sosial dan kesejahteraan kepada masyarakat oleh penguasa raja.. Dengan penghapusan ini diharapkan pemerintah akan lebih leluasa menerapkan proses pengurungan tanpa intervensi hukum dari lembaga-lembaga lain. Dengan demikian sesungguhnya Hospital Generale tidak lain merupakan instansi aturan dari tatanan monakhial dan borjuis belaka yang dijalankan di Perancis selama periode tersebut.
Adapun di Jerman, rumah-rumah pengoreksian atau Zuchthausern, semacam Hospital Generale didirikan
di Hamburg sekitar tahun 1620,
Basel (1667), Breslau (1668),
Frankfurt (1684),
Spandau (1684) dan
Konigsberg (1691).
Jumlah ini pun masih berkembang di Leipzig, Halle, Cassel, Brieg, Osnabruck dan Torgau. Bangunan kurungan ini mirip struktur semi-pengadilan, yang memiliki aparat-aparat administratif yang memiliki kekuasaan mutlak dan aturan-aturan yang independen di luar peradilan, kehakiman, dan keputusan raja. Orang-orang gila dikurung bersama-sama dengan para tuna-wisma, pengangguran, orang sakit, orang tua, orang yang tidak waras, dan kaum miskin.
Di Inggris, asal-usul pengurungan ini diperoleh dengan penemuan akta pada tahun 1575 yang berisi “hukuman atas para gelandangan dan pembebasan orang-orang miskin”. Rumah-rumah pengoreksian dibangun mencapai angka satu rumah setiap desanya. “Akta proyek” ini telah menempatkan para pengangguran, gelandangan, dan orang-orang miskin ke dalam rumah-rumah pengoreksian. Mereka dikurung dan dipekerjakan di dalamnya. Yang paling mengerikan mereka berada di bawah tanggungan pribadi-pribadi sehingga sering diperlakukan sewenang-wenang.
Sebuah akta tahun 1670
pengadilan menegaskan status mereka dalam rumah-rumah kerja. Tidak kalah juga pada tahun 1697 beberapa jemaah gereja Bristol bersatu padu membentuk rumah-rumah kerja pertama di Inggris. Rumah kerja kedua dibangun di Worcester tahun 1703 dan ketiga di Dublin, lalu di Plymouth, Norwich, Hull dan Exester. Hingga pada akhir abad ke-18, rumah-rumah kerja ini sudah mencapai terdapat 126 buah. Rumah-rumah kerja ini lalu meluas sampai Belanda, Italia, dan Spanyol. Penghuninya pun mulai heterogen. Dari orang-orang yang dituduh melanggar hukum dalam masyarakat, anak nakal, pemboros, orang yang tidak memiliki profesi sampai mereka yang dianggap tidak waras.
Perlu ditekankan di sini, bahwa pada abad tersebut masyarakat industri yang menekankan sebesar-besarnya produksi mulai terbentuk di Eropa. Karenanya lalu kriteria kegilaan pun ditujukan bagi mereka yang tidak mampu bekerja, para peminta, orang-orang malas, atau mereka yang tidak lagi produktif.
Pada tahun 1532, Parlemen Paris memutuskan menangkap pengemis dan memaksa mereka bekerja di pabrik tenun dengan kaki di rantai.
Tahun 1534, para pengemis dan gelandangan harus meninggalkan kota dan dilarang menyanyi himne di jalan-jalan. Pada tahun 1657 keluar sebuah maklumat berisi larangan kepada siapapun untuk mengemis di kota dan di desa sekitar Paris.
Bahkan pada tahun 1622 muncul pamflet Grievous Groan for the Poor (Rintihan yang menyedihkan bagi orang-orang miskin) dibuat oleh Thomas Dekker yang menekankan bahaya yang akan terjadi atas keberadaan orang-orang miskin dan merekomendasikan agar mereka dibuang ke tanah baru India Barat dan Timur. Atau mereka ditempatkan dalam rumah-rumah pengoreksian.
Tampak kemudian apa yang disebut sebagai Hospital Generale ini adalah tempat pengurungan bagi orang-orang yang dianggap abnormal, gila, dan menyimpang. Mereka adalah pengangguran, pengemis, pemalas, orang-orang cacat, juga orang yang tidak waras dan tidak mampu bekerja. Di dalam Hospital Generale ini lalu mereka ditempatkan untuk diberikan pekerjaan oleh penguasa.
Tujuannya bukan untuk menjamin kesejahteraan mereka, melainkan sebagai disposisi penguasa tentang apa yang seharusnya mereka lakukan. Tepatnya sebuah etika bahwa manusia harus melakukan kerja sebagai sebuah hukuman. Menjadi kewajiban moral penguasa untuk membuat manusia itu bekerja. Dengan bekerja, manusia membedakan dirinya dengan binatang, yakni sebagai manusia yang waras.
Dengan demikian bisa disimpulkan bahwa fungsi Hospital Generale adalah alat koreksi belaka terhadap status kegilaan seseorang; yakni mencegah kesemrawutan tatanan dari orang-orang malas, pengemis dan pengangguran, yang notabene dianggap sebagai dimensi kebinatangan manusia. Atas nama “kewajiban moral” ini penguasa melakukan serangkaian praktek pendisiplinan dan represi fisik terhadap orang-orang gila. Mereka diikat dengan rantai, dipukuli, berada dalam pasungan, digantung, dan dtempatkan dalam penjara-penjara untuk mentaati kerja.
Peristiwa ini bisa dihubungkan dengan pengkambinghitaman atas hilangnya subyek moral setelah penyakit lepra di daratan Eropa menghilang.
Orang Gila dan Disiplin Psikiatri
Memasuki abad 19, orang-orang gila dikelompokkan dan dikategorisasikan ke dalam mereka yang mengalami gangguan mental, stres, neurosis, melankolis, atau schizoprenia dimasukkan dalam rumah-rumah sakit jiwa. Mereka menjalani proses “penyembuhan”. Mereka tidak lagi mengalami represi fisik (diikat pada rantai atau dicambuk seperti seabad sebelumnya), juga mereka tidak menjadi tanggung jawab masyarakat bersama, melainkan kegilaan itu ditangani oleh seorang dokter, seorang terapist atau seorang psikiater untuk disembuhkan bak suatu penyakit.
Bagaimana mekanismenya?
Adapun mekanismenya adalah melalui kesunyian dan penyadaran layaknya orang yang bertatapan dengan “cermin”. Maksudnya: orang-orang gila ini ditempatkan dalam kesunyian, berbicara, menatap dan mengoreksi dirinya sendiri, bagaikan berada dihadapan sebuah cermin, sehingga menyadari kegilaannya. Melalui percakapan, bahasa dan kata-kata, terapi mencoba meyakinkan orang gila akan status kegilaannya dan menyadari dirinya sendiri benar-benar gila supaya bebas dari kegilaan tersebut. Melalui terapi itu mereka dihinakan karena status kegilaannya itu.
Di sini tentu saja sang terapis-lah (dokter) yang menentukan disposisi gila dan tidak, rasional atau tidak rasional. Dan perlahan-lahan cara-cara, aturan-aturan, dan pengetahuan terapi ini diinstitusionalisasikan dalam suatu disiplin ilmu yang kita kenal sekarang ini sebagai disiplin ilmu psikiatri, berikut teknik psikoanalisisnya.
Penilaian kegilaan ini dilakukan secara terus menerus! Apa yang dilakukan oleh tokoh medis ini dalam teknik psikiatrinya bukanlah diagnosa obyektif dan ketat atas kegilaan itu sendiri, melainkan mengobservasi dan mempercakapkan kegilaan itu sendiri pada penderitanya. Tokoh medis itu mengorek sumber-sumber kegilaan, mengungkap kesalahan-kesalahan tersembunyi, dan biasanya berusaha menghadirkan rasionalitas menggantikan unsur-unsur atau perasaan irasionalitas penyebab kegilaan. Dokter, melalui otoritas keilmuannya, mengontrol, mengawasi, dan menentukan kehendak, moralitas dan makna keteraturan atau kewarasan dalam diri pasien.
Menurut Foucault, tahap ini merupakan tindakan yang lebih menyakitkan daripada represi fisik sebagaimana terjadi sebelumnya. Mengapa?
Karena disiplin psikiatri justeru menjadi alat represi paling paripurna yang langsung menusuk ke jantung batin, mengawasi perasaan dan pikiran manusia. Jika pada abad klasik orang gila dibiarkan berkeliaran atau dihempaskan berlayar dalam samudra kebebasan, lalu pada abad berikutnya mereka dikurung dalam penjara Hospital Generale yang represif dan mematikan, maka pada abad 19 ini kegilaan adalah sebuah penyakit dan penderitanya mesti ditempatkan dalam rumah sakit jiwa untuk disembuhkan secara medis. Bukan hanya itu, sekarang telah muncul suatu otoritas baru yang memiliki otoritas tunggal menentukan status kegilaan seseorang.
Yakni: para ahli dan dokter. Tidak berhenti di situ mereka pun menciptakan disiplin keilmuan baru untuk melegitimasi kekuasaannya. Yakni: disiplin ilmu psikiatri.
Dengan demikian pada jaman modern ada tiga institusi yang saling terkait dan dianggap paling berhak menghakimi status kegilaan seseorang.
Pertama, dokter atau ahli medis;
kedua, disiplin ilmu psikiatri; dan ketiga, sebuah struktur aneh yang disebut rumah sakit jiwa. Foucault menyebut fenomena ini sebagai pendewaan atas tokoh medis dalam struktur penanganan kegilaan.
Tiga institusi inilah yang akhirnya memberikan label baru terhadap orang-orang gila ini sebagai orang yang berpenyakit jiwa.
Kesimpulan: Sensitifitas terhadap kuasa/pengetahuan
Dalam terang hasil penelitian Michel Foucault mengenai sejarah kegilaan di atas, sekarang kita bisa pahami bagaimana sebuah kegilaan telah dikonsepsikan dan ditangani secara berbeda-beda dalam setiap periode sejarah tertentu. Ada pergeseran-pergeseran tentang makna kegilaan berikut posisi orang-orang gila dalam masyarakat. Di situ pula ditunjukkan kekuasaan macam apa yang mengklaim punya hak menentukan kategori-kategori kegilaan dan cara penanganannya.
Dalam kapal-kapal kegilaan abad renaisans, misalnya, orang-orang gila adalah mereka kaum bijak yang bebas menyampaikan khotbah-khotbah satiris dan kritis terhadap kekuasaan. Dalam Hospital Generale orang-orang gila didefinisikan dan dikendalikan oleh kuasa obligasi etis negara. Sedangkan dalam rumah sakit jiwa mereka diawasi, dikontrol dan dikendalikan para tokoh medis dan ilmu psikiatrinya.
Kini disiplin psikiatri sangat sentral dalam penanganan masalah kelainan mental atau kegilaan ini. Dengan mudahnya kegilaan dipersepsi sebagai penyakit yang mesti disembuhkan secara medis. Lihatlah misalnya laporan Scientific American 1999. Dengan mengutip hasil penelitian W.W. Eaton, laporan ini menyatakan bahwa pada tahun 1985 terdapat sekitar 1 % penduduk dunia yang berumur antara 15 hingga 30 tahun mengidap penyakit Schizoperenia. Angka tersebut akan terus membesar karena hingga kini belum ditemukan metoda penyembuhan dan obat penyembuh yang manjur dan meyakinkan. Lalu laporan itupun mengajukan tiga pendekatan untuk mengenali gejala penyakit jiwa ini.
Yaitu pendekatan genetika, pendekatan kejiwaan, dan pendekatan anatomis keorganan otak. Pendekatan genetika, katanya, cenderung mengkaitkan penderita penyakit Schizoprenia berdasarkan garis keturunan dengan genetika generasi sebelumnya seperti ayah-bunda, kakek-nenek dan seterusnya, mengenai kemungkinan mengidap penyakit yang sama. Adapun pendekatan kejiwaan menyimpulkan bahwa penyebab penyakit schizoprenia berasal dari ketidakberesan mental (mental disorder).
Masalah kejiwaan ini (pathophysiology) berkaitan timbal balik dengan kerja fungsional otak melalui jaringan sistem persyarafan. Dan pada akhir laporan tersebut dinyatakan bahwa uji coba perawatan medis terhadap gejala-gejala kejiwaan tersebut (penyakit-penyakit itu, kata mereka) terkadang menimbulkan dampak yang mengerikan, terutama bagi penderita yang berusia produktif, karena dapat menimbulkan kekurangan pathognomonic yang berpengaruh pada tingkat kesuburan penderita.
Oleh karena itu, diharapkan pengobatan alternatif dapat berperan
Dari laporan tersebut setidaknya secara implisit menunjukkan bahwa penanganan medis terhadap gejala kegilaan atau sakit mental tidaklah berhasil. Bisa jadi (atau malahan mungkin bisa dipastikan), ketidakberhasilan ini akibat salah diagnosa terhadap gejala kegilaan. Ia dianggap sebuah penyakit. Padahal bisa jadi gejala-gejala yang ahli medis anggap sebagai sakit jiwa, kelainan mental, atau kegilaan tersebut adalah produk atau pengaruh dari sistem sosial kita yang sebenarnya fasis dan tidak memberi ruang sejengkalpun pada manusia untuk membangun proyek imajinasinya. Bisa jadi mereka adalah jiwa-jiwa yang kosong yang meratap dan mengalami histeria ketakutan oleh situasi masyarakat dan sistem sosial kita yang telah sakit parah. Sayangnya orang-orang yang mengaku sehat (padahal sebenarnya sakit ini) malahan menghakimi mereka sebagai penderita penyakit jiwa.
Sejarah kegilaan dan bagaimana ia ditangani secara berbeda-beda di atas memberi pelajaran mengenai kejatuhan kita dalam berbagai asumsi naif. Asumsi-asumsi yang berakibat fatal bagi kehidupan manusia. Karenanya, kita seyogyanya perlu curiga terhadap asumsi-asumsi itu dan kekuasaan (kuasa pengetahuan, kuasa institusi, kuasa otoritas tertentu) di baliknya. Ini artinya, kita dituntut memiliki sensitifitas dan kepekaan dalam melihat kenyataan: apakah suatu konsep atau sistem pengetahuan tertentu lebih humanis dan emansipatoris atau, sebaliknya, justeru melakukan dehumanisasi?
Jelasnya, kita patut mempertanyakan jangan-jangan persepsi dan cara kita memperlakukan orang gila, tidak waras, gangguan mental, dan sebagainya selama ini adalah konstruksi belaka dari sebuah “rezim kebenaran” yang diciptakan oleh para ahli medis dan disiplin ilmu psikiatri yang sekarang ini giat diintrodusir melalui sekolah-sekolah dan perguruan tinggi kita. Jika benar demikian, maka tibalah kita pada kesimpulan hipotetis, bahwa pengetahuan dan tindakan kita sepenuhnya dikendalikan rezim kekuasaan/pengetahuan yang fasis dan yang tak henti-hentinya mencengkeram kehidupan kita.
Diposkan oleh Serpihan Jiwa di 21.56 0 komentar
Studi Kasus

Seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk di Indonesia, maka semakin tinggi tingkat persaingan hidup, ditandai dengan banyaknya pengangguran, tersisihnya kaum yang lemah secara ekonomi dan pendidikan, penggusuran, krisis ekonomi serta masalah penyimpangan sosial lainnya. Hal ini berdampak pada peningkatan angka penderita gangguan jiwa. Selama ratusan tahun sejarah bangsa Indonesia bergulir, mulai zaman kolonial Hindia Belanda yang menerapkan Custodial Care sampai zaman reformasi. Hal ini memberikan dampak pada perjalanan keperawatan jiwa di Indonesia. Dalam memasuki abad 20 ini, pandangan dunia dan Indonesia terhadap keperawatan jiwa sudah berubah. Pada saat ini telah dikembangkan konsep Publich Health, Envolving Process Specialization, dan Deinstitusionalisasi.

Pertanyaan Diskusi
1. Jumlah penduduk Indonesia 120 juta jiwa, 2% nya diprediksikan mengalami gangguan jiwa berat, bila 50% nya harus di rawat, berapa tempat tidur yang dibutuhkan?
2. Jelaskan tindakan yang dilakukan pada klien gangguan jiwa pada zaman dulu bila klien tersebut dianggap membahayakan atau tidak membahayakan?
3. Dimana rumah sakit jiwa pertama yang dibangun pada zaman kolonial, dan apa latar belakangnya?
4. Pemerintah Hindia Belanda mengenal 4 macam perawatan klien psikiatrik, jelaskan jenis-jenisnya, tempat mana yang dikepalai seorang perawat?
5. Mengapa Custodial Care yang dahulu dianut sekarang ditinggalkan?
6. Bagaimana perkembangan usaha kesehatan jiwa antara tahun 1947 – 1975 di Indonesia?
7. Apa perbedaan pandangan dan perlakuan dunia terhadap klien gangguan jiwa pada awal sejarah, abad pertengahan, dan abad 20?
8. Apa pengaruh perubahan pelayanan public health service terhadap keperawatan jiwa?
9. Mengapa daat ini keperawatan jiwa lebih berfokus pada preventif dibanding kuratif?
10. Apa yang dimaksud deinstitusionalisasi dan spesialisasi dalam keperawatan jiwa masa kini?

Sumber: Studi Kasus dari Bagian Keperawatan Jiwa FIK UNPAD
Diposkan oleh Serpihan Jiwa di 01.16 0 komentar
Rabu, 10 Desember 2008
GILANG 'N FRIEND SHOW

Pengambilan foto dan video bersama orang gila ini mengambil lokasi di alun-alun kota Sumedang tepatnya di halte angkutan umum sebelah timur alun-alun atau di depan lembaga pemasyarakatan (LP) di Sumedang. Pengambilan dilakukan hari Sabtu, 6 Desember 2008 pada pukul 10.30 WIB.
Dalam proses pengambilan foto dan video tersebut dilakukan dalam beberapa tahap. Tahap pertama yaitu pengkajian untuk memastikan target orang gila atau bukan. Tahap kedua yaitu pendekatan kepada target agar orang gila tersebut mau berespon terhadap perkataan maupun tingkah laku pengamat. Dan yang ketiga yaitu penelusuran kepada orang gila untuk dengan cara ngobrol dan mendengarkan perkataannya untuk mengidentifikasi gangguan-gangguan yang merupakan ciri dari orang gila.
Penampilan fisik orang gila tersebut:
• Sangat kucel dan tidak terurus
• Memakai pakaian yang aneh, tidak wajar, bolong-bolong.
• Memakai jam tangan rusak, berbagai kalung, gelang, memiliki anting di telinga, memakai topi dan merokok.
• Membawa barang bawaan yang tidak jelas seperti botol minuman, puntung rokok, dan barang yang tidak jelas lainnya yang terbungkus di tiga buah kantong plastic besar.
Proses pertemuan:
• Pada mulanya orang gila tersebut ketika ditanya tidak berespon dan cenderung untuk menarik diri.
• Kemudian setelah di coba untuk ditanya kembali orang gila tersebut mengatakan takut tanpa kontak mata.
Contoh
Gilang : "Bapak Siapa?"
B : (tidak berespon)
Gilang : “Foto bareng yuk, ntar dikasih minum ma permen?”
B : “Ga mau” (sambil menggelengkan kepala tanpa kontak mata)
Gilang : “Emangnya kenapa pak?”
B : “Takut”
Setelah didekati terus akhirnya orang gila tersebut mulai tidak takut dan bercerita tentang dirinya yang tidak jelas dan kadang tidak masuk akal, akan tetapi ketika ditanya “di mana, kenapa, punya siapa, dan lain-lain” orang gila tersebut menjawab dengan benar/nyambung walaupun ujung-ujungnya loncat-loncat dan tidak bermakna.
Ketika suasana mulai akrab, orang gila tersebut mau menerima pemberian permen dan minuman serta dapat mengucapkan terimakasih. Sempat orang gila tersebut membalas pemberian dengan menawarkan tembakau terhadap saya seperti berikut; “Mau nih tembakau saya punya di dalam kantong plastic banyak?”. Orang gila tersebut mengatakan bahwa saya ini menurutnya adalah orang benar dan mirip sekali dengan temannya dulu.
Pada waktu akan mengakhiri percakapan, saya mengucapkan terimakasih kepada orang gila tersebut dan tak lama beberapa saat kemudian orang gila tersebut pergi meninggalkan halte tersebut.
Kesimpulan:
• Klien mengalami gangguan arus atau jalan pikiran berupa Flight of Ideas dan Inkohorensi yang ditandai dengan pembicaraan yang cepat berubah, tidak nyambung dan loncat-loncat serta ada “gado-gado kata” seperti “….di gunung Salak, salak bali…”.
• Klien mengalami gangguan isi pikiran berupa waham kebesaran yang ditandai dengan mengatakan bahwa dirinya adalah orang benar, pernah kuliah yang katanya di universitas miliknya sendiri dan klien mengatakan bahwa sebenarnya saya ini anak metal (sambil membuka topinya dan mengibas-ngibaskan rambutnya).
• Klien kemungkinan mengalami gangguan ingatan dengan mengatakan bahwa dirinya pernah dipenjara tetapi tidak jelas cara penyampaiannya dan cenderung tidak masuk akal.


Diposkan oleh Serpihan Jiwa di 03.53 0 komentar
Minggu, 07 Desember 2008
Ketika ia dalam pemasungan
Sisi lain....
Berabad-abad lamanya gangguan jiwa ini telah ada. Terkadang yang nampak oleh mata adalah perawatan yang diberikan terhadap klien gangguan jiwa yakni perlakuan dalam merawatnya. Ya... perlakuan yang diberikan baik dari keluarga maupun masyarakat. Perlakuan dalam hal penanganan antara lain: klien menjadi orang yang disisihkan bahkan disembunyikan dari peradaban, pengobatan yang membutuhkan waktu menahun hingga keluarga kehabisan harta bendanya, pandangan masyarakat terhadap klien adalah pelabelan sebagai "orang gila" dan masih banyak lagi.

Dahulu kala, orang yang mengalami gangguan jiwa berat jalan keluarnya adalah dengan pemasungan. Yap, cost financial ataupun social menjadi murah dan tidak ada yang tau kalo memiliki keluarga gangguan jiwa. Klien cukup dikurung dalam kamar khusus, bahkan mungkin juga dirantai salah satu anggota tubuhnya. Dari study yang pernah dilakukan, klien yang secara sengaja dipisahkan dari interaksi sosialnya mengalami tingkat kesembuhan yang sangat kecil dibandingkan dengan klien yang mengalami perawatan yang lebih humanis.
Klien pasung seringkali banyak mengalami kemunduran misalnya kemunduran secara fisik biasa akan menurunkan kekuatan gerak motoriknya sehingga yang terjadi adalah kaki menjadi bengkok karena kurang banyak bergerak.Telah lama sebenarnya metode ini dilarang untuk digunakan. Namun tekadang masih saja ada yang menggunakan pemasungan sebagai alat guna "memudahkan perawatan namun tidak menyembuhkan bagi klien". Terkadang ini sebagai jalan pintas dari sebuah keputusasaan dengan penyakit yang tak kunjung sembuh. Ya... penyakit yang tak kunjung sembuh karena gangguan jiwa sama dengan penyakit fisik yang menahun pula. Ia mesti mendapat perawatan rutin dan juga memiliki "pantangan-pantangan" yang mesti dijaga agar tidak mudah tersinggung bahkan mengamuk ketika melampiaskan emosinya.
Perawatan Humanis adalah dengan jalan....
# berikan farmakoterapi sesuai dengan dosis yang seharusnya karena fungsi obat adalah agar menekan stressor yang masih ada sehingga klien dapat menjadi lebih tenang.
# akan lebih baik jika ada rekam medik psikis, hal ini digunakan unuk melacak penyebab stressor yang menjadikan pencetus gangguan jiwa. Jika ada faktor keturunan juga dapat digunakan sebagai pemutus mata rantai untuk generasi di bawahnya.
# Family Gathering sebagai salah satu faktor mempercepat upaya penyembuhan klien.
Bawa dukungan keluarga, komunikasi yang tetap dibangun (walaupun mungkin nggak nyambung), pengaturan dosis obat akan menjadi dukungan tersendiri bagi klien.
Diposkan oleh Serpihan Jiwa di 17.33 0 komentar
Kamis, 18 September 2008
Sejarah Perkembangan Jiwa
MENTAL ILLNESS
“An illness with psychological or behavioral manifestations and or impairment infunctioning due to a social, psychologic, generic, physical / chemical, or biologic disturbance”( Stuard & Sundeen 1998 )
Keperawatan jiwa merupakan proses interpersonal yang berupaya untuk meningkatkan dan mempertahankan fungsi yang terintegrasi. Keperawatan jiwa merupakan bidang spesialisasi praktik keperawatan yang menerapkan teori perilaku manusia sebagai ilmunya dan penggunaan diri sendiri secara terapeutik sebagai kiatnya (ANA).
Menurut WHO, kesehatan jiwa bukan hanya suatu keadaan tidak terjadi ganguan jiwa, melainkan mengandung berbagai karakteristik yang bersifat positif yang menggambarkan keselarasan dan keseimbangan kejiwaan yang mencerminkan kedewasaan kepribadian yang bersangkutan. Menurut UU Kesehatan Jiwa No. 3 Tahun 1996, kesehatan jiwa merupakan kondisi yg memungkinkan perkembangan fisik, intelektual, emosional secara optimal dari seseorang dan perkembangan ini selaras dengan orang lain. Sedangkan menurut Yahoda, kesehatan jiwa adalah keadaan yg dinamis yang mengandung pengertian positif, yang dapat dilihat dari adanya kenormalan tingkah laku, keutuhan kepribadian, pengenalan yang benar dari realitas dan bukan hanya merupakan keadaan tanpa adanya penyakit, gangguan jiwa dan kelainan jiwa.


EVOLUSI PERAWATAN KESEHATAN JIWA
1920-1945 : Care fokus pada disease (model Curative Care)

1950-1960 :
1.Pelayanan mulai berfokus pada klien, anggota keluarga tidak dianggap sebagai bagian dari tim perawatan
2.Psychotropic menggantikan Restrains dan Seclusion
3.Deinstitutionalization dimulai, mereka bukan partisipan aktif dala perawatan dan pengobatan kesehatan mereka sendiri
4.Mulai penekanan pada therapeutic relationship
5.Fokus utama pada primary preventive
6.Perawatan kesehatan jiwa diberikan di rumah sakit jiwa yang besar (swasta atau pemerintah) yang biasanya terletak jauh dari daerah pemukiman padat.
7. Lama rawat seorang klien biasanya cukup lama.

1960 – 1970 :
Pergerakan Hak-Hak Sipil (The Civil Rights) di 1960-an merupakan katalis untuk berfokus pada hak-hak penderita gangguan jiwa.
1. The Community Mental Health Centers Act (1963) secara dramatis memengaruhi pemberian pelayanan kesehatan jiwa.
2. Undang-Undang inilah yang menyebabkan fokus dan pendanaan perawatan beralih dari rumah sakit jiwa yang besar ke pusat-pusat kesehatan jiwa masyarakat yang mulai banyak didirikan dan mencakup layanan berikut ini:
a. Rawat darurat: pengkajian dan pemberian perawatan yang tepat dan cepat.
b. Rawat inap 24 jam: perawatan berbasis rumah sakit untuk stbilisasi gejala (mis., perawatan jangka pendek).
c. Hospitalisasi parsial: program perawatan untuk individu yang memerlukan perawatan harian, tetapi bukan perawatan 24 jam. Klien datang selama 6 sampai 8 jam per hari dan berpartisipasi dalam berbagai terapi (mis., terapi kelompok atau individu, pelatihan keterampilan social).
d. Rawat jalan: pengkajian, psikoterapi, dan penatalaksanaan pengobatan, klien datang 1 sampai 2 jam per minggu.
e. Konsultasi dan pendidikan: outreach program untuk kelompok komunitas yang membahas tentang topic-topik kesehatan jiwa, misalnya pelatihan untuk para majikan dalam membantu karyawan mereka yang bermasalah dengan alcohol.

1773 :
Custodial Care (tidak oleh tenaga kesehatan)Perawatan bersifat isolasi dan penjagaan.1970-1980 :
- Perawatan beralih dari perawatan rumah sakit jangka panjang ke lama rawat yang lebih singkat
- Fokus pada community based care / service (Pengobatan berbasis komunitas)
- Riset & Technology
- Populasi klien di rumah sakit jiwa yang besar berkurang, dan banyak rumah sakit yang ditutup
- Pusat-pusat kesehatan komunitas jiwa sering tidak mampu menyediakan layanan akibat bertambahnya jumlah klien.
- Tunawisma menjadi masalah bagi penderita penyakit mental kronik persisten yang mengalami kekurangan sumber daya keluarga dan dukungan social yang adekuat.

1980 - 1990.
Biaya perawatan kesehatan yang tinggi dan kebutuhan pembatasan biaya menjadi focus nasional.
1. Sistem managed care, mengatur hubungan antara pembayar, penyedia jasa, dan konsumen layanan kesehatan.
a. Sistem ini memantau distribusi pelayanan, tindakan penyedia jasa, dan hasil perawatan.
b. Tujuan dari sistem ini adalah mengurangi biaya sambil tetap meningkatkan mutu pelayanan.
c. Hubungan antara penyedia jasa dan pengguna layanan tidak lagi bersifat primer. Manajer dan pihak asuransi kesehatan memantau hubungan antara penyedia jasa dan konsumen layanan kesehatan.
2. Jenis-jenis sistem managed care meliputi:
a. Health maintenance organizations (HMO), menawarkan dana yang telah ditetapkan sebelumnya bagi klien di populasi tertentu sebagai pembayaran atas layanan kesehatan yang diberikan penyedia jasa selama jangka waktu tertentu.
b. Organisasi praktik mandiri, tempat kelompok-kelompok penyedia layanan kesehatan mengadakan kontrak dengan HMO.
c. Organisasi Penyedia Jasa Terpilih (Preferred Provider Organizations [PPOI]), kelompok-kelompok penyedia jasa yang telah disetujui HMO tertentu untuk memberikan layanan pada pupolasi kliennya.

1882 :
Primary Consistend of Custodial Care

1990-2000 :Fokus pada preventif / community based service, primary preventive using various approaches; such as mental health center, partical, hospital service, day care center, home health and hospice care
Perubahan-perubahan yang signifikan dalam perawatan kesehatan jiwa.
1. Managed care menghubungkan struktur dan layanan baru.
a. Manajemen kasus. Seorang manajer kasus ditugaskan untuk mengkoordinasikan pelayanan untuk klien individu dan bekerja sama dengan tim multidisipliner.
b. Jalur kritis dan peta perawatan. Alat-alat manajemen klinis yang menunjukkan organisasi, urutan dan waktu intervensi yang diberikan oleh tim perawatan untuk satu gangguan yang teridentifikasi pada klien.
c. Perawatan komunitas berbasis populasi. Pemberian dan pemfokusan layanan pencegahan primer (bukan hanya perawatan berbasis penyakit); mencakup identifikasi kelompok-kelompok berisiko tinggi dan penyuluhan untuk mencegah gaya hidup guna mencegah penyakit.
2. Tempat alternatif memberikan pengobatan di lingkungan yang paling tidak restriktif. Perawatan dan pengobatan berbasis komunitas ditujukan pada pencegahan tersier, yang dirancang untuk mengurangi keparahan masalah kesehatan mental dan membantu seseorang untuk hidup dengan kapasitas fungsi setinggi mungkin.
Tempat untuk pengobatan alternatif adalah sebagai berikut:
a. Pusat kesehatan jiwa dan pusat krisis komunitas
b. Unit-unit psikiatrik rawat inap jangka pendek di rumah sakit komunitas
c. Hospitalisasi parsial dan program day-care
d. Program pengobatan residensial di halfway house, board-and-care homes, dan panti
e. Mobile crisis unit dan rumah singgah untuk tunawisma
f. Program clubhouse memberi layanan transisi untuk meningkatkan kehidupan komunitas yang mandiri
g. Penjara dan Rumah-rumah perawatan
3. Amerika dengan Disabilities Act (1990) membantu memastikan bahwa penderita cacat, termasuk penderita gangguan jiwa, dapat berpatisipasi penuh dalam kegiatan ekonomi dan social masyarakat.
4. Pertumbuhan pergerakan konsumen
a. Organisasi-organisasi seperti the National Alliance of Mentally III, menghapus stigma gangguan jiwa dan member dukungan komunitas setempat bagi penderita ganguan jiwa dan keluarganya.
b. Organisasi-organisasi melakukan lobi untuk meningkatkan dana penelitian dan pengobatan gangguan jiwa.
5. Pengetahuan tentang struktur dan fungsi otak
a. Tahun 1990-an dianggap sebagai “Dekade Otak” karena pertumbuhan pesat pengetahuan tentang cara kerja otak.
b. Seiring dengan kemajuan genetika, pengetahuan yang dihasilhan telah membentuk kembali pemahaman tentang penyebab dan pengobatan gangguan jiwa.


SEJARAH KEPERAWATAN PSIKIATRIK
A. Tokoh Utama
1. Florence Nightingale (1859) adalah pendiri keperawatan modern dan penulis teks keperawatan pertama, Notes on Nursing.
2. Harriet Baily (1920) menulis buku ajar keperawatan psikiatrik dalam yang pertama, Nursing in Mental Diseases.
3. Hildegarde Peplau (1952) menulis Interpersonal Relations in Nursing,sebuah buku penting yang menjelaskan tentangkerangka kerja praktik keperawatan psikiatrik. Penekanannya pada hubungan perawat-pasien dan konstruksi teoritis untuk menjelaskan masalah pasien menjadi dasar dalam praktik keperawatan psikiatrik.
B. Organisasi-organisasi keperawatan yang memimpin pengembangan keperawatan psikiatrik
1. National League for Nursing (NLN), 1937. NLN merekomendasikandimasukkannya kesehatan jiwa dan keperawatan psikiatrik dalam kurikulum sekolah keperawatan.
2. American Nurses Association (ANA), 1958.
a. ANA membentuk Conference Group on Psychiatric Nursing. Kelompok ini bekerja untuk mendefinisikan praktik keperawatan kesehatan jiwa-psikiatrik.
b. Di 1973, ANA merupakan organisasi pertama yang mempublikasikan standar praktik kesehatan jiwa dan keperawatan pskiatrik; sedangkan standar yang telah direvisi dipublikasikan pada 1982 dan 1994.


SEJARAH PERKEMBANGAN DAN UPAYA KESEHATAN JIWA DI INDONESIA
1. Dulu kala gangguan jiwa dianggap kerasukan
Terapi : mengeluarkan roh jahat
2. Zaman Kolonial sebelum ada RSJ di Indonesia, pasien gangguan jiwa ditampung di RS Sipil atau RS Militer di Jakarta, Semarang, dan Surabaya, yang ditampung pada umumnya penderita gangguan jiwa berat.
3. 1 Juli :
- 1882 : RSJ pertama di Indonesia (Bogor)
- 1902 : RSJ Lawang
- 1923 : RSJ Magelang
- 1927 : RSJ Sabang diRS ini jauh dari perkotaanPerawat pasien bersifat isolasi & penjagaan (custodial care).
Stigma : keluarga menjauhkan diri dari pasien
4.Dewasa ini hanya satu jenis RSJ yaitu RSJ punya pemerintah
5.Sejak tahun 1910 - mulai dicoba hindari costodial care ( penjagaan ketat) & restraints (pengikatan )
6.Mulai tahun 1930 - dimulai terapi kerja seperti menggarap lahan pertanian bagi para penderita gangguan jiwa
7.Selama Perang Dunia II & pendudukan Jepang - Upaya kesehatan jiwa tak berkembang
8.Proklamasi - Perkembangan baruPada bulan Oktober 1947 pemerintah membentuk Jawatan Urusan Penyakit Jiwa ( belum bekerja dengan baik).
Tahun 1950 pemerintah memperingatkan Jawatan Urusan Penyakit Jiwa untuk meningkatkan penyelenggaraan pelayanan
9.Tahun 1966- PUPJ Direktorat Kesehatan Jiwa-UU Kesehatan Jiwa No.3 thn 1966 ditetapkan oleh pemerintah- Adanya Badan Koordinasi Rehabilitasi Penderita Penyakit Jiwa ( BKR-PPJ) dengan instansi diluar bidang kesehatan
10.Tahun 1973 - PPDGJ I yang diterbitkan tahun 1975 ada integrasi dengan PUSKESMAS
11.Sejak tahun 1970 an : pihak swasta pun mulai memikirkan masalah kesehatan jiwa
12.Ilmu kedokteran jiwa berkembang- Adanya sub spesialisasi seperti kedokteran jiwa masyarakat, Psikiatri Klinik, Kedokteran Jiwa Usila dan Kedokteran Jiwa Kehakiman- Setiap Sub Direktorat dipimpin oleh 4 kepala seksiProgram kesehatan jiwa nasional dibagi dalam 3 sub program yang diputuskan pada masyarakat dengan prioritas pada Health Promotion
1. Sub Program Perbaikan Pelayanan :
-Fokus Psychiatric
– Medical
– Care
-Penekanan pada curative service (treatment) dan rehabilitasi
2. Sub Program Pengembangan Sistem, berfokus pada peningkatan IPTEK, continuing education, research administrasi dan manajemen, mental health information3. Sub Program untuk Establishment Community Mental Health :
- Diseminasi ilmu
-Fasilitasi RSJ swasta
-Perizinan
-Stimulasi konstruksi RSJ swasta
-Kerja sama dengan luar negeri : ASEAN, ASOD, COD, WHO, AUSAID, etc.


MODEL KEPERAWATAN DASAR :
1.RentangSehat - sakitAdaptif - Maladaptif
2.Nursing Model
- Peplau Interpersonal ModelNursing :
A significant, therapeutic and interpersonal processEssence of nursing : relationship between nurse & clientNurse harus memahami diri dan dapat berinteraksi dengan klien
3.Teori Orem :Self care adalah tingkah laku yg dipelajari dan disegaja yg ditampilkan seseorang untuk memenuhi kebutuhannya. Kemampuan seseorang memenuhi kebutuhannya tergantung pada situasi dan kondisinya


FAKTOR PENYEBAB GANGGUAN JIWA
1.Genetika (Cloninger, 1989)
2.Neurobiological
-Terjadi pembesaran ventrikel III pada posisi sebelah kiri lobus frontal klien skizofrenia daripada orang normal (Andreasen, 1991)- Wernicle dan Brocas aphasia disorganisasi pada waktu bicara- Hiperaktifitas dopamine3.Neurobehavioral- Kerusakan lobus frontal
- Kesulitan dalam proses pemecahan masalah, berpikir abstrak, gangguan psikomotorik- Kerusakan pada basal ganglia
- Distonia tremor
- Gangguan pada lobus temporal limbic
- Meningkatnya kewaspadaan, distractbility, gangguan memory ( Short Term Memory)4.Stress psikososial dan perkembangan - gejala psikotik, kemiskinan, kebodohan, pengangguran, isolasi sosial, dan kehilangan.
5.Penyalagunaan : Coping yang maladaptive dari obat- obatan6.Psikodinamika. Freud : gangguan hubungan pada masa anak


PERAN DAN FUNGSI PSYCHIATRIC NURSE
1.Psychiatric nursing dianggap sebuah profesi sejak akhir abad ke-19 dan sejak awal abad ke 20 profesi tersebut muncul sebagai spesialisasi dengan peran dan fungsinya yang unik.
2.Praktek psyhiatric nursing kontemporer- Psyhiatrist psychologist social workes dan marriage dan family therapist
- Psyhaitric nursing is an interpersonal process that promotes and maintaining patient behavior that contributes to integrated fungtional (Stuart dan Sundeen, 1998)Klien dari psyhiatric nurse : individual, keluarga, kelompok dan masyarakatPraktek keperawatan jiwa pada akhir-akhir ini mengacu pada sejumlah premise atau kepercayaan sebagai berikut :
- Phylosophical belief of Nursing Practice
- Menggunakan pengetahuan dari blophysical, psychosocial. Science teory personality dan human behavior
- Pemilihaan dari model
-model konseptualEra globalisasi
- praktek harus dapat dipertanggungjawabkan karena nurse-patient relationship berubah menjadi nurse-patient partnership yang mengembangkan peran dari perawat jiwa profesional yang elemennya terdiri dari :
-Kompetensi klien dan keluarga-Advocacy klien dan keluarga-Physical responsibility-Kolaborasi dgn profesi lain-Social accountability-Legal ethical parameterPeran perawat tidak lagi hanya berfokus pada bedside care : Perawat jiwa harus lebih sensitif pada lingkungan sosial dan advocacy terhadap kebutuhan klien dan keluargaPengembangan praktek, pendidikan, dan riset.
3.Tingkat Pencegahan
- Primer : Insiden gangguan jiwa, health promotion, illness prevention dan penyuluhan
- Sekunder : Illness by eart detection dan treatment of the problem. Skreening, home visit, and crisis intervention
- Tertier :
-Residual impairment or disability, promote vocational, dan rehabilitation.-Organisation after care programeProviding partial hospitalization4.Rentang Perawatan (continuum of care )5.Tingkat penampilan tergantung pada 4 faktor, yaitu :
-Hukum / peraturan yang ada pada negara tersebut tentang peran dan fungsi psychiatric nurse-KualifikasiRN ( Psychiatric mental health registered nurse)
-Psychiatric mental health advance practise registered nurse
-Setting praktek : purpose type dan location administrasi di pemerintahan, di swasta dan personal inisiatifPraktik Keperawatan Kesehatan Jiwa dan Psikiatrik Saat Ini
Pada 1994, the Coalition of Psychiatric Nursing Organizations dan ANA bersama-sama menerbitkan deskripsi dua tingkat praktik, yaitu praktik umum dan spesialis.

A. Perawat Generalis Kesehatan Jiwa-Psikiatrik
1. Pendidikan yang dibutuhkan adalah sarjana keperawatan.
2. Sertifikasi adalah proses formal yang diatur oleh the American Nurses Credentialing Center (ANCC) yang memvalidasi kompetensi klinis. Gelar yang didapat setelah sertifikasi ini adalah RN,C.
3. Fungsi
a. Perawat generalis bekerja dengan individu, keluarga, kelompok dan komunitas untuk mengkaji kebutuhan kesehatan jiwa, mengembangkan diagnosis, merencanakan, dan mengimplementasikan serta mengevaluasi asuhan keperawatan.
b. Perawat generalis kesehatan jiwa psikiatrik menggunakan intervensi-intervensi yang mencakup peningkatan dan pemeliharaan kesehatan; skrining dan evaluasi masukan; manajemen kasus; penyediaan lingkungan yang terapeutik(mis., terapi milieu); penyuluhan klien dan membantu mereka dalam aktivitas perawatan diri; pemberian dan pemantauan program pengobatan psikobiologik; intervensi, krisis dan koseling; serta aktivitas program outreach di rumah dan di komunitas.
4. Lingkungan praktik.
Perawat generalis berpraktik di rumah sakit tradisional, lembaga kesehatan di rumah, program asistensi karyawan, klinik kesehatan jiwa, HMO, pusat perawatan primer, klinik tunawisma, lembaga untuk lansia, unit gawat darurat, pusat day-care, sekolah, dan penjara.

B. Perawat Spesialis Kesehatan Jiwa-psikiatrik
1. Pendidikan yang diperlukan adalah master keperawatan kesehatan jiwa-psikiatrik.
a. Praktisi perawat psikiatrik.
Spesialis ini adalah praktik lanjutan dari RN (APN atau APRN) yang memberikan asuhan primer. Setiap Negara memiliki undang-undang praktik keperawatan tersendiri yang mengatur lingkup praktik, termasuk wewenang memberikan resep.
b. Spesialis perawat klinis (clinical nurse specialist [CNS]). Merupakan perawat RN bergelar master yang memberikan asuhan langsung sebagai ahli terapi atau asuhan tidak langsung sebagai konsultan, pendidik atau peneliti.
2. Sertifikasi
Merupakan proses formal memvalidasi kompetensi klinis yang dilakukan oleh ANCC. Perawat kesehatan jiwa dengan praktik lanjutan juga dapat disertifikasi sebagai spesialis klinis. Gelarnya adalah RN, CS, dan ini berlaku baik terhadap praktisi perawat psikiatrik maupun perawat spesialis klinis.
3. Fungsi
a. Melaksanakan semua fungsi perawat generalis.
b. Memberikan asuhan kesehatan jiwa primer, termasuk memberikan resep obat psikoaktif tes diagnostic yang tepat sesuai peraturan.
c. Menganalisis kebutuhan kesehatan individu dan populasi serta merancang program yang targetnya adalah kelompok beresiko serta factor-faktor budaya dan lingkungan yang meningkatkan kesehatan dan mencegah penyakit jiwa.
4. Lingkungan praktik.
Perawat spesialis dapat berpraktik di tempat-tempat yang sudah dikemukakan di atas untuk perawat generalis baik yang berpraktik tunggal maupun kelompok, mengadakan kontrak dengan program asistensi karyawan, HMO, organisasi penyedia jasa terpilih dan lingkungan lain dimana mereka dapat memberikan pelayanan.

DAFTAR PUSTAKA

Isaacs, Ann. 2004. Panduan Belajar Keperawatan Kesehatan Jiwa dan Psikiatri, Edisi 3. Jakarta: EGC.
Stuart, Gail W.2007.Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC.
Sulistiawati, 2005. Konsep Dasar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: EGC.
Yosep, Iyus. 2007. Keperawatan Jiwa. Bandung: PT Refika Aditama.
SEJARAH KEPERAWATAN DUNIA




Keperawatan lahir sejak naluriah keperawatan lahir bersamaan dengan penciptaan manusia perkembangan keperawatan dipengaruhi dengan semakin maju peradaban manusia maka semakin berkembang keperawatan • Perkembangan dipengaruhi oleh :
Perawatan dan pengobatan zaman purba
Orang-orang pada zaman dahulu hidup dalam keadaan primitive. Namun demikian mereka sudah mampu sedikit pengetahuan dan kecakapan dalam merawat atau mengobati. Pekerjaan "merawat" dikerjakan berdasarkan naluri (instink) à naluri binatang à "mother instinct" (naluri keibuan) yang merupakan suatu naluri dalam yang bersendi pada pemeliharaan jenis (melindungi anak, merawat orang lemah)
à Perawatan dan pengobatan secara praktis telah dilakukan oleh orang-orang primitive, misalnya :
a. Merawat dan mengobati luka-luka
b. Menurunkan panas dengan memberikan air minum yang banyak atau perawatannya dengan menggunakan air (kompres)
c. Membuka absoes dengan menggunakan batu-batu tajam
d. Menhentikan pendarahan dengan menggunakan batu-batu panas
e. Pemakaian tumbuh-tumbuhan sebagai pengobatan penyakit

Pengaruh kepercayaan terhadap perawatan dan pengobatan
Manusia zaman purba menganut kepercayaan/agama "animisme" menghubungkan terjadinya penyakit dnegan kepercayaan animisme ini, sehingga mereka beranggapan bahwa orang menderita sakit disebabkan karena kemasukan arwah-arwah (roh-roh) itu. Orang-orang yang menaruh perhatian terhadap tanda-tanda penyakit à orang "ahli" dalam mengambil tindakan pengobatan terhadap orang sakit. Orang ahli tersebut kemudiajn disebut ahli obat-obatan = dukun dalam pengobatannya dukun antara lain memperhatikan aturan-aturan sebagai berikut :


A. Ajaran alam
Suatu kepercayaan yang menganjurkan bahwa alam sendiri memberikan petunjuk-petunjuk tentang obat yang akan dipakai misalnya Luka yang berdarah di beri balutan atau kain yang berwarna merah/daun merah. Apabila sakit kuning di beri obat minum dari akar-akaran atau kulit tumbuhan berwarna kuning.
B. Ajaran transmigrasi
Suatu ajaran yang mempercayai akan adanya kekeuatanm daya pemindahan. Misal : Pada waktu seorang wanita akan melahirkan, diberi air rendaman daun dan membuka lebar-lebar semua pintu

Perawatan pada beberapa bangsa dan Negara
A. Mesir
Bangsa mesir pada zaman purba telah menyembah banyak dewa. Dewa yang terkenal antara lain Isis. Mereka beranggapan bahwa dewa ini menaruh minat terhadap orang sakit dan memberikan pertolongan pada waktu si sakit sedang tidur. Didirikanlah kuil yang merupakan rumah sakit pertama di mesir
Ketabiban
Ilmu ketabiban terutama ilmu bedah telah dikenal oleh bangsa mesir zaman purba (± 4800 SM). Dalam menjalankan tugasnya sebagai tabib ia menggunakan bidai (spalk), alat-alat pembalut, ia mempunyai pengetahuan tentang anatomi, Hygienr umum serta tentang obat-obatan. Didalam buku-buku tertulis dalam kitab Papyrus didalamnya memuat kurang lebih 700 macam resep obat-obatan dari Mesir
B. Babylon dan syiria
Ilmu pengetahuan tentang anatomi dan obat-obat ramuan telah diketahui oleh bangsa Babylon sejak beberapa abad SM. Pada salah satu tulisan yang menyatakan bahwa pada 680 SM orang telah mengetahui cara menahan darah yang keluar dari hidung dan merawat jerawant pada muka.
Bangsa Babylon menyembah dewa oleh karena itu perawatan atau pengobatan berdasarkan kepercayaan tersebut.
C. Yahudi kuno
Ilmu pengetahuan bangsa Yahudi banyak di peroleh dari bangsa Mesir. Misalnya : cara-cara memberi pengobatan orang yang terkenal adalah Musa. Ia juga dikenal sebagai seorang ahli hygiene. Dibawah pimpinannya bangsa Yahgudi memajukan minatnya yang besar terhadap kebersihan umum dan kebersihan diri.
Undang-undang kesehatan bangsa Yahudi menjadi dasar bagi hygiene modern dimana cara-cara dan peraturannya sesuai dengan bakteriologi zaman sekarang, misalnya :
1. Pemeriksaan dan peminilah bahan makanan yang akan di makan
2. Mengadakan cara pembuangan kotoran manusia
3. Pelarangan makan daging babi karena dapat menimbulkan suatu penyakit
4. Memberitahukan kepada yang berwajib bila ada penyakit yang berbahaya, sehingga dapat diambil tindakan

D. India
Bangsa India (Hindu) di zaman purba telah memeluk agama Brahmana, disamping memuja dan meminta pertolongan kepada dewa (dikuil) untuk menyembuhkan orang sakit. Di India telah terdapat RS khususnya di Utara saat pemerintahan Rasa Asoka, ± 8 RS dimana sebagian kemudian dijadikan sekolah-sekolah pengobatan dan perawatan

E. Tiongkok
Bangsa Tiongkok telah mengenal penyakit kelamin diantaranya gonorhoea dan syphilis. Pencacaran juga telah dilakukan sejak 1000 SM ilmu urut dan psikoterapi.
Orang-orang yang terkenal dalam ketabiban :
1) Seng Lung
Dikenal sebagai "Bapak Pengobatan, yang ahli penyakit dalam dan telah menggunakan obat-obat dari tumbuh-tumbuhan dan mineral (garam-garaman). Semboyannya yang terkenal adalah Lihat, Dengar, Tanya, Rasa.
2) Chang Chung Ching ± 200 Sm telah mengerjakan lavement dengan menggunakan bamboo

F. Yunani
Bangsa Yunani zaman purba memuja dan memuliakan banyak dewa (polytheisme) dewa yang terkenal adalah dewa yang dianggap sebagai dewa pengobatan putri dan dewa yang bernama hygiene sebagai Dewi kesehatan, maka timbullah perkataan higyene.
Untuk pemujaan terhadap para dewa didirikan kuil (1134 SM) yang juga berfungsi sebagai pengobatan orang sakit dan perawatan dikerjakan oleh para budak-budak.
Orang-orang ternama dalam ketabiban antara lain
1. Hippocrates (hidup ± 400 SM) à bapak pengobatan dengan jasa :
- Dasar cara pengobatan sampai sekarang ini
- Penyakit bukan karena setan, melainkan rusaknya undang-undang alam
- Mengembangkan tehnik pemeriksaan badan
- Mengajarkan tentang makanan si sakit
- Menganjurkan supaya penderita sakit jiwa dirawat secara perikemanusiaan
- Mengajarkan tentang semangat pekerjaan, menghargai teman sejawat, , bertanggung jawab terhadap si sakit yang menjadi sumpah hypocrates
2. Plato
ahli filsafat Yunani, otak sebagai pusat kesadaran
3. Aristoteles
Ahli filsafat, ahli jiwa dan ilmu hayat

G. Roma
Rumah sakit Roma zaman purba di sebut valentrumdinari Roma yang terdapat di swiss ditemukan alat-alat perawatan ex. Peralatan untuk huknah pot-pot tempat selep. Juga ditemukan instrument untuk keperluan pembedahan ex : pisau, pincet, klem arteri, speculum. Tokoh terkenal Julius Caesar (101-44 SM). Seorang wali Negara yang pertama-tama mengakui guru-guru hygiene dan menganjurkan tentang kesehatan dan kebersihan

H. Irlandia
Pengetahuan tentang pengobatan telah diketahui lama SM. Tentang Rumah sakit, Seorang putri raja bernama Macha (abad ke 3) mendirikan rumah sakit untuk orang-orang miskin yang sakit. Nama RS tersebut Broin Beargh à rumah kesusahan

I. Amerika
Rumah sakit sederhana telah didirikan dikota besar oleh bangsa Asteken di Amerika Utara, sedang RS yang baik dan merupakan RS pertama didirikan pada tahun 1521 oleh cortez dari Mexico yaitu RS san Jesu Nazareno

• Perkembangan perawatan zaman permulaan masehi
Nabi Isa lahir à "Agama Baru" agama masehi (Nasrasni/Kristen) perkembangan perawatan à bercorak keagamaan à ajaran kasih sayang terhadap sesama manusia (perhatian dan perawatan terhadap orang kesusahan – keadaan sakit)
Permulaan diakones
Diakones à pembantu pendeta dalam gereja, memberi nasehat, mengobati orang sakit serta mengunjungi tempat tawanan. Diakones menjadi satu lembaga wanita yang pertama dari organisasi agama Kristen yang bekerja dan mengembangkan pekerjaan perawatan à perawat penunjang rumah yang pertama.
Philantrop
Philantrop à laki-laki dan wanita yang menjauhkan diri dari keramaian dunia dan berkumpul dalam satu tempat-monastic (laki-laki = monk; wanita = non)
3 wanita yang berjasa Morcella, Febicla, Paula

Permulaan rumah sakit.
Agama Kristen berkembang di Roma, zaman pemerintahan constantyn yang agung (tahun 325).
à Mendirikan bangunan/tempat khusus untuk menampung orang terlantar orang sakit yang memerlukan pertolongan dan perawatan à xenodocheian = rumah tahu (xeno = tamu) dalam bahasan latin tamu; hospes à "Hospital"/rumah sakit
Monastic hospital
Adalah gabungan antara hospital/xenodochoion dnegan monastery. Disini orang yang sakit dirawat oleh non (wanita) dimana monastic hospital yang terkenal didirikan pada tahun 559, mempunyai kurang lebih 200 non. Bentuk dari monastic hospital :
- Bangsal untuk merawat orang sakit
- Bangunan untuk orang yang perlu pertolonga, orang cacat, miskin, yatim piatu
- Bangunan tempat tabib dan tempat monk-monk dan non
- Pekerjaan perawatan dikerjakan oleh non-non

B. Penyebaran agama
Pada permulaan masehi terjadi penyebaran agama kristen di Eropa. Hal ini berdampak positif terhadap perkembangan keperawatan. Kemajuan ini terlihat pada zaman pemerintahan Lord Constandne yaitu dengan :
à XENODHOECIN atau HOSPES (penampungan orang yang membutuhkan pertolongan terutama orang yang menderita sakit)
à Mendirikan Rumah Sakit terkenal di Roma Yaitu MONASTIC HOSPITAL
à Pada pertengahan abad VI Masehi di Asia Barat Daya-Timur Tengah terjadi penyebaran agama Islam. Nabi Muhammad SAW menyebarkan agama Islam abd VII Masehi yang mencakup Afrika, Asia Tenggara, Asia Barat dan sebagian Eropa yaitu Spanyol dan Turki.
à Pada wakti itu berkembang ilmu pengetahuan : Ilmu pasti, ilmu kimia, ilmu hygiene dan obat-obatan
Kegiatan pelayanan keperawatan berkualitas telah di mulai sejak seorang perawat muslim pertama yaitu Rufaidah pada zaman Nabi Muhammad SAW, yang selalu berusaha memberikan pelayanan terbaiknya bagi yang membutuhkan tanpa membedakan kliennya kaya atau miskin
Berikut ini akan lebih dijelaskan tentang sejarah perkembangan keperawatan dimasa Islam dan di Arab Saudi khususnya :
1. Masa Penyebaran Islam/the Islamic period (570-632)
Perkembangan keperawatan masa ini, sejalan dengan perang kaum muslimin/Jihad (holy wars), memberikan gambaran keperawatan di masa ini. System kedokteran mengenai pengobatan lebih dilakukan dnegan ke rumah pasien dengan diberikannya resep oleh dokter. Dalam periode ini dikenal seorang perawat yang bersama Nabi Muhammad SAW yaitu Rufaidah binti Sa'ad / Rufaidah Al-Asamiya
2. Masa setelah nabi/post-prophetic era (632-1000M)
Sejarah tentang keperawatan setelah wafatnya Nabi Muhammad SAW jarang sekali. Dokumen yang ada lebih didominasi oleh kedokteran dimasa itu. Dr. Al-Razi yang digambarkan sebagai seorang pendidik, dan menjadi pedoman yang juga menyediakan pelayanan keperawatan. Dia menulis dua karangan tentang "The reason why some persons and the common people leave a physician even if he is clever" dan "A clever physician does not have power to heal all diseases, for that is not within the realm of possibility". Dimasa ini ada perawat diberi nama "Al Asiyah"
3. Masa Late to Middle Ages (1000-1500 M)
Dimasa ini Negara-negara Arab membangun RS dengan baik dan mengenalkan perawatan orang sakit. Ada gambaran unik di RS yang tersebar dalam peradaban Islam dan banyak dianut5 RS modern saat ini hingga sekarang, yaitu pemisahan antara ruang pasien laki-laki dan wanita, serta perawat wanita merawat pasien wanita dan perawat laki-laki, hanya merawat pasien laki-laki
4. Masa Modern (1500-sekarang) Early leaders in nursing's development
Masa ini ditandai dengan banyaknya ekspatriat asing (perawat asing dari eropa), Amerika dan Australia, India, Philipina) yang masuk dan bekerja di RS dinegara-negara Timur tengah. Dimasa ini ada seorang perawat Timur Tengah bernama Lutfiyyah Al-Khateeb, seorang perawat bidan Sauid pertama yang mendapatkan Diploma Keperawatan di Kairo dan kembali ke negeranya.
Keperawatan Islam masa kini dan mendatang
Dr. H Arif Muhammad dalam seminar perawat rohani Islam di Akper Aisyiyah, Bandung 31 Agustus 2004 mengatakan bahwa masalah sehat maupun sakit adalah alami sebagai ujian dari Allah SWT, hingga manusia tidak akan bisa terbebas dari penyakit. Sehat kerap kali membuat orang lupa dan lalai baik dalam melaksanakan perintah Allah maupun mensyukuri nikmat sehat
Tugas sekorang perawat, Menurut Dr. H. Arif, tugas perawat adalah untuk menekankan agar pasien tidak berputus asa apalagi menyatakan tidak memiliki harapan hidup lagi.
Pada permulaan abad XVI orientasi masyarakat berubah dari orientasi agama menjadi orientasi pada kekuasaan. Sehingga banyak terjadi perang, eksplorasi kekayaan alam (semangat kolonialisme), akibatnya gereja ditutup, tempat ibadan ditutup

C. Perang
à Adanya perang berdampak positif bagi keperawatan oleh karena banyaknya korban perang maka kebutuhan tenaga perawat sangat tinggi.
à Perang salib
Banyaknya sukarelawan dijadikan perawat yang terdiri orde-orde agama, para wanita yang mengikuti suami ke medan perang. Pengaruh perang salib terhadap keperawtan adalah mulai dikenal konsep P3K. keberadaan perawat mulai dibutuhkan dalam ketentraman dan timbul peluang kerja bagi perawat dibidang sosial.

1. Hotel Dieu Di Lion
Perawat diambil dari mantan wanita jalanan atau wanita yang telah bertaubat
2. Hotel Dieu di Paris
Perawat diambil dari orde-orde agama sesudah revolusi perancis orde agama dihapuskan dan pekerjaan perawat digantikan oleh orang-orang bebas yang tidak terikat pada agama. Pelopor perawat yang terkenal di rumah sakit ini adalah GENEVIEVE BOUZUET
3. ST. Thomas Hospital
Didirikan pada tahun 1123 M, dirumah sakit inilah FLORENCE NIGHTINGALE memulai karirnya memperbaharui keperawatan.
Pada awal abad XIX reformasi sosial masyarakat merubah peran perawat dan wanita secara umum. Perawat mulai dipercaya banyak orang. Contohnya adalah FLORENCE Nightingale yang menjadi pelopor keperawatan dunia.

Florencen Nightingale
Lahir tahun 1820 dari keluarga kaya raya dan terhormat meniti karirnya dirumah skait ST. Thomas Hospital ditentang keras oleh keluarganya. Ia diterima mengikuti kursus pendidikan perawat pada usia 31 tahun. Ditunjuk oleh pemerintahan inggris untuk menata asuhan keperawatan rumah sakit militer di turki memberi peluang baginya untuk meraih prestasi (Taylor. C, 1989)
Sesudah perang krim Florence nightingale kembali ke Inggris mempelopori berdirinya sekolah-sekolah perawat modern tahun 1840
v Kontribusi Florence Nightingale
a. Menetapkan standar manajemen rumah sakit
b. Menegaskan bahwa nutrisi merupakan bagian penting dari asuhan keperawtan
c. Meyakinkan bahwa akupasional merupakan suatu terapi bagi orang sakit
d. Mengidentifikasi kebutuhan personal pasien dan peran perawat untuk memenuhinya
e. Mengemdbangkan standar okupasi bagi pasien wanita
f. Mengembangkan pendidikan keperawatan
g. Menetapkan 2 komponen keperawatan yaitu kesehatan dan penyakit
h. Meyakinkan bahwa keperawatan berdiri sendiri dan berbeda dnegan rofesi kedokteran.
i. Menekankan kebutuhan pendidikan lanjut bagi perawat

Sejarah perkembangan keperawatan di Indonesia
Perkembangan keperawatan di Indonesia dipengaruhi oleh kondisi social dan ekonomi yaitu penjajahan pemerintahan colonial Belanda, Inggris dan Jepang serta situasi pemerintahan Indonesia setelah Indonesia merdeka
v Dibedakan atas :
1. Masa sebelum kemerrdekaan
§ Masa penjajahan belanda I
Pada masa ini perawat berasal dari penduduk pribumi yang disebut VELPLEGEK dengan sebutan zieken oppaser sebagai penjaga rumah sakit. usaha pemerintahan Belanda dibidang kesehatan adalah :
ý Mendirikan rumah sakit I Binnen Hospital di Jakarta pada tahun 1799
ý Mendirikan rumah sakit II Butten Hospital
ý Membentuk dinas kesehatan tentara (military gezond herds dients)
ý Membentu Dinas Kesehatan Rakyat (Burgerlijke gezandherds dienst)
§ Zaman penjajahan Inggris
Gubernur jendral Rafles sangat memperhatikan rakyat semboyan :Kesehatan adalah milik manusia. Usaha-usahanya dibidang kesehatan :
ý Pencacaran secara umum
ý Membenahi cara perawatan pasien dengan gangguan jiwa
ý Memperhatikan kesehatan pada para tawanan
§ Zaman penjajahan Jepang
Menyebabkan perkembangan keperawatan mengalami kemunduran yang juga merupakan zaman kegelapan dunia keperawatan di Indonesia. Kemunduran-kemunduran ini terlihat pada
à pekerjaan perawat dikerjakan oleh orang-orang yang tidak terdidik,
à Pimpinan RS diambil alih oleh orang-orang jepang,
à Obat-obatan sangat kurang
à Wabah penyakit terjadi dimana-mana.
§ Zaman kemerdekaan
Usaha-usaha dibidang kesehatan tahun 1949 mulai dibangun rumah skit dan balai kesehatn. Tahun 1952 mulai didirikan sekolah perawat yaitu sekolah guru perawat dan sekolah perawat setingkat SLTP tahun 1962 mulai didirikan pendidikan keperawatan professional.

v Tahun 1962-sekarang
Keperawatan mulai berkembang dengan pesat
Tahun 1962 mulai banyak berdiri akademi keperawatan (AKPER) tahun 1985 program studi ilmu keperawatan (PSIK) diselenggarakan oleh fakultas kedokteran universitas Indonesia lulusan I tahun 1988
Dampak : Meningkatkan pelayanan keperawatan, pendekatan proses keperawatan dan meningkatkan peran dan fungsi perawat.

Keperawatan penyakit jiwa di Indonesia
Tahun 1800 pasien jiwa sudah dikumpulkan di bangsal-bangsal dan perawatannya bersifat penjagaan. RS jiwa didirikan pertama kali tahun 1875 di Cilandak Bogor dnegan kapasitas 400 orang. Rumah sakit jiwa kedua di Lawang tahun 1894 dengan kapasitas 3300 pasien. Rumah sakit jiwa ketiga RSJ Prof. Dr. Soeroyo di magelang tahun 1923 dengan kapasitas 1400 pasien.
Pendidikan keperawatan jiwa baru dibuka bulan September 1940 di bogor dengan kursus. Saat ini perawatan jiwa diselenggarakan secara modern. Dibangsal-bangsal, pengobatan dengan shock terapi, menggunakan obat-obat tidur dnegan musik, olah raga dan rekreasi.
Konteks keperawatan sendiri banyak dipengaruhi oleh sejarah keperawatan dalam Islam, budaya dan kepercayaan di Arab keyakinan akan kesehatan dari sudut pandang Islam (Islamic health belief) dan nilai-nilai profesi yang diperoleh dari pendidikan keperawatan. Tidak seperti pandangan keperawatan di Negara barat, keyakinan akan spiritual Islam tercermin dalam budaya mereka.
Di Indonesia mungkin hal serupa juga terjadi tinggal bagaimana keperawatan dan islam berkembang sejalan dalam harmoni percepatan tuntutan asuhan keperawatan, kompleksitas penyakit, perkembangan teknologi kesehatan dan informatika kesehatan agar tetap mengenang dan menteladani sejarah perkembangan keperawatan dimulai oleh Rufaidah binti Sa'ad.

sumber:
http://sejarahkeperawatan.blogspot.com/2008/05/sejarah-keperawatan-dunia.html

@import url(http://www.google.com/cse/api/branding.css);
Diposkan oleh puny4_h4rry di 19.56 0 komentar
Label: kesehatan
Langgan: Entri (Atom)
Subscribe RSS
Labels
• kesehatan (1)

Blog Archive
• ▼ 2010 (2)
o ▼ April (2)
 Tentang Bengkulu A. Asal Usul Nama ...
 SEJARAH KEPERAWATAN DUNIA var googleSearch...

About Me

harry yuliansyah
Lihat profil lengkapku

Pages
• Beranda
• di sini tempat download mp3, mp4, video dll full,n...

Blog Archive
• ▼ 2010 (2)
o ▼ April (2)
 Tentang Bengkulu A. Asal Usul Nama ...
 SEJARAH KEPERAWATAN DUNIA var googleSearch...

Followers

Followers

ILMU KEPERAWATAN JIWA
Posted on Mei 12, 2008 by harnawatiaj
ILMU KEPERAWATAN JIWA
A.SEJARAH PSICHIATRI
1773 : Custodial Care (tidak oleh tenaga kesehatan)
1882 : Primary Consistend of Custodial Care
1920-1945 : Care Fokus pada disease (model Curative Care)
1950-1960 :
1.Pelayanan mulai berfokus pada klien
2.Psychotropic – menggantikan – Restrains – and Seclusion
3.Deinstitutionalization dimulai
4.Mulai penekanan pada therapethic relationship
5.Mayor fokus pada primary preventive
1970-1980 :
- Fokus pada community based care / service
- Riset & Tecnologi
1990-2000 :
Focus pada preventif, community based service, primary preventive using various approaches, such as mental health center, particai, hospital service, day care center, home health and hospice care
B.SEJARAH PERKEMBANGAN DAN UPAYA KESEHATAN JIWA DI INDONESIA
1.Dulu Kala
G. jiwa dianggap kemasukan
Terapi : mengeluarkan roh jahat
2.Zaman Kolonial
Sebelum ada RSJ, pasien ditampung di RSU – yang ditampung, hanya yg mengalami gangguan Jiwa berat
3.1 Juli :
- 1882 : RSJ pertama di Indonesia
- 1902 : RSJ Lawang
- 1923 : RSJ Magelang
- 1927 : RSJ Sabang diRS ini jauh dari perkotaan
Perawat pasien bersifat isolasi & penjagaan (custodial care)
- Stigma
- Keluarga menjauhkan diri dari pasien
4.Dewasa Ini hanya satu jenis RSJ yaitu RSJ punya pemerintah
5.Sejak tahun 1910 – mulai dicoba hindari costodial care ( penjagaan ketat) & restraints (pengikatan )
6.Mulai tahun 1930 – dimulai terapi kerja seperti menggarap lahan pertanian
7.Selama Perang Dunia II & pendudukan jepang – upaya kesehatan jiwa tak berkembang
8.Proklamasi – perkembangan baru
- Oktober 1947 pemerintah membentuk Jawatan Urusan Penyakit Jiwa ( belum bekerja dengan baik)
- Tahun 1950 pemerintah memperingatkan Jawatan Urusan Penyakit Jiwa – meningkatkan penyelenggaraan pelayanan
9.Tahun 1966
- PUPJ Direktorat Kesehatan Jiwa
- UU Kesehatan Jiwa No.3 thn 1966 ditetapkan oleh pemerintah
- Adanya Badan Koordinasi Rehabilitasi Penderita Penyakit Jiwa ( BKR-PPJ) Dgn instansi diluar bidang kesehatan
10.Tahun 1973 – PPDGJ I yg diterbitkan tahun 1975 ada integrasi dgn puskesmas
11.Sejak tahun 1970 an : pihak swastapun mulai memikirkan masalah kes. Jiwa
12.Ilmu kedokteran Jiwa berkembang
- Adanya sub spesialisasi seperti kedokteran jiwa masyarakat, Psikiatri Klinik, kedokteran Jiwa Usila dan Kedokteran Jiwa Kehakiman
- Setiap sub Direktorat dipimpin oleh 4 kepala seksi
Program Kes. Jiwa Nasional dibagi dalma 3 sub Program yang diputuskan pd masyarakat dengan prioritas pd Heath Promotion
Sub Prgoram Perbaikan Pelayanan :
- Fokus Psychiatic – medical – Care
- Penekanan pada curative service ( treatment) dan rehabilitasi
Sub Program untuk pengembangan sistem
- Fokus pada peningkatan IPTEK, Continuing education, research administrasi dan manajemen, mental health information
Sub Program untuk establishment community mental health :
- Diseminasi Ilmu
- Fasilitasi RSJ swasta – perijinan
- Stimulasi konstruksi RSJ swasta
- Kerja sama dgn luarg negeri : ASEAN, ASOD, COD, WHO dan AUSAID etc
C.KONSEPTUAL MODEL DALAM PERAWATAN JIWA
Proses therapy
Psikoanalisisa menggunakan “ free association “ and analisa minimal
1.Yang dianalisa adalah masalah penting yang dialami sekarang – Psychioanalycal Model Develop by signuand freud
Central concept : id ego dan super ego
Ego defence machanism: Unconscious level of mental fungtioning
Symptont are symbols by the ariginal conflict
Contoh : obsessive compulsive – cuci tangan
hubungannya dgn masa lalu. Kalau tdk ada hubungan tdk usah dikaji lebih lanjut
Psikoanalisa teori kontemporer : Erikson, Anna Freud, Melania Klien, karen Horney
2.Interpersonal Model
Develop by Peplau, H,S. Sullivan
Penekanan pd hubungan interpersonal :
Pengalaman interpersonal : Good me, bad me not me
Jangan sering mengatakan pd anak, “kamu salah”
Kecemasan timbul jika rasa aman tdk terpenuhi dan merasa ditolak Sebab individu membutuhkan rasa aman dan kepuasan
Proses therapy : mengoreksi pengalaman interpersonal dgn memberikan pengalaman hubungan interpersonal yg positif dgn therapy
Therapist moderen klien secara aktif untuk membangun trust
Reedukasi : Identifikasi problem – encourage more succesful style dlm hubungan interpersonal
3.Social Model
Develop by Caplan
Asumsi : lingkungan sosial mempengaruhi individu dan pengalaman seseorang
Lingkungan sosial – penyebab stress – penyimpangan prilaku, orang yg punya limited social support – predisposisi untuk laladaptive coping respon
Social therapy
Membantu klien menangani sos-sistem
Krisis intervensi
Manipulasi sistem pendukung social (social support)
4.Existensial Model
Develop by Cart Regers
Existensi seseorang sebagai manusia
Penyimpangan prilaku : self alienated ( terasing ) feel helpless, sad, lonely
self criticise – hambatan dlm berhubungan dgn orang lain
Prose therapeutik : membantu klien mengeksploitasi diri dan menerimanya
5.Medical Model :
Fokus :
Diagnosa mental illness – treatment based on diagnosa
Somatic treatment :
Pharmacotherapy dan Electrocanvulsive therapy
Moderen psyhiatric care are dominated by medical model
Penyimpanan perilaku merupakan gejala dari gangguan pd susunan syaraf pusat
6.Islamic Model ( disadur dari Horikoshi 80)
Polarisasi struktural – World – diri manusia – keadaan
Knowledge – Tuhan – Akal – Selamat and culture
Cool (dingin)
Nature (Hot) - Setan – Jasad – Celaka
Gangguan Jiwa :
physiolocal disorder yg disebabkan oleh panas yg sangat tinggi yg diabsorbsi oleh pasien dari setan yg mempengaruhi jiwa manusia
Proses Terjadinya :
Panas yg sangat tinggi itu membakar darah manusia dan memblok saraf ke otak dgn kontaminasi darah kotor. Ini mengakibatkan kurangnya darah segar yg mengalir di otak sehingga pikiran menjadi sangat panas dan merusak fungsinya untuk menerima kebijaksanaan dan kata-kata tuhan
Terapi bertujuan mengembalikan keseimbangan “ hot and cool substance “ dlm diri manusia
D.MODEL KEPERAWATAN
Dasar :
1.Rentang
Sehat———————— sakit
Adaptif Maladaptif
2.Nursing Model
Peplau Interpersonal Model
Nursing :
a significant, therapeutik and interpersonal proces
Essence of nursing : relationship nurse – client
Nurse harus memahami diri
Dapat berinteraksi dgn klien
Orem :
Self care adalah tingkah laku yg dipelajari dan disegaja yg ditampilkan seseorang untuk memenuhi kebutuhannya.
Kemampuan seseorang memenuhi kebutuhannya tergantung pd situasi dan kondisinya
E. ASPEK ETIK DAN LEGAL
Etik dan Legal Psychiatry
Tension between individual
Ringth and social need
Legal content of care sangat penting karena ini berfokus pd patient ringht dan kualitas pelayanan yg diterima oleh pasien
1.Hospitalized Patient
Apakah pasien dgn psikosa diijinkan untuk menandatangani formulir (ijin) dirawat – jika tidak / ….
Di USA sejak thn 1940 : 90 % involuntary, 10 % voluntary tapi akhir-akhir ini 73 % dari1,6 juta pasien yg datang berobat adalah voluntary.
Di Idonesia
Involuntary – Justifikasinya : pasien dgn gangguan jiwa yg mempunyai satu atau lebih dari hal-hal berikut :
- Berbahaya untuk diri sendiri dan orang lain
- Membutuhkan treatment
- Tidak bisa memenuhi kebutuhan dasarnya
2.Dangerousmenss
Sberapa besar kemungkinan pasien berbahaya untuk orang lain  apakah pasien dikurung karena alasan bahwa dia akan berbahaya pd orang lain, dpt diterima ?
(pasien dikurung/diikat tdk etis karena melanggar hak, dia dikurung boleh asal ada alasan karena mengganggu
3.Freedom of choice
Siapa yg berhak mengambil keputusan tentang yg terbaik untuk pasien harus secara “ involuntary “ dirawat ?
Pasien:
Family memberikan
Health care provider
Judicial system
4.Discharge
5.ECT
F. WHO
Kes. Jiwa bukan hanya suatu keadaan tdk ganguan jiwa, melaikan mengandung berbagai karakteristik yg bersifat positif yg menggambarkan keselarasan dan keseimbangan kejiwaan yg mencerminkan kedewasaan kepribadian yg bersangkutan
G.UU KES. JIWA NO 03 THN 1966
Kondisi yg memungkinkan perkembangan fisik, intelektual emosional secara optimal dari seseorang dan perkebangan ini selaras dgn orang lain.
H.YAHODA
Kes. Jiwa adalah keadaan yg dinamis yg mengandung pengertian positif, yg dapat dilihat dari adanya kenormalan tingkalaku, keutuhan kepribadian, pengenalan yg benar dari realitas dan bukan hanya merupakan nkeadaan tanpa adanya penyakit, gangguan jiwa dan kelainan jiwa
I.CIRI-CIRI SEHAT JIWA MENURUT YAHODA
1.Sikap positif terhadap diri sendiri
2.Tumbuh kembang dan aktualisasi
3.Terintegrasi
4.Otonomi
5.Realitas persepsi
6.Penguasaan lingkungan
J.SEHAT MENTAL/KESEHATAN JIWA
It is the capacity of the individual to interact effectively with the environment. Good mental health means happiness, competence, a sense of pawer over ones live, positive feelings of self esteem andcapacies to love, work and play. Good mental health also allow individual to deal appropriately eith difficult live event ( the ministry of helath australia)
K.MASLOW
The achievent of self actualization including an understanding od self and reality, the expression of emotionality and spontaneity and the achievement of life goals
Kondisi yg memungkinkan seseorang berkembang secara optimal baik fisik, emosional dan intelegensi dan berjalan selaras / serasi dgn orang lain ( WHO)
L.KRITERIA SEHAT MENTAL MENURUT YAHODA
1.Sikap positif terhadap diri sendiri
2.Tumbuh, berkembang dan aktualisasi
3.Integrasi : Masa lalu dan sekrang
4.Otonomi dlm pengambilan kupusan
5.Persepsi sesuai kenyataan
6.Menguasai lingkungan : mampu beradaptasi
Tidak absolut, ada dlm rentang (Sehat – Sakit)
Sehat …………………………Sakit
Optimal G. Jiwa
M.MENTAL ILLNESS
An illness with psychologyc o]r behavioral manifestations and or impairment infungctioning due to a social, psychologic, generic, physical / chemical, or biologic disturbunce ( stuard dan Sundeen 1998 )
N.KARAKTERISTIK :
Gangguan dlm fungsi seperti skizofrenia. Depresi, kecemasan, keluhan fisik tanpa adanya penyebab secara organik.
Perubahan yg tiba-tiba ( mood behavior ). Harapan yg tdk rational
Ada 2 kategori : Psikotik dan Non spikotik
O.TANDA DAN GEJALA G. JIWA
Kapan seseorangg dikatakan mengalamai gangguan jiwa
Normall dan Abnormal
Gejala gangguan jiwa merupakan interaksi dari berbagai penyebab sebagai proses penyesuaian terhadap stressor
P.GEJALA GANGGUAN JIWA DPT BERUPA GANGGUAN PADA :
1.Kesadaran
2.Ingatan
3.Orientasi
4.Efek dan emosi
5.Psikomotor
6.Intelegensi
7.Kepribadian
8.Penampilan
9.Proses pikir, persepsi
10.Pola hidup
Q.PROSES TERJADINYA GANGGUAN JIWA
1.PENYEBAB :
Walaupun gejala utama terdapat pd unsur kejiwaan tapi penyebab utamanya mugkin di badan ( Somatogenik), di lingkungan sosial ( sosiogenik) atau psike ( psikogenik)
Penyebabnya tdk tunggal tapi beberapa penyebab yg terjadi bersamaan dan saling mempengaruhi
Secara umum diketahui bahwa gangguan jiwa disebabkan oleh adanya gangguan pd otak tapi tdk diketahui secara pasti apa yg mencetuskannya
Stress diduga sebagai pencetus dari gangguan jiwa tapi stress dapat juga merupakan hasil dari bwerkembangnya mental illness pd diri seseorang
Hubungan antara str..ess6s ddan m.ental iillness sangat komplek
Reaksi tiap orang terhadap stress berbeda-beda
Beberapa kemungkinan penyebab gangguan jiwa ( WF. MARA8MIS 1998 )
2.SOMATOGENIK
- Neuroanatomi
- Neurofiologis
- Neurokimia
- Tingkat perkembangan organik
- Faktor pre and perinatal
- Excessive secretion of the neurotransmitter nor epineprine
Excessive secretion of the neurotransintter norepimephrine may be a factor in anxiety disorders – antai ototng 1995
R.FACTOR PSIKOLOGIK
1.Interaksi ibu dan anak
2.Peranan ayah
3.Persaingan antar saudara kandung
4.Hubungan dalam keluarga, pekerjaan dan masyarakat
5.Kehilangan
6.Kosep diri
7.Pola adaptasi
8.Tingkat perkembangan emosi
S.FAKTOR SOSIAL BUDAYA
1.Kestabilan keluarga
2.Pola asuh anak
3.Tingak ekonomi
4.Perumahan
5.Pengaruh rasial dan keagamaan, nilai-nilai
T.PERAN PERAWAT DLM THERAPY DIBIDANG KES. JIWA
Asuhan yg kompeten ( competent of caring )
1.Pengkajian yg mempertimbangkan budaya
2.Merancang dan mengimplementasikan rencana tindakan
3.Berperan serta dlm pengelolaan kasus
4.Meningkatkan dan memelihara kesehatan mental, mengatasi pengaruh penyakit mental – penyuluhan dan konseling
5.Mengelola dan mengkoordinasikan sistem pelayanan yang mengintegrasikan kebutuhan pasien, keluarga staf dan pembuat kebijakan
6.Memberikan pedoman pelayana kesehatan
U.PERAN DAN FUNGSI PSYCHIATRIC NURSE
1.Psychiatric nursing dianggap sebuah profesi sejak akhir abad ke 19 dan sejak awal abad ke 20 profesi tersebut muncul sebagai spesialisasi dgn peran dan fungsinya yg unik.
2.Praktek psyhiatric nursing kontemporer
Psyhiatric nurse dianggap sebagai satu diatas 5 profesi dlm pelayanan jiwa yg lainnya : psyhiatrist psychologist social workes dan marriage dan family therapist
Psyhaitric nursing is an interpersonal proces that promotes and maintaina patien behavior that contributes to integratet fungtional ( stuart dan sundeen 1998 )
Klien dari psyhiatric nurse : individual keluarga, elompok masyarakat
Praktek keperawatan jiwa pd akhir-akhir ini mengacu pd sejumlah premise atau kepercayaan sebagai berikut:
Philosophicall belief of \nursing Practise
Menggunakan pengetahuan dari blophyysical, psychosocial. Sciieens teotty personality dan human behavior
Pemilihaan dari model-model konseptual
Era globalisasi – praktek harus dpt dipertanggungg jawabkan
Nurse patien rationship berubah menjadi nurse patient partnership, yg mengembangkan peran dari perawat jiwa profesional yg elemennya terdiri dari:
Kompetensi klien dan keluarga
Advocacy klien dan keluarga
Fisical responsibility
Kolaborasi dgn profesi lain
Social accountability
Legal ethical parameteer
Peran perawat tdk lagi hanya berfocus pd bedside care :
Perawat jiwa harus lebih sensitif pd lingkungan social anda advocacy terhadap kebutuhan klien dan keluarga
Pengembangan praktek, pendidikan dan riset
3.Tingkat Pencegahan
Primer : Insiden gangguan jiwa
Health promotion, illness prevention
Penyuluhan
Sekunder : illness by eart detection dan treatment of the problem. Skreening, home visit, crisis intervention
Tertier : residual impairment or disability :
Promote vovational dan rehabilitation
Organisation after care programe
Providing partial hospitalization
4.Rentang dari Perawatan (continuum of care )
5.Tingkat Penampilan
Tergantung pd 4 faktor
Hukum / Peraturan
Peraturan yg ada pd negara tersebut tentang peran dan fungsi psychiatric nurse
Kualifikasi
RN ( Psychiatric mental health registered nurse)
Psychiatric mental Health advence practise registred nurse
Setting praktek : purpose type, location administrasi
Di pemerintah
Di swasta
Personal inistif
V.PATEINT RIGHT
( Diadopsi dari Royal Hobart Hospital 1996)
1.Diberi informasi tentang alasan dirawat, diagnosa dan treatmen
2.Memperoleh perlindungan hukum jika diperlukan
3.Mempunyai hak untuk reviw, treatment yg diberi secara berkala
4.Hak untuk komplain jika pelayanan tdk memuaskan atau tdk sesuai standar
5.Hak untuk mendak treatmen kapanpun mereka ingin
6.Hak untuk menghubungkan keluarga dan teman
7.Confidentiality dan pryvacy
8.Terlibat dlm perencanaan pelayanan
9.Mendapatkan informasi tentang perubahan dlm asuhan
10.Hak untuk menghadap direktur RS untuk complain
11.Mendapatkan saran tentang obat-obatan dan self care
12.Menolak terlibat dlm penelitian
13.Diberi inform concent sebelum tindakan
14.Hak untuk meninggalkan RS kapanpun
15.Hak untuk dikunjungi kensultan psychiatri or psyahite nurse concultan minimal 1 kali dalam 24 jam
16.Dilindungi dari sexual harrassment dan abuse
W.HAK- HAK PASIEN
( Patient Right)
1.Hak untuk dihormati sebagai manusia
2.Hak memperoleh privacy
3.Hak untuk mempunyai kesempatan yg sama dan warga negara lainnya dlm pelayanan kesehatan pendapatan, pendidikan pekerjaan perumahan, transportasi dan hukum
4.Hak untuk mendapatkan informasi, pendidikan dan training ttg G.jiwa, pengobatan perawatan dan pelayanan yg tersedia
5.Hak untuk bekerja atau berinteraksi dgn tenaga kesehatan, khususnya dlm pengambilan keputusan sehubungan dgn tretment, perawatan dan rehabilitasi
6.Hak untuk komplain
7.Hak untuk mendapatkan advocacy
8.Hak untuk menghubungi teman dan saudara
9.Hak mendapatkan pelayanan yg mempertimbangkan budaya, agama dan jenis kelamin
10.Hak untuk hidup, bekerja dan berpartisipasi dlm masyarakat tanpa diskriminasi
PATIENT RIGHT, PERLU PERHATIAN ?
1.Banyak pasien terlantar dijalanan
2.Bicara kasar kepada pasien
3.Menelantarkan pasien
X. KEBERADAAN PELAYANAN KESEHATAN MENTAL
Untuk memenuhi kebutuhan konsumen dan promotion of mental health
DULU :
Patien Gangguan Jiwa dianggap sampah, memalukan dipasung
SEKARANG :
Meningkatkan Iptek
Pengetahuan masyarakat tentang gangguan jiwa meningkat
Human right
Penting meningkatkan mutu pelayanan dan perlindungan konsumen, perlu pemahaman tentang human right
Sayangnya di Indonesia perhatian terhadap hal ini belum banyak
Z.PRINSIP ASKEP JIWA
1.Peran dan fungsi perawat jiwa
2.Hubngan terapeutik perawat – pasien
3.Model dlm praktek kesehatan jiwa psikiatrik
4.Konteks biopsikososial askep jiwa
5.Kontek etik dan lega
6.Implementasi standar praktek klinik
7.Rentang asuhan
EXAMPLE: ASKEP KLIEN DGN SKIZOFRENIA
1.Maladaptive neurobiological respons
2.Gangguan orientasi realitas
3.1.1 % populasi – skizofrenoa
4.25 % klien skizofrenia – sebelimnya post psycotic defresion ( weiss, 1989 )
5.risk 0- > 0+
FAKTOR PENYEBAB
1.Genetika ( cloninger 1989 )
Ayah, ibu saudara anak, 10 % diturunkan keponakan,cucu 2-4 % Diturunkan kembar monozygote 46 – 48 % diturun
Kembar dizigot 14 – 17 %
2.Neurobiologikal
Terjadi pembesar ventrikel III pd posies sebelah kiri :
Lobus frontal klien skizofrenia ( dari orang normal, Andreasen, 1991)
Wernicle dan Brocas aphasia disorganisasi pd waktu bicara
Hiperaktifitas dopamine
3.Neurobehavioral
Kerusakan lobus Frontal – kesulitan dlm proses pemecahan masalah, berpikir abstrak, G. Psikomotorik
Kerusakan pd basal ganglia – distonia tremor
Gangguan pd lobus temporal limbic – meningkatnya kewaspadaan, distractbility, gangguan memory ( Short Term )
4.Stress
Stress psikososial dan perkembangan – gejala psikotik, kemiskinan, kebodohan, pengangguran, isolasi sosial, kehilangan
5.Penyalagunaan :
Coping yg maladaptif – obat- obatan
6.Psikodinamika
Freud : gangguan hubungan pd masa anak
STANDAR PRAKTEK KEPERAWATAN
Oleh : ASOSIASI PERAWAT AMERIKA
(ANA)
Standar Praktek Keperawatan Klinik KeS. Jiwa (Psikhiatric)
1.Menguraikan tingkat kompetensi askep, profesional dan kenerja profesional yg umum untuk perawat yg terlibat ditiap tatanan praktek klinik kesehatan jiwa
2.Standar asuhan :
Berhubungan dgn aktifitas keperawatan profesional yg dilakukan oleh perawat dgn melalui proses keperawatan :
Pengkajian St I
Diagnosa St II
Identifikasi hasil St III
Perencanaan ST IV
Implementasi ST V
Konseling, terapi lingkungan,
Aktifitas askep mandiri, intervensi Psikobiologis, penyuluhan kesehatan, manajemen kasus, pemeliharaan dan peningkatan kesehatan, Psikofarmakologi Psikoterapi, konsultasi
3.Evaluasi :
Standar Kinerja Profesional
St I : Kualitas asuhan
St II : Penilaian kinerja
St III : Pendidikan
St IV : Hub.dgn sejawat
St IV : Etika
St V : Kolaborasi
St VI : Riset
ZZ. PENGEMBANGAN ASUHAN KEPERAWATAN KESEHATAN JIWA
A.Konsep Pencegahan Primer
Analog : Imunisasi
Orang disiapkan untuk melewati setiap tahap perkembangannya dgn baik
Hal-hal yg perlu dicegah :
1.Perilaku Khusus :
- Mengalah / membahayakan
- Overacting
- Menunda / lamban
- Mengelak
- Menyalahkan orang lain
2.Kegagalan berperan sebagai orang tua, pelajar
3.Hubungan yg tertutup :
- Suami – Istri
- Ortu – anak
- Boss – anak buah
4.Perasaan yg berlebihan :
- Panik, cemas situasi baru fligth
( Perilaku menyerang ) temper tantrum
( Ngadat)
5.Ketidak mampuan Psikologis
- Proses berkabung yg Patologis
B.Meningkatkan Kes.Jiwa Keluarga Hal Penting :
Perawat harus memahami tumbuh kembang keluarga dan individu
Prevensi primer, sekunder, tertier
4 STRATEGI PENCEGAHAN PRIMER
1.Healt Education :
Meningkatkan kemampuan mengotrol diri sendiri, strategi coping yg efektif, realistis terhadap harga diri, sadar akan sumber daya
2.Merupakan lingkungan :
Keluarga
Masyarakat
Misalnya :ada anak yg marah – masyarakat mengejek, ia perlu healt edication untuk masyarakat
3.Sistem sosial yg mendukung :
memperluas dan memperkuat jaring sosial
menggunakan sistem pendukung di masyarakat
4.Bekerja dgn kelompok
Jadi terapi kelompok
Tujuan :
Kontrol perilaku – menurunkan stress
Memelihara self esteem dan integritas sosial
Evaluasi :
Penting
Sukar : long term
KETERANGAN :
4 Konteks Biopsikososial keperawatan jiwa
Praktek keperawatan Psikiatri kontemporer - Use model yg mengintegrasikan aspek bio psiko, dan sosialkultural individu dlm pengkajian, perencanaan dan peimplemetasikan intervensi keperawatan
7 . Rentang Asuhan
Pencegahan Primer
Pencegahan Sekunder
Pencegahan Tertier
Pengkajian Kebutuhan Pasien termasuk :
1.Stressor yg mempercepat respon maladaptif
2.Target atau kel. Populasi yg rentang beresiko tinggi suhubungan dgn stressor, termasuk anak-anak keluarga baru, keluarga yg mengalami perceraian atau penyakit, wanita dan lanjut usia
IZ. PERAWATAN KES. JIWA
Pengkajian
Pengumpulan Data :
Sumber Data
Jenis data
Tehnik pengumpulan data
Kerangka konsep
1.Identitas Klien
2.Keluhan utama :
- Alasan masuk / Apa yg menyebabkan masuk
3.Faktor presdiposisi
4.Aspek fisik / biologik
5.Aspek psikososial
6.Status mental
7.Kebutuhan persiapan pulang
8.Mekanisme koping
9.Masalah psikososial dan ligkungan
10.Pengetahuan
11.Aspek medik
Alasan Masuk
- Masalah aktual berdasarkan keluham utama
Faktor yang mempengaruh terjadinya gangguan jiwa pd individu bersangkutan :
1.Apakah klien klien tersebut sudah pasrah mengalami gangguan jiwa sebelumnnya
2.Pengobatan berhasil / tidak
3.Terkait dengan masalah terminal
Aspek Fisik / Biologi
- TD, Pernapasan, BB, TB (komprehensif)
Aspek Psikososial
1.Genogram generasi
- tidak mutlak generasi yg utama dgn siap k/ tinggal (pola asuh, komunikasi pengambilan keputusan )
2.Pola Asuh :
- Kehangatan
- Kontrol
3.Data diperoleh dgn pertanyaan :
- Bagaimana prilaku yg spesifik pd keluarga
- Apakah ada anggota keluarga lain yg pernah mengalami gangguan jiwa
- Bagaimana komunikasi pd keluarga tersebut
- Siapa orang yg terdekat dgn klien secara emosi / psikologis
4.Konsep diri ( gambaran diri, ideal diri, pesan, identitas)
5.Hubungan sosial
- Apakah klien mengikuti kegiatan yg ada dilingkungan
6.Status mental :
- Penampilan
- Pembicaraan
- Aktivitas motorik
- spritual
PENGKAJIAN
Kemampuan :
1.Kesadaran / titik diri
2.Observasi
3.Kom ter
4.Respek
Kesalahan :
1.Memberi pendapat
2.Menyimpulkan
Deskripsikan / interpretasikan sebagai data
Pohon Masalah
Efek
Care Problem
Causa
ANALISA DATA
1.Mengkaitkan – Data
2.Menghubungkan – Konsep – Teori – Prinsip
Kesimpulan :
1.Kesenjangan
2.Masalah kesehatan / keperawatan
a.Validasi
b.Klasifikasi
c.Bandingkan
d.Buat kesimpulan
e.Temukan etiologi
Daftar masalah keperawatan disusun sesuai prioritas :
1.Cara memprioritaskan masalah
- Fokus pd ancaman kehidupan
- Fokus keluarga/masalah utama
- Fokus akibat dengan masalah utama
- Fokus sebab dengan masalah utama
- Fokus kebutuhan
DIAGNOSA KEPERAWATAN
Penilaian klinis tentang respon individu, keluarga, kelompok, komunitas terhadap proses kehidupan dan atau masalah kesehatan dalam memenuhi kebutuhan dasar manusia yang mendasari intervensi keperawatan yang menjadi tanggung gugat perawat.
KOMPONEN DALAM DIAGNOSA KEP JIWA
1.Problem keadaan
2.Etiologi
3.Symptom
PROBLEM
Keadaan senjangan klein dgn faktor yg memberi gambaran dimana d/ keperawatan harus diberikan
ETIOLOGI
Penyebab masalah menunjukkan penyebab keadaan kesehatan yang memberi arah d/ keperawatan
SYMPTOM
Tanda-tanda dan gejala menggambarkan apa yg klien katakan dan apa yang diobservasi perawat
KOMPONEN
1.Subjek
2.K. Kerja
3.keadaan
4.Kriteri
5.Waktu
RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN
1.Serangkaina kegiatan tindakan
2.Susuai tindakan
3.Tiap tujuan khusus
TINDAKAN KEPERAWATAN
1.Observasi dan onitoring
2.Tindakan keperawatan
3.Pendidikan kesehatan
4.Therapy keperawatan
5.Tindakan kolaborasi
EVALUASI
1.Penilaian pencapaian Tujuan
2.Perubahan / perbaikan rencana :
- Orentasi tujuan
- Respon verbal dan non verbal
- Analisa keberhasilan
Catatan :
1. IQ = Insting , nasluri
2. EGO = Yg mempertahankan diri sampai tahu realitas
3. S. EGO = Nilai norma untuk diinternalisasi
Sumber:
- Hamid, Achir Yani. (2000). Buku Pedoman Askep Jiwa-1 Keperawatan Jiwa Teori dan Tindakan Keperawatan. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
- Isaacs, Ann. (2005). Keperawatan Kesehatan Jiwa dan Psikiatri. Edisi 3. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
- Keliat, Budi Anna. (2006) Proses keperawatan kesehatan jiwa. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
- Maramis, W. F. (2005). Ilmu Kedokteran Jiwa. Edisi 9. Surabaya: Airlangga University Press.
- Townsend, Mary. C. (2000). Psychiatric Mental Health Nursing Concepts Of Care. Edisi 3. Philadelphia: F. A. Davis Company
- Stuart dan Laraia. (2001). Principle and Practice Of Psychiatric Nursing. edisi 6. St. Louis: Mosby Year Book










SEJARAH PERKEMBANGAN KEPERAWATAN
March 9, 2010 by mirzal tawi
A. DEFINISI KEPERAWATAN
Perawat adalah mereka yang memiliki kemampuan dan kewenangan melakukan tindakan keperawatan berdasarkan ilmu yang dimilikinya yang diperoleh melalui pendidikan keperawatan (UU Kesehatan No. 23, 1992).

Menurut Effendy (1995), perawatan adalah pelayanan essensial yang diberikan oleh perawat terhadap individu, keluarga dan masyarakat. Pelayanan yang diberikan adalah upaya mencapai derajat kesehatan semaksimal mungkin sesuai dengan potensi yang dimiliki dalam menjalankan kegiatan di bidang promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif dengan menggunakan proses keperawatan.
Merawat mempunyai suatu posisi sentral. Merawat merupakan suatu kegiatan dalam ruang lingkup yang luas yang dapat menyangkut diri kita sendiri, menyangkut sesuatu yang lain dan menyangkut lingkungan. Jika kita merawat sesuatu, kita menginginkan hasil yang dicapai akan memuaskan. Jadi kita akan selalu berusaha untuk mencapai sesuatu keseimbangan antara keinginan kita dan hasil yang akan diperoleh.
B.SEJARAH PERKEMBANGAN KEPERAWATAN DUNIA
Merawat orang sama tuanya dengan keberadaan umat manusia. Oleh karena itu perkembangan keperawatan, termasuk yang kita ketahui saat ini, tidak dapat dipisahkan dan sangat dipengaruhi oleh perkembangan struktur dan kemajuan peradaban manusia. Kepercayaan terhadap animisme, penyebaran agama-agama besar dunia serta kondisi sosial ekonomi masyarakat.
1.Perkembangan Keperawatan Masa Sebelum Masehi
Pada masa sebelum masehi perawatan belum begitu berkembang, disebabkan masyarakat lebih mempercayai dukun untuk mengobati dan merawat penyakit. Dukun dianggap lebih mampu untuk mencari, mengetahui, dan mengatasi roh yang masuk ke tubuh orang sakit. Demikian juga di Mesir yang bangsanya masih menyembah Dewa Iris agar dapat disembuhkan dari penyakit. Sementara itu bangsa Cina menganggap penyakit disebabkan oleh setan atau makhluk halus dan akan bertambah parah jika orang lain menyentuh orang sakit tersebut.
2.Perkembangan Keperawatan Masa Setelah Masehi
Kemajuan pradaban manusia dimulai ketika manusia mengenal agama. Penyebaran agama sangat mempengaruhi perkembangan peradaban manusia, sehingga berdampak positif terhadap perkembangan keperawatan.
a.Perkembangan Kperawatan Masa Penyebaran kristen
Pada permulaan Masehi, Agama Kristen mulai berkembang. Pada masa itu, keperawatan mengalami kemajuan yang berarti, seiring dengan kepesatan perkembangan Agama Kristen. Ini dapat di lihat pada masa pemerintahan Lord Constantine, yang mendirikan Xenodhoeum atau hospes (latin), yaitu tempat penampungan orang yang membutuhkan pertolongan terutama bagi orang-orang sakit yang memerlukan pertolongan dan perawatan.
b.Perkembangan Keperawatan Masa Penyebaran Islam
Pada pertengahan Abad VI Masehi, Agama Islam mulai berkembang. Pengaruh Agama Islam terhadap perkembangan keperawatan tidak terlepas dari keberhasilan Nabi Muhammad SAW menyebarkan Agama Islam. Memasuki Abad VII Masehi Agama Islam tersebar ke berbagai pelosok Negara. Pada masa itu di Jazirah Arab berkembang pesat ilmu pengetahuan seperti: ilmu pasti, ilmu kimia, hygiene dan obat-obatan. Prinsip-prinsip dasar perawatan kesehatan seperti pentingnya menjaga kebersihan makanan, air dan lingkungan berkembang secara pesat. Tokoh keperawatan yang terkenal dari dunia Arab pada masa tersebut adalah “Rafida”.
c.Perkembangan Keperawatan Masa Kekuasaan
Pada permulaan Abad XVI, struktur dan orientasi masyarakat mengalami perubahan, dari orientasi kepada agama berubah menjadi orientasi kepada kekuasaan, yaitu: perang, eksplorasi kekayaan alam serta semangat kolonialisme. Pada masa itu telah terjadi kemunduran terhadap perkembangan keperawatan, dimana gereja dan tempat-tempat ibadah ditutup, sehingga tenaga perawat sangat jauh berkurang. Untuk memenuhi kekurangan tenaga tersebut maka digunakanlah bekas wanita jalanan (WTS) yang telah bertobat sebagai, sehingga derajat seorang perawat turun sangat drastis dipandangan masyarakat saat itu.
3.Perkembangan Keperawatan Di Inggris
Perkembangan keperawatan di Inggris sangat penting untuk kita pahami, karena Inggris melalui Florence Nightingle telah membuka jalan bagi kemajuan dan perkembangan keperawatan yang kemudian diikuti oleh negara-negara lain.
Florence Nightingle, lahir dari keluarga kaya dan terhormat pada tahun 1820 di Flronce (Italia). Setahun setelah kelahirannya, keluarga Florence kembali ke Inggris. Di Inggris Florence mendapatkan pendidikan sekolah yang baik sehingga ia mampu menguasai bahasa Perancis, Jerman, dan Italia. Pada usia 31 tahun Florence mengikuti kursus pendidikan perawat di Keiserwerth (Italia) dan Liefdezuster di Paris, dan setelah pendidikan ia kembali ke Inggris.
Pada saat Perang Krim (Crimean War) terjadi di Turki tahun 1854, Florence bersama 38 suster lainnya di kirim ke Turki. Berkat usaha Florence dan teman-teman, telah terjadi perubahan pada bidang hygiene dan keperawatan dengan indikator angka kematian turun sampai 2%.
Kontribusi Florence Nightingle bagi perkembangan keperawatan adalah menegaskan bahwa nutrisi merupakan satu bagian penting dari asuhan keperawatan, meyakinkan bahwa okupasional dan rekreasi merupakan suatu terapi bagi orang sakit, mengidentifikasi kebutuhan personal klien dan peran perawat untuk memenuhinya, menetapkan standar manajemen rumah sakit, mengembangkan suatu standar okupasi bagi klien wanita, mengembangkan pendidikan keperawatan, menetapkan 2 (dua) komponen keperawatan, yaitu: kesehatan dan penyakit. Meyakinkan bahwa keperawatan berdiri sendiri dan berbeda dan berbeda dengan profesi kedokteran dan menekankan kebutuhan pendidikan berlanjut bagi perawat.
C. SEJARAH PERKEMBANGAN KEPERAWATAN DI INDONESIA
1.Sejarah Perkembangan Keperawatan Sebelum Kemerdekaan
Pada masa pemerintahan kolonial Belanda, perawat berasal dari penduduk pribumi yang disebut “velpleger” dengan dibantu “zieken oppaser” sebagai penjaga orang sakit. Mereka bekerja pada rumah sakit Binnen Hospital di Jakarta yang didirikan tahun 1799.
Pada masa VOC berkuasa, Gubernur Jendral Inggris Raffles (1812-1816), telah memiliki semboyan “Kesehatan adalah milik manusia” Pada saat itu Raffles telah melakukan pencacaran umum, membenahi cara perawatan pasien dengan gangguan jiwa serta memperhatikan kesehatan dan perawatan tahanan.
Setelah pemerintah kolonial kembali ke tangan Belanda, di Jakarta pada tahun 1819 didirikan beberapa rumah sakit. Salah satunya adalah rumah sakit Sadsverband yang berlokasi di Glodok-Jakarta Barat. Pada tahun 1919 rumah sakat tersebut dipindahkan ke Salemba dan sekarang dengan nama RS. Cipto Mangunkusumo (RSCM).
Dalam kurun waktu 1816-1942 telah berdiri beberapa rumah sakit swasta milik misionaris katolik dan zending protestan seperti: RS. Persatuan Gereja Indonesia (PGI) Cikini-Jakarta Pusat, RS. St. Carolos Salemba-Jakarta Pusat. RS. St Bromeus di Bandung dan RS. Elizabeth di Semarang. Bahkan pada tahun 1906 di RS. PGI dan tahun 1912 di RSCM telah menyelenggarakan pendidikan juru rawat. Namun kedatangan Jepang (1942-1945) menyebabkan perkembangan keperawatan mengalami kemunduran.
2.Sejarah Perkembangan Keperawatan Setelah kemerdekaan
a.Periode 1945 -1962
Tahun 1945 s/d 1950 merupakan masa transisi pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Perkembangan keperawatan pun masih jalan di tempat. Ini dapat dilihat dari pengembanagan tenaga keperawatan yang masih menggunakan system pendidikan yang telah ada, yaitu perawat lulusan pendidikan Belanda (MULO + 3 tahun pendidikan), untuk ijazah A (perawat umum) dan ijazah B untuk perawat jiwa. Terdapat pula pendidikan perawat dengan dasar (SR + 4 tahun pendidikan) yang lulusannya disebut mantri juru rawat.
Baru kemudian tahun 1953 dibuka sekolah pengatur rawat dengan tujuan menghasilkan tenaga perawat yang lebih berkualitas. Pada tahun 1955, dibuka Sekolah Djuru Kesehatan (SDK) dengan pendidikan SR ditambah pendidikan satu tahun dan sekolah pengamat kesehatan sebagai pengembangan SDK, ditambah pendidikan lagi selama satu tahun.
Pada tahun 1962 telah dibuka Akademi Keperawatan dengan pendidikan dasar umum SMA yang bertempat di Jakarta, di RS. Cipto Mangunkusumo. Sekarang dikenal dengan nama Akper Depkes di Jl. Kimia No. 17 Jakarta Pusat.
Walupun sudah ada pendidikan tinggi namun pola pengembangan pendidikan keperawatan belum tampak, ini ditinjau dari kelembagaan organisasi di rumah sakit. Kemudian juga ditinjau dari masih berorientasinya perawat pada keterampilan tindakan dan belum dikenalkannya konsep kurikulum keperawatan. Konsep-konsep perkembangan keperawatan belum jelas, dan bentuk kegiatan keperawatan masih berorientasi pada keterampilan prosedural yang lebih dikemas dengan perpanjangan dari pelayanan medis.
b.Periode 1963-1983
Periode ini masih belum banyak perkembangan dalam bidang keperawatan. Pada tahun 1972 tepatnya tanggal 17 April lahirlah organisasi profesi dengan nama Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) di Jakarta. Ini merupakan suatau langkah maju dalam perkembangan keperawatan. Namun baru mulai tahun 1983 organisasi profesi ini terlibat penuh dalam pembenahan keperawatan melalui kerjasama dengan CHS, Depkes dan organisasi lainnya.
c.Periode 1984 Sampai Dengan Sekarang
Pada tahun 1985, resmi dibukanya pendidikan S1 keperawatan dengan nama Progran Studi Ilmu Keperawatan (PSIK) di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesi di Jakarta. Sejak saat itulah PSIK-UI telah menghasilkan tenaga keperawatan tingkat sarjana sehingga pada tahun 1992 dikeluarkannya UU No. 23 tentang kesehatan yang mengakui tenaga keperawatan sebagai profesi.
Pada tahun 1996 dibukanya PSIK di Universitas Padjajaran Bandung. Pada tahun 1997 PSIK-UI berubah statusnya menjadi Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia (FIK-UI), dan untuk meningkatkan kualitas lulusan, pada tahun 1998 kurikulum pendidikan Ners disyahkan dan digunakan. Selanjutnya juga pada tahun 1999 kurikulum D-III keperawatan mulai dibenahi dan mulai digunakan pada tahun 2000 sampai dengan sekarang.
D.TREND KEPERAWATAN SEKARANG DAN MASA DEPAN
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi di segala bidang termasuk bidang kesehatan, peningkatan status ekonomi masyarakat, peningkatan perhatian terhadap pelaksanaan hak asasi manusia, kesadaran masyarakan akan kebutuhan kesehatan mengakibatkan masyarakat semakin sadar akan pentingnya hidup sehat dan melahirkan tuntutan akan pelayanan kesehatan yang berkualitas.
Pergeseran akan fenomena tersebut, telah mengubah sifat pelayanan keperawatan dari pelayanan fokasional yang hanya berdasarkan keterampilan belaka kepada pelayanan profesional yang berpijak pada penguasaan iptek keperawatan dan spesialisasi dalam pelayanan keperawatan.
Fokus peran dan fungsi perawat bergeser dari penekanan aspek kuratif kepada peran aspek preventif dan promotif tanpa meninggalkan peran kuratif dan rehabilitatif.
Kondisi ini menuntut uapaya kongkrit dari profesi keperawatan, yaitu profesionalisme keperawatan. Proses ini meliputi pembenahan pelayanan keperawatan dan mengoptimalkan penggunaan proses keperawatan, pengembangan dan penataan pendidikan keperawatan dan juga antisipasi organisasi profesi (PPNI).
1.Pengembangan dan Penataan Pendidikan Keperawatan
Meningkatnya tuntutan masyarakat terhadap pelayanan keperawatan yang profesional, telah memicu perawat untuk terus mengembangkan dirinya dalam berbagai bidang, terutama penataan sistem pendidikan keperawatan. Oleh karena itu profesi keperawatan dengan landasan yang kokoh perlu memperhatikan wawasan keilmuan, orientasi pendidikan dan kerangka konsep pendidikan
a.Wawasan Keilmuan
Pada tingkat pendidikan akademi, penggunaan kurikulum D III keperawatan 1999, merupakan wujud dari pembenahan kualitas lulusan keperawatan. Wujud ini dapat dilihat dengan adanya:
•Mata Kuliah Umum (MKU), yaitu: Pendidikan Agama, Pancasila, Kewiraan dan Etika Umum)
•Mata Kuliah Dasar Keahliah (MKDK), yaitu: Anatomi, Fisiologi dan Biokimia, Mikrobiologi dan Parasitologi, Farmakologi, Ilmu Gizi dan Patologi.
•Mata Kuliah Keahlian (MKK), yaitu: KDK, KDM I dan II, Etika Keperawatan, Komunikasi Dalam Keperawatan, KMB I, II, III, IV dan V, Keperawatan Anak I dan II, Keperawatan Maternitas I dan II, Keperawatan Jiwa I dan II, Keperawatan Komunitas I, II dan III, Keperawatan Keluarga, Keperawatan gawat Darurat, Keperawatan Gerontik, Kepemimpinan dan Manajemen Keperawatan, Keperawatan Profesional dan Pengantar Riset Keperawatan.
Demikian juga halnya dengan tingkat pendidikan S1 Keperawatan, yaitu dengan berlakunya kurikulum Ners pada tahun 1998.
Sementara itu di Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia (FIK-UI) telah dibuka S2 Keperawatan untuk Studi Manajemen Keperawatan, Keperawatan Maternitas dan Keperawatan Komunitas. Dan selanjutnya akan dibuka Studi S2 Keperwatan Jiwa dan Keperawatan Medikal Bedah.
Dapat disimpulkan bahwa saat ini perkembangan keperawatan diarahkan kepada profesionalisme dengan spesialisasi bidang keperawatan.
b.Orientasi Pendidikan
Pendidikan keperawatan bagaimanapun akan tetap berorientasi pada pengembangan pengetahuan dan teknologi, artinya pengalaman belajar baik kelas, laboratorium dan lapangan tetap mengikuti kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta memanfaatkan segala sumber yang memungkinkan penguasaan iptek. Sehingga diharapkan dapat meningkatkan pelayanan keperawatan dan persaingan global.
c.Kerangka Konsep
Berpikir ilmiah, pembinaan sikap dan tingkah laku profesional, belajar aktif mandiri, pendidikan dilingkungan masyarakat serta penguasaan iptek keperawatan merupakan karakteristik dari pendidikan profesional keperawatan.
2.Perkembangan Pelayanan Keperawatan
Perubahan sifat pelayanan dari fokasional menjadi profesional dengan fokus asuhan keperawatan dengan peran preventif dan promotif tanpa melupakan peran kuratif dan rehabilitatif harus didukung dengan peningkatan sumber daya manusia di bidang keperawatan. Sehingga pada pelaksanaan pemberian asuhan keperawatan dapat terjadinya pelayanan yang efisien, efektif serta berkualitas.
Selanjutnya, saat ini juga telah berkembang berbagai model prakti keperawatan profesional, seperti:
•Praktik keperawatan di rumah sakit fasilitas kesehatan
•Praktik keperawatan di rumah (home care)
•Praktik keperawatan berkelompok (nursing home = klinik bersama, dan
•Praktik keperawatan perorangan, yaitu melalui keputusan Kepmenkes No. 647 tahun 2000, yang kemudian di revisi menjadi Kepmenkes No. 1239 tahun 2001 tentang Registrasi dan Praktik Keperawatan.
Daftar Pustaka
Alimul, A.H. (2002), Pengantar pendidikan keperawatan. Sagung Seto: Jakarta
Effendy, N. (1995), Pengantar proses keperawatan. EGC: Jakarta
Gaffar, L.O.J. (1999), Pengantar praktik keperawatan professional. EGC: Jakarta
Stevens, P.J.M, et al. (1999) Ilmu keperawatan. Jilid I, Ed. 2. EGC: Jakarta


















PELAYANAN KESEHATAN JIWA INTEGRATIF
Dr. Dan Hidayat SpKJ(K)
Pendahuluan
Prinsip pelayanan kesehatan jiwa dapat dibagi dalam tiga jenis pelayanan:
A. Pelayanan bersifat mediko-psiko-sosial, dimana digunakan pendekatan eklektik¬holistik yaitu pendekatan secara terinci dan secara menyeluruh; juga mengetrapkan prinsip-prinsip ilmu kedokteran, ilmu kedokteran jiwa (psikiatri), ilmu perilaku (psikologi) dan ilmu sosial (sosiologi)
B. Pelayanan bersifat komprehensif, berupa pelayanan promosi kesehatan jiwa, pelayanan prevensi, kurasi dan rehabilitasi gangguan kesehatan jiwa
C. Pelayanan paripurna yang terdiri dari
o Pelayanan kesehatan jiwa spesialistik yang dilakukan oleh psikiater dan ada di RS Jiwa, RS Ketergantungan Obat, RS Umum kelas A dan B, praktik swasta.
o Pelayanan kesehatan jiwa terpadu atau pelayanan kesehatan jiwa integratif yang dilakukan oleh dokter umum di Puskesmas dan RS Umum kelas C dan D, praktik umum swasta.
o Pelayanan kesehatan jiwa yang bersumber daya masyarakat di Posyandu, PKK, LKMD, PMR, Pramuka, dilaksanakan oleh guru, orangtua, tokoh masyarakat
Pada kali ini akan dibahas khusus pelayanan kesehatan jiwa integratif, yaitu pelayanan kesehatan jiwa yang dilakukan oleh dokter umum dalam praktik sehari¬harinya.
Menurut The World Health Report 2001 dikatakan bahwa prevalensi gangguan mental dan perilaku adalah:
• 25 % dari seluruh penduduk pada suatu masa dari kehidupannya pernah mengalami gangguan jiwa
• 40 % diantaranya didiagnosis secara tidak tepat, sehingga menghabiskan biaya untuk pemeriksaan laboratonium dan pengobatan yang tidak tepat
• 10 % populasi dewasa pada suatu ketika dalam kehidupannya mengalami gangguan jiwa
• 24% pasien pada pelayanan kesehatan dasar
Sedangkan hasil survei kesehatan rumah tangga (SKRT) pada tahun 1995 oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes) Departemen Kesehatan RI dengan menggunakan rancangan sampel dan Sensus Nasional (Susenas) Biro Pusat Statistik (BPS) terhadap 65.664 rumah tangga, didapatkan prevalensi gangguan jiwa per 1000 anggota keluarga yaitu pada usia 5-14 tahun 104 orang, pada usia diatas 15 th 140 /1000. Sedangkan prevalensi diatas 100 /1000 anggota rumah tangga dianggap sebagai masalah kesehatan masyarakat yang perlu mendapat perhatian (priority public health problem). Dengan demikian gangguan jiwa sudah merupakan masalah kesehatan masyarakat yang perlu mendapat perhatian.

Hasil penelitian th 2002 di Propinsi Nangroe Aceh Darussalam (daerah konflik) di 20
Puskesmas dan 10 kabupaten/kota terhadap pasien yang pertama kali datang berobat: 51,10% mengalami gangguan kesehatan jiwa.
Penelitian terakhir di Jawa Barat th 2002 (point prevalence - unpublished) ditemukan 36 % pasien yang berobat ke Puskesmas mengalami gangguan kesehatan jiwa.

Penyakit atau Gangguan Penyakit atau gangguan secara dikotomis dapat dibagi dalam penyakit fisik atau penyakit organik dan penyakit mental atau penyakit fungsional. Bila karena penyakit fisik timbul gangguan mental maka dikatakan gangguan mental organik; sebaliknya bila karena adanya gangguan/ masalah mental timbul gangguan fisik maka dikatakan gangguan psikosomatik(istilah yang masih banyak digunakan di kalangan medik); bila karena ada masalah flsik kemudian timbul masalah kejiwaan secara tidak langsung, disebut gangguan somato psikis; bila gangguan fisik dan gangguan mental berada bersamaan tanpa hubungan sebab akibat, dikatakan sebagai komorbiditas.

Sesungguhnya gangguan fisik dan gangguan mental tidak bisa dipisah-pisahkan, upaya memisahkan fisik dan mental merupakan upaya dikotomis dan hal ini tidak tepat dalam pendekatan eklektik-holistik; dan semua gangguan itu sesungguhnya dapat dilakukan dengan pendekatan psikosomatik. Gangguan fungsional mempunyai komponen organik, misalnya perasaan sedih dapat mengeluarkan air mata; gangguan fisik pun mempunyai komponen psikologik, misalnya karena adanya virus HIV dalam darah sudah dapat menimbulkan depresi (somatopsikis), walaupun virus HIV belum menyerang otaknya.Pembagian organik dan fungsional dalam praktik umum, hanya untuk kemudahan pemeriksaan saja, sedangkan pendekatannya tetap secara ekietik holistik.
Pengertian dasar Untuk dapat melakukan deteksi dini gangguan mental, diperlukan beberapa pengertian dasar seperti berikut : yang dimaksud dengan gangguan organik atau penyakit fisik adalah gangguan mengenai organ tubuh, ada gejala dan tanda-tanda obyektif, ada gangguan faali atau kerusakan jaringan atau struktural pada organ tubuh, dapat dibuktikan dengan pemeriksaan fisik, laboratonium, radiologi, EEG, CT scan, USG, MRI, PET-scan dan sebagainya.

Sedangkan gangguan psikologik atau gangguan mental adalah gangguan pada fungsi mental(jiwa) yaitu fungsi yang berkaitan dengan emosi (perasaan), kognisi (pikiran), konasi (perilaku); juga ada gejala dan tanda-tanda obyektif (psikopatologi yang nyata secara klinis), bisa disertai dengan/tanpa kerusakan struktur/jaringan susunan saraf pusat; juga ada keluhan atau penderitaan (distres) dan pasien dan/atau keluanganya; biasanya disertai disabilitas atau disfungsi yaitu ganguan pada fungsi pekerjaan, fungsi sosial, dan fungsi sehari-hari. Etiologinya multi faktorial yaitu secara organobiologik, psikologik, pendidikan, dan sosial-budaya.
Etiologi Organobiologik Penyakit Otak (Intraserebral) seperti gangguan degeneratif, infeksi pada otak, ganguan cerebrovaskular, trauma kapitis, epilepsi, neoplasma, toksik (NAPZA), dan herediter.

Penyakit Sistemik (Ekstraserebral) seperti gangguan metabolisme, endokrin/hormonal, infeksi sistemik, atau penyakit autoimum.
Etiologi Psikologik Seperi krisis yaitu suatu kejadian yang mendadak; konflik, suatu pertentangan batin; tekanan khususnya dan dalam dirinya, seperti kondisi fisik yang tidak ideal; frustrasi, suatu kegagalan dalam mencapai tujuan; dan sudut pendidikan dan perkembangan seperti salah asih, salah asah, salah asuh; dan takterpenuhinya kebutuhan psikologik seperti: rasa aman, nyaman, perhatian, kasih-sayang.
Etiologl Sosio-kultural Problem keluarga, problem dengan lingkungan, pendidikan, pekerjaan, perumahan, ekonomi, akses ke pelayanan kesehatan, problem hukum / kriminal dan problem psikososial lainnya.
Tanda/gejala organik Faktor organik spesifik yang diduga ada kaitannya dengan gangguan kejiwaan seperti penyakit/gangguan sistemik atau otak yaitu yang berkaitan dengan etiologi organobiologik. Tanda dan gejalanya adalah penurunan kesadaran patologik dan delinum, apathia, somnolen, sopor, sampai koma; adanya gangguan fungsi intelektual atau fungsi kognitif, seperti gangguan daya ingat, daya pikir, daya belajar, gangguan perhatian yaitu berkurangnya kemampuan mengarahkan, memusatkan, mempertahankan dan mengalihkan perhatian; ada gangguan orientasi tempat, waktu dan perorangan; bisa disertai gangguan persepsi seperti halusinasi visual.
Tanda/Gejala Penggunaan NAPZA Keparahannya dan intoksikasi tanpa komplikasi dan penggunaan yamg merugikan, sampai gangguan psikotik dan demensia. Ada riwayat penggunaan zat psikoaktif secara patologik artinya setiap hari harus menggunakan zat psikoaktif agar dapat berfungsi secara adekuat/memadai minimal satu bulan.

Intoksikasi adalah suatu gangguan mental dimana terdapat tingkah laku maladaptive akibat penggunaan zat psikoaktif.

Penyalahgunaan zat tanpa ketergantungan: pola penggunaan zat psikoaktif secara patologik disertai hendaya dalam fungsi sosial atau pekerjaan dan telah berlangsung paling kurang satu bulan.

Ketergantungan bila ada ketergantungan fisiologik yang dibuktikan dengan adanya toleransi dan sindrom putus zat dan hampir selalu disertai penggunaan patologik yang mengakibatkan hendaya dalam fungsi sosial atau pekerjaan.

Toleransi berarti untuk mendapatkan efek yang sama dan zat tersebut, diperlukan peningkatan dosis.

Sindrom putus zat (withdrawal) terjadi bila ada pengurangan yang cukup banyak dan zat yang rutin digunakan atau mendadak menghentikan penggunaan zat tersebut.
Gejala-gejala Psikotik
• Waham: keyakinan menetap yang tak sesuai dengan kenyataan dan selalu dipertahankan
• Halusinasi: persepsi pancaindera tanpa sumber rangsangan sensorik eksternal
• Inkoherensi: pembicaraan/tulisan yang tidak dapat dimengerti
• Katatonla: gangguan psikomotor seperti mematung, fleksibilitas lilin, stupor, furor (kegelisahan yang muncul secara mendadak), gerakan stereotipik
• Perilaku kacau: telanjang, gelisah, mengamuk, menarik diri, perilaku aneh
• Gejala negatif (kehilangan kemampuan yang biasanya ada pada orang yang tidak sakit) pada skizofrenia kronis seperti inatensi, afek mendatar, abulia, alogia, avoliition, asosialiitas, tak merawat diri, apatis terhadap lingkungan.
Gejala Afektif Afek/mood adalah suasana perasaan internal yang berkepanjangan dan meresap, yang sering mempengaruhi perilaku dan persepsi individu akan dunia luar seperti anxietas (cemas patologik), depresi dan mania
• Anxietas : rasa khawatir yang berlebihan, disertai dengan ketegangan motorik dan hiperaktivitas otonom seperti berdebar-debar, keringat dingin, dan tensi naik.
• Fobia : ketakutan irasional yang menetap terhadap suatu obyek atau situasi
o fobia sosial : takut diperhatikan, salah tindak dan sebagainya
o agorafobia : fobia terhadap keramaian dan kesendirian
o klaustrofobia : fobia terhadap ruang tertutup, seperti dalam lift
o akrofobia : fobia terhadap ketinggian
• Panik : kecemasan yang memuncak dan sesaat saja, pada situasi yang tak berbahaya
• Obsesif-kompulsif : pikiran dan perbuatan berulang yang tak bisa dihindarkan
• Depresi: rasa sedih yang berlebihan dan berkepanjangan, kehilangan minat dan kegembiraan, dan berkurangnya enersi, sehingga mudah lelah, aktivitas berkurang. Gejala-gejala depresif :
o rasa sedih, murung, putus asa, rendah diri
o kehilangan gairah kerja, gairah belajar, gairah seks, lesu, aktivitas berkurang
o gangguan makan dan gangguan tidur, keluhan fisik lainnya
o menyendiri, tak suka bergaul, kurang komunikasi
o ingin mati, rasa bersalah, tak ada semangat
• Mania: suasana perasaan yang meningkat, disertai peningkatan daham jumlah dan kecepatan aktivitas fisik dan mental, dalam berbagai derajat keparahan, gejalanya:
o Rasa senang yang berlebih
o Enersi yang bertambah, timbul hiperaktif, kebutuhan tidur berkurang
o Psikomotilitas meningkat: banyak bicara, ide kebesaran, sangat optimistik
Pelayanan kesehatan jiwa integratif dalam praktik umum Dalam praktik kedokteran, pasien yang datang berobat selalu mempunyai keluhan utama. Keluhan utama itu dapat kita bagi dalam:
• Keluhan fisik yaitu keluhan fisik tanpa jelas ada faktor mental emosional. Seperti: kurus, kurang gizi; penglihatan kabur, katarak; bisul, koreng, demam, muntaber; varices, wasir, perdarahan; patah tulang, cedera kepala; kencing manis; benjolan di buah dada; keracunan singkong beracun; kelainan bawaan, thalasemia. Pada keluhan fisik, bilajelas tak ada masalah mental emosional dibalik keluhan fisiknya, langsung diterapi sesuai dengan diagnosis flsik.
• Keluhan psikosomatik yaitu keluhan fisik yang berlatar belakang faktor mental emosional. Keluhan Psikosomatik berkaitan dengan sistem organ:
o Kardio-vaskuler: keluhan jantung berdebar-debar, cepat lelah
o Gastro-intestinal: keluhan ulu hati nyeri, mencret kronis
o Respiratorlus: keluhan sesak napas, asma
o Dermatologi: keluhan gatal, eksim
o Muskulo-skeletal: keluhan encok, pegal, kejang
o Endokrinologl: keluhan hipertiroidi, hipotiroidi, dismenorea
o Urogenital: kehuhan masih ngompoh, gangguan gairah seks
o Serebro vaskuler: keluhan pusing, sering lupa, sukar konsentrasi, kejang epilepsi
Pada keluhan psikosomatik, biasanya dibalik keuhan flsiknya ada masalah kejiwaannya; masalah kejiwaan yang paling sering menyertai keluhan psikosomatik ini adalah gejala anxietas, dan gejala depresi.

• Keluhan mental emosional yaitu keluhan yang berkaitan dengan fungsi mental seperti emosi, kognisi dan konasi. Keluhan mental emosional dapat berupa:
o Gejala psikotik: halusinasi, waham, inkoherensi, katatonia, perilaku kacau, gejala negatif
o Gejala anxletas: cemas, khawatir, berdebar, keringat dingin
o Gejala depresif: murung, tak bergairah, putus asa, menyendiri, pasif, tak banyak bicara
o Gejala manik: gembira, banyak bicara, aktif sekali
o Retardasi mental: bodoh, tak bisa mengikuti pelajaran, sukar mengadakan adaptasi, sejak usia dibawah 18 tahun
o Pemakaian NAPZA: teler, sakau, curiga (‘parno’), takut
o Anak dan remaja: kesulitan belajar, gangguan perkembangan, gangguan makan, gangguan perilaku, masih mengompol pada anak diatas 5 tahun, gangguan interaksi, komunikasi, gangguan pemusatan perhatian dengan hiperaktivitas
Pada pasien yang datang dengan keluhan psikosomatik dan keluhan mental emosional maka yang perlu dilakukan oleh dokter adalah menetapkan:
• Stresor (etlologi) nya: organobiologik atau psikososial
• Ada atau. tidak adanya distres/penderitaan/keluhan pada pasien, dan/atau lingkungan/keluarga
• Ada atau tidak adanya gangguan fungsi seperti fungsi pekerjaan/akademik, fungsi sosial, fungsi sehari-hari
Hal-hal yang berkaitan dengan pembuatan diagnosis:
• Gejala kejiwaan yang disertai dengan distres/penderitaan dan/atau gangguan fungsi disebut Gangguan Mental
• Gangguan Mental yang disebabkan stresor organobiologik disebut Gangguan Mental Organik(GMO)
• Gangguan Mental yang disebabkan stresor psikososial disebut Gangguan Mental Non Organik (GMNO)
Pembuatan diagnosis (kode diagnosis lCD 10)secara cepat dan petunjuk terapi:
1. Kalau pasien hanjut usia (diatas 65 th) datang dengan keluhan utama: gangguan daya ingat, tanpa penurunan kesadaran secara patologik => Demensia (F00#)
Pedoman praktis terapi demensia, prinsip umumnya adalah:
Identifikasi dan obati kondisi medik umum seperti tiroid, B12, HIV; pasien kontrol satu kali setiap minggu, kemudian satu kahi setiap bulan; evaluasi potensi bunuh diro dan cedera diri; dilarang mengemudikan kendaran bermotor; jangan biarkan pergi sendirian sertakan identitas diri yang melekat pada tubuhnya seperti gelang dengan nomor telepon dan alamat; beritahu keluarga tentang penyakitnya, keputusan keuangan, surat wasiat, kelompok pendukung, organisasi masyarakat. Obat yang bisa diberikan adalah vitamin E, neurotropik, nootropik, ginkobiloba, ergot mesylate (hidergine), tacrine, donepezil (Aricept), rivastigmine (Exelon), galantamine (Reminyl)
2. Kalau pasien datang dengan kesadaran berkabut (penurungan kesadaran secara patologik, dan kesadaran berkabut sampai koma), berkurangnya kemampuan mengarahkan, memusatkan, mempertahankan dan mengalihkan perhatian, bisa disertai halusinasi, waham, berlangsung kurang dari 6 bulan => Delirium (F05) Terapi delirium adalah terapi kausal. Perlu dukungan fisik agar tidak timbul kecelakaan, dukungan sensor agar tidak terlalu dirangsang atau terialu kurang dirangsang, dan dukungan lingkungan yaitu perlu pendamping atau pengasuh biasa. Bila disertai gejala psikotik rujuk saja ke RS Jiwa. Gejala insomnia dapat diterapi dengan benzodiazepin kerja singkat (lorazepam) atau hidroxyzine (lterax/bestalin). Pada delirium karena putus alkohol dapat diberikan benzodiazepin kerja panjang (diazepam).
3. Kalau pasien datang dengan nwayat penggunaan zat psikoaktif sampai saat ini => Gangguan Penggunaan Zat Psikoaktif (F10 alkohol, F11 opioida, F12 ganja, F13 hipnotika, F15 stimulansia); kemudian tentukan kondisi pada saat datang apakah dalam keadaan intoksikasi akut, penggunaan yang merugikan, sindrom ketergantungan, keadaan putus zat dengan / tanpa delirium, gangguan psikotik, atau sindrom amnesik.
Terapi intoksikasi alkohol: muntahkan bila belum lama, berikan kopi kental, aktivitas fisik atau mandi air dingin-hangat. Bila berat seperti intoksikasi alkohol idiosinkratik dan stupor alkoholik sebaiknya dirujuk ke RS Ketergantungan Obat atau RS Jiwa. lntoksikasi opioida diterapi dengan Naloxone HCI di rumah sakit
Intoksikasi ganja, lntoksikasi kokain atau amfetamin atau stimulansia diterapi dengan diazepam 10-30 mg im/ oral; clobazam 3 x 10 mg , bila palpitasi beri propanolol 3 dd 10-40 mg; bila disertai gejala psikotik berikan antipsikotik.
Terapi terhadap kondisi kelebihan dosis pada dasarya simtomatik; masalah yang membahayakan kehidupan pasien rujuk ke unit gawat darurat dengan memperhatikan kondisi A (irways) B(reathing) C (irculation)
Terapi terhadap gejala putus zat bisa dilakukan secara simtomatik, kalau tidak berhasil dirujunk ke rumah sakit jiwa atau rumah sakit ketergantungan obat
4. Kalau pasien datang dengan keluhan sesuai dengan gejala psikotik yang berlangsung lebih dan satu bulan => Skizofrenia (F20#)
Terapi: obat antipsikotik seperti haloperidol 3 dd 5 mg; bila dalam keadaan gaduh gelisah diberikan suntikan haloperidol im 5 mg setiap jam bersama dengan diazepam 10 mg im (di RS Jiwa). Bila psikosis kronik dapat diberikan antipsikosis long acting seperti fluphenasin decanoas (Modecate) 25 mg im setiap 4 minggu atau Haldol decanoas 50 mg im setiap 4 minggu. Untuk gejala negatif dan skizofrenia dapat diberikan obat antipsikotik atipikal seperti risperidon (Risperdal), quetiapine (Seroqueh), olanzepin (Zyprexa), aripiprazole (Abilify), zotepine (Lodopin), clozapine (Clozani). Antipsikosis atipikal juga dapat untuk gejala positif seperti waham, halusinasi, inhoherensi, perihaku kacau.
5. Kalau pasien datang dengan keluhan sesuai dengan gejala psikotik yang berlangsung kurang dari satu bulan => Gangguan Psikotik Akut(F23)
Terapi: lihat terapi pada skizofrenia
6. Kahau pasien datang dengan keluhan sesuai dengan gejala manik yang berlangsung lebih dari satu minggu => Mania (Gangguan Bipolar) (F31)
Terapi: berikan mood stabilizers seperti lithium karbonat, karbamazepin, vaiproat; bila disertai gejala psikotik dapat berikan obat antipsikotik
7. Kalau pasien datang dengan keluhan sesuai dengan gejala depresi yang berlangsung lebih dari dua minggu =>Gangguan Depresif (F32#), Terapi: obat antidepresan, bila berat disertai dengan tentamen suicidum rujuk ke RS Jiwa untuk mendapat terapi kejang listrik.
Antidepressant Drugs menurut cara bekerjanya dapat digolongkan dalam:
o NA & 5-HT re-uptake inhibitors (imipramine-Tofranil, amytriptyline-Laroxyl)
o NA-RI (mianserine-Tolvon, maprotiline-Ludiomil)
o NA-RI: Dibenzoxazepine (amoxapin-Asendin)
o 5-HT RI/receptor blockers (trazodone-Trazone, clomipramine-Anafranil)
o SSRI : Selective 5-HT RI (fluoxetine-Prozac, sertraline-Zoloft, paroxetine-Seroxat, fluvoxamine-Luvox, citalopram-Cipram, escitalopram-Cipralex)
o SNRI: 5-HT-NARI (venlafaxine-Effexor, duloxetine-Cymbalta)
o RIMA : Reversible inhibition of MAO-A (moclobemide -Aurorix)
o NaSSA : NA and Specific Serotonergic Antidepressant (Mirtazapine - Remeron)
o SRE: Serotonin re-uptake enhancer (tianeptine - Stablon)
o SDRI: Selective DA RI (bupropion-Wellbutrin)
Keterangan: NA, N (Noradrenergik, Norepinephrine); 5-HT (Serotonin); RI (ReuptakeInhibitor); DA(Dopamin)
8. Kalau pasien datang dengan keluhan sesuai dengan gejala fobik (takut terhadap sesuatu obyek atau situasi tertentu) => Gangguan Fobik(F40)
Terapi: obat golongan benzodiazepin, antidepresan, SSRI, venlafaxine, dulocetine disertai dengan terapi psikologik(terapi perilaku)
9. Kalau pasien datang dengan keluhan sesuai dengan gejala panik (gejala cemas yang memuncak dan berlangsung sesaat saja) => Gangguan Panik (F41.0) Terapi: alprazolam 3 dd 0,5 mg atau antidepresan golongan SSRI, atau imipramine, dan terapi psikologik
10. Kalau pasien datang dengan keluhan sesuai dengan gejala anxietas (cemas disertai gejala debar-debar, keringat dingin, tegang) => Gangguan Anxietas (F41.1)
Terapi: Benzodiazepin seperti chlordiazepoxide, diazepam, clobazam, bromazepam, alprazolam, lorazepam; non-benzodiazepin seperti buspirone, hydroxyzine (Iterax)
11. Kalau pasien datang dengan keluhan sesuai dengan gejala obsesif kompulsif (pikiran dan/atau perilaku yang berulang, disertai kecemasan, dan tak bisa dihindarkan) => Gangguan Obsesif Kompulsif (F42)
Terapi: SSRI, clomipramin (Anafranil), clonazepam; kadang-kadang perlu obat antipsikotik seperti haloperidol.
12. Kalau pasien datang dengan keluhan sesuai dengan gejala anxietas atau gejala depresi yang timbul segera setelah suatu kejadian/stresor berat => Reaksi Stres Akut(F43.0)
Terapi: obat antianxietas dan/atau antidepresan dan terapi psikologik
13. Kalau pasien datang dengan keluhan sesuai dengan gejala anxietas atau gejala depresi yang timbul dalam kurun waktu 6 bulan setelah suatu kejadian traumatik/stresor/berat => Gangguan Stres Pasca Trauma (F43.1) Terapi: obat antianxietas dan/atau antidepresan dan terapi psikologik
14. Kalau pasien datang dengan keluhan sesuai dengan gejala anxietas ataugejala depresi yang timbul karena perubahan situasi atau lingkungan => Gangguan Penyesuaian dengan gejala anxietas/depresif(F43.2)
Terapi: obat antianxietas dan/atau antidepresan dan terapi psikologik
15. Kalau pasien datang dengan keluhan sesuai dengan gejala fisik tanpa kelainan struktural/organ yang dilatarbelakangi oleh gejala anxietas atau depresi => Gangguan Somatoform (F45)
Terapi: obatantianxietas dan/atau antidepresan danterapi psikologik
16. Kalau pasien datang dengan keluhan sesuai dengan gejala fisik dengan penyakit fisik yang dihatarbelakangi oleh gejala anxietas atau depresi => Gangguan Psikosomatik, Gangguan Makan, Gangguan Tidur, Disfungsi Seksual(F50#) Terapi: obat antianxietas dan/atau antidepresan dan terapi psikologik; juga gangguan fisiknya
17. Kalau pasien datang dengan keluhan sesuai dengan gejala perilaku yang cenderung menetap dan merupakan pola hidup yang khas dalam hubungan dengan diri sendiri maupun pada orang lain, sehingga mengganggu norma sosial, penaturan, etika, kewajiban => Gangguan kepribadian (F60#) Terapi: gejala periakunya dengan obat antipsikotik dan terapi perilaku
18. Kalau pasien datang dengan keluhan kecerdasan yang kurang, disertai kemampuan adaptasi yang kurang, sejak sebelum usia 18 tahun => Retardasi Mental (F70#)
Terapi: sekolah Iuarbiasa. Bila ada gangguan perilaku diterapi simtomatik
19. Kalau pasien anak datang dengan keluhan gangguan perkembangan khas berbicara, berbahasa, mengeja, membaca, berhitung, motorik => Gangguan Perkembangan Psikologis (F80#)
Terapi: Pendidikan khusus (remedial teaching)
20. Kalau pasien anak datang dengan keluhan adanya gangguan interaksi sosial, komunikasi, dan perilaku yang terbatas dan berulang, sejak sebelum usia 3 tahun=> Autisme Masa Kanak(F84.O)
Terapi: pendidikan keluarga, terapi perilaku, terapi pendidikan khusus untuk bahasa.
21. Kalau pasien anak datang dengan keluhan adanya gejala berkurangnya kemampuan memusatkan perhatian, disertai dengan hiperaktivitas > Gangguan Hiperkinetik(F90) atau Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD)
Terapi: Methylphenidate
22. Kalau pasien anak datang dengan keluhan adanya kenakalan pada anak dan remaja => Gangguan tingkah laku pada anak dan remaja(F91)
Terapi: pendidikan keluarga dan terapi perilaku
23. Kahau pasien anak datang dengan keluhan adanya gejaha mengompol pada anak diatas 5tahun => Enuresis Non-organik(F98.0)
Terapi: Imipramine I dd 25 mg sebelum tidur dan terapi perilaku
24. Kalau pasien datang dengan keluhan kejang / tanpa kejang, sadar/tak sadar, berulang => Epilepsi (G40#)
Terapi: Antiepileptikum
Penutup Moga-moga makalah ini dapat membantu dokter dalam melakukan praktik pelayanan kesehatan jiwa yang terpadu dalam praktik umum sehingga banyak pasien yang dapat pelayanan yang lebih baik.

Dibawakan pada symposium “Deteksi dini dan penatalaksanaan terapi gangguan jiwa dalam praktik umum” pada tanggal 27 Oktober 2007, di Hotel Redtop, Jakarta













Trend issue kep. Jiwa

trend curent issue dan kecenderungan dalam keperawatan jiwa
Trend Current issue dan kecenderungan dalam keperawatan jiwa
Trend atau current issue dalam keperawatan jiwa adalah masalah-masalah yang sedang hangat dibicarakan dan dianggap penting. Masalah-masalah tersebut dapat dianggap ancaman atau tantangan yang akan berdampak besar pada keperawatan jiwa baik dalam tatanan regional maupun global. Ada beberapa tren penting yang menjadi perhatian dalam keperawatan jiwa di antaranya adalah sebagai berikut:
• Kesehatan jiwa dimulai masa konsepsi
• Trend peningkatan masalah kesehatan jiwa
• Kecenderungan dalam penyebab gangguan jiwa
• Kecenderungan situasi di era global
• Globalisasi dan perubahan orientasi sehat
• Kecenderungan penyakit jiwa
• Meningkatnya post traumatik sindrom
• Meningkatnya masalah psikososial
• Trend bunuh diri pada anak
• Masalah AIDS dan NAPZA
• Pattern of parenting
• Perspektif life span history
• Kekerasan
• Masalah ekonomi dan kemiskinan
A. Kesehatan jiwa dimulai masa konsepsi
Dahulu bila berbicara masalah kesehatan jiwa biasanya dimulai pada saat onset terjadinya sampai klien mengalami gejala-gejala. Di Indonesia banyak gangguan jiwa terjadi mulai pada usia 19 tahun dan kita jarang sekali melihat fenomena masalah sebelum anak lahir. Perkembangan terkini menyimpulkan bahwa berbicara masalah kesehatan jiwa harus dimulai dari masa konsepsi malahan harus dimulai dari masa pranikah.banyak penelitian yang menunjukkan adanya keterkaitan masa dalam kandungan dengan kesehatan fisik dan mental seseorang di masa yang akan datang. Penelitian-penelitian berikut membuktikan bahwa kesehatan mental seseorang dimulai pada masa konsepsi.
Van de carr (1979) menemukan bahwa seorang pemusik yang hebat terlahir dari seorang ayah yang menggeluti musik, pola-polanya sudah dipelajari sejak dalam kandungan pada saat bayi belum lahir yang sudah terbiasa terpapar oleh suara-suara komposisi lagu yang teratur.
Marc Lehrer, seorang ahli dari university of California menemukan bahwa dari 3000 bayi yang diteliti serta diberikan stimulasi dini berupa suara, musik, cahaya, getaran dan sentuhan, ternyata setelah dewasa memiliki perkembangan fisik, mental dan emosi yang lebih baik. Kemudian Craig Ramey, meneliti bahwa stimulasi dini, bonding and attachment pada bayi baru lahir dapat meningkatkan inteligensi bayi antara 15-30%.
Marion cleves meneliti tentang tikus-tikus yang hamil. Beberapa tikus hamil yang diberikan stimulasi aliran listrik rendah, cahaya, suara dan jebakan-jebakan menunjukkan banyaknya percabangan dendrite sebagai prasyarat kecerdasan. Setelah dibandingkan dengan kelompok control ternyata menunjukkan perbedaan yang signifikan. Demikian juga penelitian-penelitian yang dilakukan di hospital Bangkok Thailand, pada bayi-bayi yang mendapat prenatal care yang baik dan stimulasi sejak dalam kandungan. Ternyata bayi tersebut mampu berbicara, berkomunikasi, menirukan suara, menyebut kata pertama dan senyum. Hal ini didukung oleh penemuan beatriz manrique (presiden the Venezuela ministry for the development of intelligence) dalam penelitian pada 600 bayi, ternyata stimulasi sejak dalam kandungan dapat menigkatkan kemampuan adaptasi, attachment, dan bahasa.
Demikian juga dengan kaitan antara masa kehamilan dengan skizofrenia. Skizofrenia sering dianggap sebagai penyakit kronis dan tidak dapat disembuhkan. Anggapan tersebut keliru, karena dengan pengobatan yang baik banyak penderita yang dapat kembali ke masyarakat dan berfungsi optimal. Salah satu kendala dalam mengobati skizofrenia optimal adalah keterlambatan penderita datang ke klinik pengobatan. Timbul pertanyaan, mungkinkah penyakit ini dideteksi sedini mungkin dan dicegah perkembangannya? Tahun 1988, Mednick dkk dalam penelitian epidemiologi melaporkan penemuan yang menarik, yaitu hubungan antara skizofrenia dengan infeksi virus dalam kandungan. Laporannya didasarkan atasepidemi virus influenza pada tahun 1957 di kota Helsinki.epidemi ini sangat spesial mengingat pertama, terjadinya dalam kurun waktu yang pendek, dimulai pada tanggal 8 oktober dan berakhir 5 minggu kemudian 14 November. Kedua, epidemi ini sangat menyebar. Hampir dua pertiga penduduk kota ini terkena infeksi dalam berbagai tingkatan. Kondisi ini memungkinkan dilakukannya evaluasi efek jangka panjang.
Mednick membuktikan bahwa mereka yang pada saat epidemi sedang berada pada trimester dua dalam kandungan mempunyai resiko yang leih tinggi untuk menderita skizofrenia di kemudian hari. Penemuan penting ini menunjukkan bahwa lingkungan luar yang terjadi pada waktu yang tertentu dalam kandungan dapat meningkatkan risiko menderita skizofrenia.
Mednick menghidupkan kembali teori perkembangan neurokognitif, yang menyebutkan bahwa pada penderita skizofrenia terjadi kelainan perkembangan neurokognitif sejak dalam kandungan. Beberapa kelainan neurokognitif seperti berkurnagnya kemampuan dalam mempertahankan perhatian, membedakan suara rangsang yang berurutan, working memory, dan fungsi-fungsi eksekusi sering dijumpai pada penderita skizofrenia.
Dipercaya kelainan neurokognitif di atas didapat sejak dalam kandungan dan dalam kehidupan selanjutnya diperberat oleh lingkungan, misalnya, tekanan berat dalam kehidupan, infeksi otak, trauma otak, atau terpengaruh zat-zat yang mempengaruhi fungsi otak seperti narkoba. Kelainan neurokognitif yang telah berkembang ini menjadi dasar dari gejala-gejala skizofrenia seperti halusinasi, kekacauan proses pikir, waham/delusi, perilaku yang aneh dan gangguan emosi.
B. Trend peningkatan masalah kesehatan jiwa
Masalah jiwa akan meningkat di era globalisasi. Sebagai contoh jumlah penderita sakit jiwa di propinsi lain dan daerah istimewa Yogyakarta terus meningkat. Penderita tidak lagi didominasi masyarakat kelas bawah. Kalangan pejabat dan masyarakat lapisan menengah ke atas, juga tersentuh gangguan psikotik dan depresif.
Kecenderungan itu tampak dari banyaknya pasien yang menjalani rawat inap maupun rawat jalan di RS Grhasia Yogyakarta dan RS Sardjito Yogyakarta. Pada dua rumah sait tersebut klien gangguan jiwa terus bertambah sejak tahun 2002 lalu. Pada tahun 2003 saja jumlahnya mencapai 7.000 orang, sedang pada 2004 naik menjadi 10.610 orang. Sebagian dari klien menjalani rawat jalan, dank lien yang menjalani rawat inap mencapai 678 orang pada 2003 dan meningkat menjadi 1.314 orang pada tahun 2004. yang menarik, klien gangguan jiwa sekarang tidak lagi didominasi kalangan bawah, tetapi kalangan mahasiswa, pegawai negeri sipil, pegawai swasta, dan kalangan professional juga ada diantaranya. Klien gangguan jiwa dari kalangan menengah ke atas, sebagian besar disebabkan tidak mampu mengelola stress dan ada juga kasus mereka yang mengalami post power syndrome akibat dipecat atau mutasi jabatan.
Kepala staf medik fungsional jiwa RS Sardjito Yogyakarta, Prof.Dr. Suwadi mengatakan, pada tahun 2003 jumlah klien gangguan jiwa yang dirawat inap sebanyak 371 pasien. Tahun 2004 jumlahnya meningkat menjadi 433 pasien. Jumlah itu, belum termasuk klien rawat jalan di poliklinik yang sehari-hari rata-rata 25 pasien. Demikian juga di propinsi Sumatera Selatan, gangguan kejiwaan dua tahun terakhir ini menunjukkan kecenderungan peningkatan. Beban hidup yang semakin berat, diperkirakan menjadi salah satu penyebab bertambahnya klien gangguan jiwa. Kepala Rumah Sakit Jiwa (RSJ) daerah Propinsi Sumatera Selatan mengungkapkan: setahun ini jumlah klien gangguan jiwa yang ditangani di RSJ mengalami peningkatan 10-15% dibandingan dengan tahun sebelumnya. Kecenderungannya, kasus-kasus psikotik tetap tinggi, disusul kasus neurosis yang cenderung meningkat, rekam medis di RSJ Sumsel mencatat, jumlah klien yang dirawat meningkat dari jumlah 4.101 orang (2003) menjadi 4.384 orang (2004). Dari keseluruhan jumlah klien yang dirawat selama 2004, sebanyak 1.872 pasien diantaranya dirawat inap di RSJ itu. Sebanyak 1.220 orang adalah sebagai pasien lama ang sebelumnya pernah dirawat. Kondisi lingkungan yang semakin keras, dapat menjadi penyebab meningkatnya jumlah masyarakat yang mengalami gangguan kejiwaan. Apalagi untuk individu yang rentan terhadap kondisi lingkungan dengan timgkat kemiskinan terlalu menekan.
Kasus-kasus gangguan kejiwaan yang ditangani oleh para psikiater dan dokter di RSJ menunjukkan bahwa penyakit jiwa tidak mengenal baik strata sosial maupun usia. Ada orang kaya yang mengalami tekanan hebat, setelah kehilangan semua harta bendanya akibat kebakaran. Selain itu kasus neurosis pada anak dan remaja, juga menunjukkan kecenderungan meningkat. Neurosis adalah bentuk gangguan kejiwaan yang mengakibatkan penderitanya mengalami stress, kecemasan yang berlebihan, gangguan tidur, dan keluhan penyakit fisik yang tidak jelas penyebabnya. Neurosis menyebabkan merosotnya kinerja individu. Mereka yang sebelumnya rajin bekerja, rajin belajar menjadi lesu, dan sifatnya menjadi emosional. Melihat kecenderungan penyakit jiwa pada anak dan remaja kebanyakan adalah kasus trauma fisik dan nonfisik. Trauma nonfisik bisa berbentuk musibah, kehilangan orang tua, atau masalah keluarga.
Tipe gangguan jiwa yang lebih berat, disebut gangguan psikotik. Klien yang menunjukkan gejala perilaku yang abnormal secara kasat mata. Inilah orang yang kerap mengoceh tidak karuan, dan melakukan hal-hal yang bisa membahayakan dirinya dan orang lain, seperti mengamuk.
C. Kecenderungan faktor penyebab gangguan jiwa
Terjadinya perang, konflik, lilitan krisis ekonomi berkepanjangan merupakan salah satu pemicu yang memunculkan stress, depresi, dan berbagai gangguan kesehatan jiwa pada manusia. Menurut data World Health Organization (WHO), masalah gangguan kesehatan jiwa di seluruh dunia memang sudah menjadi masalah yang sangat serius. WHO (2001) menyataan, paling tidak, ada satu dari empat orang di dunia mengalami masalah mental. WHO memperkirakan ada sekitar 450 juta orang di dunia yang mengalami gangguan kesehatan jiwa. Sementara itu, menurut Uton Muchtar Rafei, Direktur WHO wilayah Asia Tenggara, hamper satu per tiga dari penduduk di wilayah ini pernah mengalami gangguan neuropsikiatri. Buktinya, bisa kita cocokkan dan lihat sendiri dari data Survei Kesehatan Rumah Tangga ( SKRT); tahun 1995 saja, di Indonesia diperkirakan sebanyak 264 dari 1.000 anggota rumah tangga menderita gangguan kesehatan jiwa.
Dalam hal ini, Azrul Azwar (Dirjen Bina Kesehatan Masyarakat DepKes) mengatakan, angka itu menunjukkan jumlah penderita gangguan kesehatan jiwa di masyarakat yang sangat tinggi, yakni satu dari empat penduduk Indonesia menderita kelainan jiwa dari rasa cemas, depresi, stress, penyalahgunaan obat, kenakalan remaja samapai skizofrenia.
Bukti lainnya, berdasarkan data statistik, angka penderita gangguan kesehatan jiwa memang mengkhawatirkan. Secara global, dari sekitar 450 juta orang yang mengalami gangguan mental, sekitar satu juta orang diantaranya meninggal karena bunuh diri setiap tahunnya. Angka ini lumayan kecil jika dibandingkan dengan upaya bunuh diri dari para penderita kejiwaan yang mencapai 20 juta jiwa setiap tahunnya.
Adanya gangguan kesehatan jiwa ini sebenarnya disebabkan banyak hal. Namun, menurut Aris Sudiyanto, (Guru Besar Ilmu Kedokteran Jiwa (psikiatri) Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo, ada tiga golongan penyebab gangguan jiwa ini. Pertama, gangguan fisik, biologis atau organic. Penyebabnya antara lain berasal dari faktor keturunan, kelainan pada otak, penyakit infeksi (tifus, hepatitis, malaria dan lain-lain), kecanduan obat dan alkohol dan lain-lain. Kedua, gangguan mental, emosional atau kejiwaan. Penyebabnya, karena salah dalam pola pengasuhan (pattern of parenting) hubungan yang patologis di antara anggota keluarga disebabkan frustasi, konflik, dan tekanan krisis. Ketiga, gangguan sosial aau lingkungan. Penyebabnya dapat berupa stressor psikososial (perkawinan, problem orangtua, hubungan antarpersonal dalam pekerjaan atau sekolah, di lingkungan hidup, dalam masalah keuangan, hukum, perkembangan diri, faktor keluarga, penyakit fisik, dan lain-lain).
D. Kecenderungan situasi di era globalisasi
Era globalisasi adalah suatu era dimana tidak ada lagi pembatas antara negara-negara khususnya di bidang informasi, ekonomi, dan politik. Perkembangan IPTEK yang begitu cepat dan perdagangan bebas yang merupakan ciri era ini, berdampak pada semua sector termasuk sektor kesehatan
Diposkan oleh belahan jiwa di 00.41




Peringatan hari kesehatan jiwa sedunia pada tahun 2008 mengambil tema: “MENJADIKAN KESEHATAN JIWA SEBAGAI PRIORITAS GLOBAL: MENINGKATKAN PELAYANAN KESEHATAN JIWA MELALUI ADVOKASI DAN AKSI MASYARAKAT”. Berdasarkan tema tersebut diharapkan dapat memacu perkembangan keperawatan jiwa dalam rangka mengembangkan pendidikan, pelayanan, riset keperawatan jiwa serta perkembangan organisasi profesi yaitu Ikatan Perawat Kesehatan Jiwa Indonesia (IPKJI) di Indonesia untuk mampu berkompetisi dalam era globalisasi yang sedang berlangsung saat ini.


Langkah IPKJI yang secara rutin menyelenggarakan Konferensi Nasional (KONAS) memiliki nilai strategis dalam mewujdkan Asuhan Keperawatan Kesehatan Jiwa. KONAS telah menjadi suatu forum sharing informasi, inovasi dan edukasi serta komunikasi bagi komunitas keperawatan jiwa di Indonesia yang selanjutnya diharapkan mampu memberikan kontribusi sebesar-besarnya-besarnya dalam upaya mendukung program pemerintah membangun dan meningkatkan derajat kesehatan jiwa masyarakat Indonesia.


Propinsi Kalimantan Timur merupakan salah satu propinsi yang strategis dalam melakukan upaya meningkatkan pelayanan keperawatan kesehatan jiwa. Kekuatan berupa aset pelayanan dan SDM tenaga keperawatan yang dimiliki oleh Propinsi Kalimantan timur cukup memadai dalam melakukan upaya yang dimaksud. Tenaga keperawatan yang ada di Propinsi Kalimantan Timur memiliki kualifikasi jenjang pendidikan yang bervariasi mulai dari SPR/SPK, D3, S1 dan S2 serta Spesialis Keperawatan. Data kesehatan jiwa yang diperoleh yaitu berdasarkan riset kesehatan dasar menunjukkan bahwa prevalensi gangguan mental emosional bagi penduduk berusia 15 tahun ke atas di Propinsi Kalimantan Timur sebesar 6,9% (Depkes,2007). Hal ini menjadi peluang bagi Propinsi Kalimantan Timur untuk melaksanakan rekomendasi hasil KONAS I – V IPKJI yang bertujuan untuk meningkatkan pelayanan keperawatan kesehatan jiwa di wilayah Kalimantan Timur.

Uraian di atas menjadi pertimbangan mendasar bagi Akademi Keperawatan Pemerintah Propinsi Kalimantan Timur yang bekerjasama dengan PPNI Propinsi Kalimantan Timur untuk melakukan suatu upaya awal dengan melaksanakan kegiatan sosialisasi tren dan isu keperawatan kesehatan jiwa di masyarakat.Kegiatan tersebut dilaksanakan pada tanggal 18 Pebruari 2009 di Akper Pemprop Kaltim Samarinda. Peserta yang hadir sejumlah 30 orang dengan distribusi bahwa 19 orang dari perawat Puskesmas Se- Kotamadya Samarinda, 3 orang dari Akademi Keperawatan di Samarinda 7 orang dari RS Atma Husada Mahakam Samarinda.

Pada kesempatan membuka kegiatan ini, Kadinkes Propinsi Kaltim yang diwakili oleh drg.Suharsono, menyatakan bahwa "kegiatan yang digagas oelh Akper Pemprop Kaltim ini merupakan kegiatan yang sangat positif dalam upaya pelayanan kesehatan jiwa di masyarakat. Drg. Suharsono juga menyampaikan bahwa gangguan jiwa merupakan hal yang sangat penting untuk diperhatikan karena 8,1%DALY artinya produktivitas pasien menurun akibat gangguan jiwa hingga mencapai 8,1%. Selain itu dinyatakan juga bahwa angka gangguan jiwa di Kaltim menurut Riskedas mencapai 1,3% penduduk Kaltim mengalami GANGGUAN JIWA BERAT (Depkes,2007).Dinkes sangat mendukung program pelayanan keperawatan jiwa terutama dari aspek dana yang akan diperuntukkan dalam mengembangkan kesehatan jiwa Kaltim. Pihak Dinas Kesehatan juga mengharapkan bahwa kegiatan ini merupakan embrio untuk pengembangan pelayanan kesehatan jiwa dengan basis masyarakat dan perlu disusun upaya untuk kesinambungannya.

(noviebsuryanto.040309)
Diposkan oleh novie b suryanto sp jiwa di 17.33
Label: Keperawatan jiwa




TREND / ISU DIMENSI SPRITUAL DALAM ASUHAN KEPERAWATAN JIWA


Kecepatan informasi dan mobilitas manusia di era modernisasi saat ini begitu tinggi sehingga terjadi hubungan social dan budaya. Hubungan social antar manusia dirasakan menurun akhir – akhir ini, bahkan kadang- kadang hanya sebatas imitasi saja. Padahal bangsa Indonesia yang mempunyai / menjunjung tinggi adat ketimuran sangat memperhatikan hubungan social ini. Dengan demikian kita patut waspada dari kehilangan identitas diri tersebut. Perubahan yang terjadi tadi dapat membuat rasa bingung karena muncul rasa tidak pasti antara moral, norma,nilai – nilai dan etika bahkan juga hokum. Menurut Dadang Hawari ( 1996 ) hal – hal tersebut dapat menyebabkan perubahan psikososial, antara lain : pola hidup social religious menjadi materialistis dan sekuler. Nilai agama dan tradisional diera modern menjadi serba boleh dan seterusnya.
Perubahan – perubahan yang dirasakan dapat mempengaruhi tidak hanya fisik tapi juga mental, seperti yang menjadi standar WHO ( 1984 ) yang dikatakan sehat tidak hanya fisik tetapi juga mental,social dan spiritual. Standar sehat yang disampaikan oleh WHO tersebut dapat menjadi peluang besar bagi perawat untuk berbuat banyak, karena perawat mempunyai kesempatan kontak dengan klien selama 24 jam sehari. Olehnya itu dalam tulisan ini kami bermaksud mebahas tentang dimensi spiritual, dimensi spiritual dalam kesehatan, konsep dalam memberikan asuhan keperawatan spiritual dan proses keperawatan dalam dimensi spiritual.

Pengertian Dimensi Spritual
Spritual menurut New Webster’s Dictionary ( 1981, hal. 1467 ) : spirit berasal dari bahasa latin yaitu spirare. Spirare berarti hembus atau nafas. Spirit ini merupakan bagian yang sangat prinsip dalam hidup manusia. Ia berada dalam jasmani manusia, sebagai jiwa, dan terpisah dari tubuh saat manusia meniggal. Hal tersebut sesuai dengan pengertian spirit dalam kamus bahasa Indonesia ( Dep Dik Bud 1990 ) yang berarti jiwa, sukma atau roh sedangkan spiritual berarti kejiwaan, rohani, mental atau moral.

Spritual oleh Taylor, 1997 adalah segala sesuatu yang digunakan manusia untuk berhubungan dengan sesuatu yang bukan bersifat materi yang memberi kekuatan kehidupan dan kekuatan yang lebih besar. Spiritual digambarkan sebagai bagian dari sesuatu yang datang untuk diketahui, dicintai, dan pelayanan kepada Tuhan, dengan kata lain hubungan tanpa batas, dan pengalaman yang mempunyai kekuatan yang menyeluruh.

Menurut Fish dan Shelly, 1978 ( dari Taylor, dkk,1997 ) kebutuhan spiritual membawahi semua tradisi agama dan bersifat biasa pada semua orang, meliputi kebutuhan akan arti dan tujuan, cinta dan saling berhubungan, saling memaafkan.

Dari semua pengertian diatas spiritual merupakan kebutuhan dari setiap individu, sehingga individu akan puas jika kebutuhan spritualnya terpenuhi. Sebaliknya jika tidak terpenuhi, individu tersebut tidak terpenuhi kebutuhannya secara menyeluruh.

Dimensi spritual dalam kesehatan

Pada prakteknya ilmu pengetahuan dan agama tidak lagi bersifat dikotomis melainkan antara keduanya sudah terintegrasi ( saling menunjang ). Seperti yang dikatakan oleh Albert Einstein, ilmuwan penemu atom, ilmu pengetahuan tanpa agama bagaikan orang buta, tetapi agama tanpa ilmu pengetahuan bagaikan orang lumpuh.

Merujuk dari pentingnya pengetahuan dan agama tersebut untuk jiwa yang sehat banyak penelitian dilakukan di antaranya sebuah penelitian yang mengatakan kelompok yang tidak terganggu jiwanya adalah yang mempunyai agama yang bagus dan sebaliknya. Karl Jung telah menyimpulkan dari analisanya bahwa mereka yang menderita penyakit mental mengalami suatu kekosongan rohani. Terapinya terletak pada siraman keimanan yang kuat.
( Amir Syam,S.Kep,Ns)





Diferensiasi Gangguan Jiwa Dengan Proses Berfikir Berubah (Distorsif)
Written by Suparno
Abstract: The distortion on thinking process can be caused by organic disorder and psychological disorder, that often interrelated with psychotic condition.
The term psychotic has historically received a number of different definitions, none of which has achieved universal acceptance. The narrowest definition of psychotic is restricted to delusions or prominent hallucinations, with the hallucinations occuring in the absence of insight into their pathological nature. A slightly less restrictive definition would also include prominent hallucination that the individual realizes are hallucinatory experiences. Broader still is a definition that also includes other positive symptoms of schizophrenia: disorganized speech, grossly disorganized or catatonic behavior). The diferentiation was needed, that certained by acutenesss of consciousness changes in a quality and quantity manner, and be sure with cognitif changes.
Keyword: Consciousness changes, organic disorder, psychological disorder


Distorsi pada proses berfikir dapat disebabkan karena gangguan organik maupun gangguan psikologik, yang sering terkait dengan kondisi psikotik. Istilah psikotik secara historis telah diterima sejumlah definisi yang berbeda, na¬mun tak satupun yang diambil sebagai de¬finisi yang universal. Definisi psikotik yang paling dangkal hanya terbatas pada adanya delusi atau halusinasi yang menonjol, dengan ter¬jadinya halusinasi yang muncul pada pola pi¬kir yang ada dalam alam patologisnya. Pem¬batasan de¬finisi yang lebih tajam juga me¬masuk¬kan ha¬lusinasi yang menonjol di-mana individu me¬nyadari adanya pe¬nga¬laman-pengalaman ha¬lusinasi. Definisi yang lebih luas juga me¬masukkan gejala-ge¬jala positif dari skizofrenia: cara bicara yang tidak terorganisir, perilaku katatonik dan ka¬cau. Di¬per¬lu¬kan adanya di¬ferensiasi yang ditentukan ketajaman perubahan ke-sadaran baik secara kualitatif maupun kuan¬titatif, serta di¬pastikan pula adanya perubahan kog¬¬nitif (Kandel, 1991; Kasper,1999; Lie¬berman, 1999)


Alamat Korespondensi:
Suparno, Fakultas Psikologi
Universitas Wisnuwardhana Malang
Jl. Danau Sentani 99 Malang
Proses berfikir pada manusia meliputi proses pertimbangan (judgment), pemahaman (com-prehension), ingatan serta penalaran (rea¬so¬ning). Proses berfikir yang normal meng¬andung arus idea, simbol dan asosiasi yang terarah ke¬pada tujuan dan yang dibangkitkan oleh suatu ma¬salah atau tugas dan yang meng¬hantarkan ke¬¬pada suatu penyelesaian yang berorientasi ke¬pada kenyataan.
Berbagai macam faktor dapat mem¬pengaruhi proses berfikir manusia, misalnya fak¬tor somatik (gangguan otak, kelelahan), fak-tor psikologik (gangguan emosi, psikosa), dan fak¬tor sosial (kegaduhan dan keadaan so¬sial ya-ng lain) yang sangat mempengaruhi perhatian atau konsentrasi manusia yang bersangkutan. Kita dapat membedakan tiga aspek proses berfikir, yaitu : bentuk pikiran, arus pikiran dan isi pikiran, ditambah dengan pertimbangan. Distorsi pada proses berfikir dapat disebabkan karena gangguan organik mau¬pun gangguan psi¬¬kologik terkait gang¬guan kecemasan, gang¬guan panik, gangguan de¬presi maupun kondisi psikotik. Dalam ma¬kalah ini kita mencurahkan perhatian hanya ke¬arah kondisi psikotik, baik yang fungsional mau¬pun organik (Kandel, 1991; Kasper,1999; Lieberman, 1999).
Pada kondisi psikotik, proses berfikir dapat berubah menjadi aneh (distorsi), yang terkait dengan terjadinya gangguan pada : ben¬tuk pikiran (dapat menyebabkan pikiran otistik, atau pikiran non-realistik), gangguan pa¬da arus pikiran (dapat menyebabkan inko¬herensia, piki¬ran melayang, irelevansi, pikiran berputar-putar), gangguan pada isi pikiran (dapat ber-wujud sebagai obsesi, preokupasi, pikiran tidak memadai, pikiran hubungan, pikiran isolasi sosial, rasa terasing, sering curiga, waham).
Kelompok gangguan psikotik yang ber¬sifat organik meliputi demensia (Alzhei¬mer, vaskular, penyakit lain, ytt), sindrom am¬nesik or¬ganik (selain kausalitas alkohol, zat psiko¬aktif lain), delirium, gangguan men¬tal organik (dengan kausa kerusakan otak, dis¬fungsi otak, dan penyakit fisik), gangguan ke¬pribadian dan peri¬laku (akibat penyakit, kerusakan dan dis¬fungsi otak) Sedangkan kelompok gang¬guan psikotik yang bersifat fung¬sional meliputi gang¬guan skizofrenia, gang¬guan skizotipal dan gangguan waham (APA, 1994; PPDGJ III, 1993; Sadock, 2000).
Gangguan Skizofrenia
Adalah suatu deskripsi terhadap suatu sindroma dengan penyebab yang bervariasi (be¬lum diketahui secara meyakinkan) dan per¬jala-nan penyakit yang yang bervariasi luas (tidak selalu bersifat kronis ataupun dete¬riorating), di-ser¬tai sejumlah akibat yang ter¬gantung pada perim¬bangan pengaruh genetik, fisik dan so¬sial.budaya.
Gangguan Skizofrenia pada umum¬nya ditandai oleh pikiran dan persepsi pen¬derita yang mengalami penyimpangan (dis¬torsi) se-cara fundamental dan karakteristik. Afek pen¬derita tampak tidak wajar (in¬appropriate) atau tumpul (blunted). Secara kuan¬titatif, kesadaran masih jernih (clear con¬sciousness) dan kemam¬puan intelektual biasa¬nya masih terpelihara, walau¬pun kemunduran kognitif tertentu dapat saja berkembang di kemudian hari.
Ada¬pun pedoman yang digunakan untuk suatu proses diagnostik meliputi :
Gejala utama dibawah ini minimal ada satu, jika gejala utama tampil secara jelas, atau minimal dua (atau lebih) apa¬bila gejala utama kurang tajam (kurang jelas).
Isi pikiran yang tidak memadai
Isi pikiran tentang “dirinya sendiri” yang bergema/berulang-ulang muncul (thought of echo; tidak keras), dan isi pikiran ulangan, dengan isi yang sama namun berbeda kualitas. Dapat ju¬ga suatu proses berpikir dengan isi pi¬kiran yang asing dari luar masuk ke¬dalam pikirannya (thought in¬sertion), atau sebaliknya, isi pikiran di¬ambil keluar oleh sesuatu dari luar diri¬nya (thought withdrawl). Pada pen¬derita mungkin saja terjadi “tho¬ught broadcasting”, isi pikirannya ter¬siar keluar, sehingga orang lu¬ar/umum mengetahui.
Waham
Keyakinan tentang suatu isi pikiran ya¬ng tidak sesuai dengan kenya¬taannya atau tidak cocok dengan in¬teli¬gensi dan latar belakang kebuda¬yaannya mes¬kipun sudah dibuktikan hal itu mus¬tahil. Keyakinan tentang dirinya yang diken¬dalikan oleh suatu kekuatan tertentu dari luar (delusion of control). Waham yang lain dapat be¬rupa waham tentang dirinya yang di-pengaruhi oleh suatu kekuatan tetentu dari luar (delu¬sion of influence), waham tentang diri-nya yang tidak berdaya dan pasrah pada kekuatan ter¬tentu dari luar (delu¬sion of pas¬sivity), dapat pula berupa “delu¬sional perception” suatu pengalaman inderawi yang tak wajar, yang ber¬makna sangat khas bagi diri¬nya, bi¬asanya bersifat mistik atau muk¬jizat. Ten¬tang “dirinya”, hal ini dimak¬sudkan bahwasanya secara jelas hal ter¬sebut merujuk ke pergerakan tu¬buh/anggota gerak atau ke pikiran, tin¬dakan atau penginderaan khusus.
Halusinas auditorik
Suatu pencerapan tanpa adanya rang¬sang apapun pada pancaindera pen¬dengaran , yang terjadi dalam kea¬daan sadar (terjaga). Dapat berupa su¬ara halusinasi yang berkomentar se-cara terus menerus terhadap perilaku pasien atau mendiskusikan perihal pa¬sien di antara mereka sendiri (di¬antara ber¬bagai suara yang berbicara), atau jenis suara halusinasi lain yang berasal dari salah satu bagian tubuh.
Waham-waham menetap jenis lain¬nya, yang menurut budaya setempat diang¬gap tidak wajar dan sesuatu ya¬ng mus-tahil, misalnya perihal ke¬yakinan aga¬ma atau politik tertentu, atau kekuatan dan kemampuan diatas manusia biasa (mi¬sal¬nya mampu meng¬endalikan cua¬ca, atau ber¬komu¬nikasi dengan ma¬khluk asing dari dunia lain).
Gejala tambahan ; paling sedikit dua gejala dibawah ini yang harus selalu ada secara jelas:
Halusinasi yang menetap dari panca-indera apa saja, apabila disertai baik oleh waham yang mengambang mau¬pun yang setengah berbentuk tanpa kandungan afektif yang jelas, ataupun disertai oleh ide-ide berlebihan (over-valu¬ed ideas) yang menetap, atau apa¬bila terjadi setiap hari selama ber¬minggu-minggu atau berbulan-bulan terus-menerus;
Arus pikiran yang terputus (break) atau yang mengalami sisipan (inter¬polation), yang berakibat inkoherensi atau pem¬bicaraan yang tidak relevan, atau neologisme;
Perilaku katatonik, seperti keadaan gaduh gelisah (excitement), posisi tu¬buh tertentu (posturing), atau fleksi¬bilitas cerea, negativisme, mutisme, dan stupor;
Gejala-gejala “negatif”, seperti sikap yang sangat apatis, bicara yang jarang, dan respons emosional yang menu¬pul atau tidak wajar, biasanya ya¬ng meng¬akibatkan penarikan diri dari pergaulan sosial dan menurunnya ki¬nerja sosial; tetapi harus jelas bah¬wa semua hal tersebut tidak dise¬babkan oleh depresi atau medikasi neuroleptika.
Adanya gejala-gejala khas tersebut diatas telah berlangsung selama kurun waktu satu bulan atau lebih (tidak ber¬laku untuk setiap fase nonpsikotik prodromal);
Harus ada suatu perubahan yang kon¬sisten dan bermakna dalam mutu keseluruhan (overall quality) dari beberapa aspek perilaku (personal beha¬viour), ber¬manifestasi sebagai hilang¬nya minat, hidup tidak bertujuan, tidak ber¬buat se¬suatu, sikap larut dalam diri sen¬diri (self absorbed attitude), dan pena¬rikan diri secara sosial.
Pada penyakit ini harus ada suatu perubah yang konsisten dan bermakna dalam mutu ke-seluruhan aspek perilaku pribadi, ber¬mani¬festasi sebagai hilangnya minat, hidup tidak bertujuan, tidak berbuat sesuatu, sikap larut dalam diri sendiri, penarikan diri secara sosial.
Klasifikasi gangguan skizofrenia meng¬gunakan kode lima karakter berikut:
F.20.XO Berkelanjutan
F.20.X1 Episodik dengan kemunduran pro¬gresif
F.20.X2 Episodik dengan kemunduran stabil
F.20.X3 Episodik berulang
F.20.X4 Remisi tak sempurna
F.20.X5 Remisi sempurna ;
F.20.X8 Lainnya;
F.20.X9 Periode pengamatan kurang dari 1 tahun
Pedoman Kriteria Diagnosa:
Harus ada sedikitnya 1 gangguan utama yang sangat jelas (biasanya 2 ge¬jala/lebih kurang tajam /jelas);
Paling sedikit 2 gangguan lain harus selalu ada secara jelas;
Adanya gejala-gejala yang khas ber¬langsung selama 1 bulan/lebih(tidak ber¬laku untuk setiap fase non psikotik prodormal.
F.20.0 Skizofrenia Paranoid
Gejala utama:
Halusinasi/waham menonjol seperti mengancam pasien/memberi perintah tanpa bentuk verbal berupa bunyi peluit, mendengung atau bunyi tawa. Gangguan afek¬tif, dorongan kehendak dan pem¬bicaraan,gejala katatonik rela¬tive tidak nya¬ta/tidak menonjol.
Gejala tambahan:
Epilepsi dan psikosis yang diinduksi oleh obat-obatan;
Keadaan paranoid invo¬lusi¬onal (F.22.8);
Paranoid(F.22.0)
Pedoman diagnostik
Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia ditambah gangguan utama.
F.20.1 Skizofrenia Hebefrenik
Gejala utama :
Perilaku tidak bertanggung jawab dan tidak dapat diramalkan, manerisme, me¬¬nyendiri, hampa tu¬ju¬an atau pe¬rasaan.
Afek dangkal dan tidakwajar, pe¬rasaan puas, senyum sendiri,tinggi hati ung¬kapan kata yang diulang dan disertai oleh cekikikan.
Proses pikir mengalami disorganisasi, pembicaraan tidak menentu serta in¬koheren
Gejala tambahan :
Gangguan afektif, dorongan kehen¬dak, dan proses pikir menonjol.
Halusinasi dan waham ada tapi tidak menonjol.
Adanya preokupasi dangkal yang bersifat dibuat-buat terutama yang bersifat abstrak
Diagnosa Hebefrenik pertama kali diberikan pada usia remaja/dewasa muda (biasa usia 15-25 tahun)Kepribadian premorbid menunjukan ciri khas :pemalu dan senang menyendiri, namun tidak harus demikian untuk menen¬tukan diagnosis.
F.20.2.Skizofrenia Katatonik
Gejala utama :
Memiliki gambaran klinis stupor, gaduh-gelisah, menampilkan posisi tu¬buh tertentu dan memper¬tahankan¬nya negatifisme, rigiditas, fleksi¬bilitas cerea serta “command auto¬matism” (kepa¬tuhan secara otomatis ter¬hadap pe¬rintah) dan pengulangan kata serta kalimat.
Gejala katatonik dapat dicetuskan oleh penyakit otak, gangguan me¬tabolik atau alkohol dan obat-obatan serta dapat ter¬jadi pada gangguan afektif.
Pedoman Diagnostik :
Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia dan terdapat 1/lebih dari gang¬guan utama.Pada pasien yang tidak komuni¬katif, diag¬nosis skizofrenia harus di tunda sampai di¬peroleh bukti yang memadai tentang gejala lain.
F.20.3.Skizofrenia Tak Terinci
Pedoman diagnostik
Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia. Tidak memenuhi kriteria untuk diagnosis skizofrenia paranoid, hebefrenik. Ti¬dak memenuhi untuk skizofrenia resi¬du¬al/depresi pasca skizofrenia
F.20.4 Depresi Pasca Skizofrenia
Apabila pasien tidak lagi menunjukkan gejala skizofrenia diagnosis menjadi episode depresi
Pedoman Diagnostik :
 Pasien memenuhi kriteria skizofrenia selama 12 bulan terakhir ini.
 Beberapa gejala skizofren tetap ada tetapi tidak lagi mendominasi gam¬baran klinisnya.
 Gejala gejala depresi menonjol dan meng¬ganggu, memenuhi paling sedi¬kit cri¬teria episode depresif dalam kuru waktu paling sedikit 2 minggu
F.20.5 Skizofrenia Residual
Pedoman diagnostik :
 Gejala “negative” dari skizofrenia yang menonjol, misalnya: perlambatan psi¬ko¬motorik dan aktifitas menurun.
 Ada riwayat episode psikotik yang jelas dimasa lampau.
 Sedikitnya sudah melampaui kurun waktu 1 tahun dimana intensitas dan frekuensi telah sangat berkurang .
 Tidak terdapat demensia /gangguan o¬tak organik lain.
F.20.6 Skizofrenia Simpleks
Gejala utama :
Kurang jelas gejala psikotiknya dibandingkan sub tipe skizofrenia lainnya
Pedoman diagnostik :
Diagnosisnya tergantung pada pemantapan per¬kembangan yang berjalan perlahan dan progresif dari :
Gejala “negative” yang khas dari skizofrenia re¬sidual tanpa didahului riwayat halu¬sina-si,,waham,atau manifestasi lain dari episode psi¬kotik. Disertai perubahan-peru¬bahan pe¬rilaku pribadi yang bermakna, ke¬hila¬ng¬an minat yang mencolok ,tidak berbuat sesuatu, tanpa tujuan hidup dan menarik diri secara sosial (APA, 1994; PPDGJ III, 1993; Sadock, 2000; Kandel, 1991; Kasper,1999; Lieberman, 1999)
Gangguan Skizotipal
Rubrik diagnostik ini tidak dianjurkan untuk digunakan secara umum karena dibatasi secara tegas dengan skizofrenia simpleks atau dengan gangguan kepribadian skhizoid atau paranoid
Gejala utama:
 Afek tidak wajar atau menyempit;
 Penampilan/perilaku yang aneh ek¬sentrik atau ganjil;
 Hubungan sosial yang buruk dan menarik diri dari pergaulan sosial;
 Kepercayaan yang aneh bersifat ma¬gic;
 Kecurigaan/ide-ide paranoid;
 Pikiran obsesif berulang-ulang yang tak terkendali;
 Persepsi tidak lazim atau ilusi-ilusi lain,depersonalisasi/derealisasi;
 Pikiran samar-samar, berputar-putar, penuh kiasan;
 Sewaktu-waktu ada episode menye¬rupai keadaan psikotik bersifat semen¬tara dengan ilusi.
Seorang anggota keluarga terdekat yang me¬m¬pu¬nyai riwayat skizofrenia akan mem¬berikan obat tambahan diagnosis,tetapi bukan prasyarat.
Pedoman diagnostik:
Individu harus tidak pernah memenuhi crite¬ria skizofrenia dalam stadium manapun me¬me¬nuhi 3 atau 4 gangguan utama yang khas secara terus-menerus/secara episodik, sedikit¬nya 2 tahun lamanya.
Waham menetap
Kelompok ini meliputi serangkaian gangguan dengan waham berlangsung lama, gejala klinis yang khas atau yang paling men¬colok dan tidak dapat digolongkan sebagai gang¬guan afektif, mental organik atau skizo¬frenik
Gejala utama:
Berlangsung lama; Bervariasi
Pedoman diagnostik:
Onset akut dalam masa 2 ming¬gu/kurang, mengganggu beberapa aspek ke¬hi¬dup¬an dan pekerjaan sehari-hari; Tanpa di¬ke¬ta¬hui beberapa lama gangguan ber¬langsung; Ter¬masuk gejala utama; Tidak memenuhi episode manik; Tidak ada penye¬bab organic
Gangguan Psikotik Lain
F.23.0 Gangguan psikotik akut tanpa gejala skizofrenia
Pedoman diagnostic harus memenuhi:
 Onset harus akut(keadaan non psiko¬tik sampai psikotik dalam kurun waktu 2 minggu atau lebih;
 Harus ada jenis halusinasi/waham;
 Harus ada keadaan,beragam emosi¬onal yang sama
F.23.1 Gangguan psikotik polimorfik akut dengan gejala skizofrenia
Pedoman Diagnostik
 Memenuhi criteria (a),(b) dan (c) diatas yang khas;
 Disertai gejala memenuhi skizofrenia;
 Apabila gejala skizofrenia menetap lebih dari 1 bln harus diubah menjadi skizofrenia
F.23.2. Gangguan psikotik lir-skizofrenia akut
Pedoman Diagnostik memenuhi :
 Onset gejala psikotik harus akut ;
 Gejala harus memenuhi kriteria skizo¬frenia;
 Kriteria untuk psikosis polimorfik a¬kut tidak terpenuhi
F.23.3. Gangguan psikotik akut lainya dengan predominan waham
Pedoman Diagnostik memenuhi :
 Onset dari gejala psikotik harus akut;
 Waham dan halusinasi harus ada;
 Kriteria skizofrenia maupun gang¬guan psikotik polimorfik akut tidak ter¬penuhi.
F.23.8 Gangguan psikotik akut dan sementara lainnya.
Gangguan Waham
Pedoman Diagnostik :
Diagnosa ini dibuat hanya jika :
 2orang/lebih mengalami waham yang sama;
 Mempunyai hubungan yang dekat;
 Ada bukti dalam kaitan waktu /kon¬teks lain
Jika terdapat gangguan psikotik terpisah maka tidak perlu dimasukkan dalam kode diagnosis Ada kaitan waktu melalui kontak an-tara anggota aktif yang menderita gangguan psikotik dengan anggota pasif (APA, 1994; PPDGJ III, 1993; Sadock, 2000; Kandel, 1991; Kasper,1999; Lieberman, 1999)
Kelompok gangguan mental organik (ter¬masuk gangguan mental somatik)
Gangguan mental organik adalah gangguan mental yang berkaitan dengan pe¬nya¬kit/gangguan sistemik atau otak yang dapat didiagnosis tersendiri.Termasuk, Gang-guan mental simtomatik, dimana pengaruh terhadap o¬tak merupakan akibat sekunder dan penya¬kit/gangguan sistemik di luar otak (extracerebral),(Charney DS, 2004; Ganong, WF, 1995; Kandel, 1991; Kasper,1999; Lieber-man, 1999)
Gambaran Utama
Gangguan fungsi kognitif,
Misalnya, daya ingat (memory), daya pikir (intellect), daya belajar (lear¬ning)
Gangguan sensonium,
misalnya, gangguan kesadaran (coas¬cious¬ness) dan perhatian (attention).
Sindroni dengan manifestasi yang me¬nonjol dalam bidang persepsi (halu¬sinasi)
Isi pikiran (wahana/delusi)
suasana perasaan dan emosi (depresi, gembira, cemas).
Blok Gangguan mental Organik meng-gunakan 2 kode
Sindrom psikopatoligik (misal¬nya, Demensia)
Gangguan yang mendasari (mi¬sal¬¬nya, Penyakit Alzheimer)
Demensia
Demensia merupakan suatu sindrom akibat penyakit/gangguan otak yang biasanya bersifat kronik progresif, dini¬ana terdapat, gangguan fungsi luhur kortikal yang multipel (multiple higher cortical function), termasuk di dalamnya daya ingat, daya pikir, orientasi, daya tang¬kap (compre¬hension), berhitung, ke¬mam¬¬puan belajar, berbahasa, dan daya nilai (judgment).
Umum¬nya disertai, dan ada kalanya di¬awali, dengan kemerosotan (deterio¬ration) dalam pengendalian emosi, perilaku sosial, atau motivasi hidup.
Pedoman Diagnostik
Adanya penurunan kernampuan daya ingat dan daya pikir, yangmenggangg,u ke¬giatan harian seseorang (personal activities of daily livin seperti mandi, ber¬pakaian, ma¬kan, kebersihan diri, buang air besar dan kecil.
Tidak ada gangguan kesadaran (clear cons¬ciousness).
Gejala dan disabilitas sudah nyata untuk paling sedikit 6 bulan.
Diagnosis Banding
Gangguan Depresif (F30 F39) ;
Delirium (F05), P05.1 Delirium, ber¬tumpang tindih dengan Demensia;
Retardasi Mental Ringan dan Sedang (P70 P71).
F00 Demensia pada penyakit Alzheimer
Pedoman Diagnostik
Terdapatnya gejala dimensia.
Onset bertahap (insidious onset) dengan deteriorasi lambat.
Onset biasanya sulit ditentukan waktunya yang persis, tiba tiba orang lain sudah me¬nyadari adanya kelainan tersebut. Dalam per¬jalanan penyakitnya dapat terjadi suatu taraf yang stabil (plateau) secara nyata.
Tidak adanya bukti Minis, atau temuan dan pemeriksaan khusus, yang me¬nyatakan bah¬wa kondisi mental itu dapat disebabkan oleh penyakit otak atau sistemik lain yang dapat menimbulkan, demensia (misalnya hipotiroidisme, hi¬per¬kal¬semia, defisiensi vita¬min B12, defisiensi niasin, neurosifilis, hi¬dro¬sefalus bertekanan normal, a¬tau hema¬toma subdural)
Tidak adanya serangan apoplektik mendadak, atau gejala. neurologik kerusakan otak fokal seperti hemiparesis, hilangnya daya sensorik, defek Japangan, pandang mata, dan inkoor¬dinasi yang terjadi dalam masa dini dan gang¬guan itu. (walaupun fenomena, ini di kemu¬dian hari dapat bertumpang tindih).
Diagnosis Banding
Gangguan Depresif (F30 F39);
Delirium (F05);
Sindrom Amnestik Organik (P04);
Demensia primer penyakit lain YDK (P02);
Demensia sekunder penyakit lain YDK (F02.S);
Retardasi Mental (F70 F72);
Demensia Alzheimer : Vaskuler (F00,2)
F00.0 Demensia Pada Penyakit Alzheimer On¬set Dini
Pedoman Diagnostik
 Demensia yang onsetnya sebelum usia 65 tahun ;
 Perkembangan gejala cepat dan pro¬gresif (deteniorasi) ;
 Adanya riwayat keluarga yang ber¬penyakit Alzheimer merupakan faktor yang menyokong diagnosis tetapi tidak harus dipenuhi.
F00.1 Demensia pada Penyakit Alzheimer Onset Lambat
Sama tersebut diatas, hanya onset sesudah usia 65 tahun dan perjalanan penyakit yang lam¬ban dan biasanya dengan gangguan da¬ya ingat sebagai gambaran utamanya.
F00.2 Demensia pada Penyakit Alzheimer, Tipe Tak Khas atau Tipe Campuran (atypical or mixed type)
Yang tidak cocok dengan. pedoman waktu P00.0 atau F00.1, Tipe Campuran adalah dementia a1zheimer + vaskuler.
F00.9 Demensia pada Penyakit Alzheimer YTE (unspecified)
Demensia Vaskular
Pedoman Diagnostik
Terdapatnya gejala demensia ; Hendaya fungsi kognitif biasanya tid akmerata (mung¬kin terdapat hilangnya daya ingat, gangguan daya pikir, gejala neurologis fokal). Daya tilik diri (insight) dan daya nilai Oudgment) secara re¬latif tetap baik ; Suatu onset yang mendadak atau deteniorasi yang bertahap disertai adanya ge¬jala neurologis fokal, meningkatkan ke¬mung¬¬kinan diagnosis, demensia. vaskuler. Pada beberapa kasus, penetapan hanya dapat di¬lakukan dengan pemeriksaan CT Scan atau pemeriksaan neuropatologis.
Diagnosis Banding :
Delirium (F05. ) ;
Demensia Alzeimer (F00. );
Gangguan Afektif (F30 F39);
Retardasi/Mental Ringan dan Sedang (P70-P71);
Perdarahan Subdural (traumatik= 506.5, nontraumatik 162.0); Demensia vaskular + a1zheimer (P00.2)
F01.0 Demensia Vaskular Onset Akut
Biasanya terjadi secara cepat sesudah se¬rang¬kaian stroke akibat trombosis sele¬brovaskuler, embolisme, atau pen¬darahan. Pada kasus kasus yang jarang, satu infark yang besar dapat sebagal penyebabnya.
F01.1 Demensia Multiinfark
Onsetnya lebih lambat, biasanya seteiah serangkaian episode iskemik minor yang menimbulkan akumulasi dan infark pada parenkim otak,
F01.2 Demensia Vaskular Subkortikal
Fokus kerusakan akibat iskemia pada substansia alba di hemisfeni serebral yang dapat diduga secara klinis dan dibuktikan dengan CT Scan. Korteks serebri biasanya tetap baik, walaupun demikian gam¬baran Minis masih mirip dengan de¬men¬sia pada penyakit Alzaheimer
F01.3 Demensia Vaskular Campuran, Kortikal dan Subkortikal
Komponen campuran kortikal dan sub¬kortik dapat diduga dan gambaran kli¬nis, hasil pemeriksaan (termasuk autopsi) atau keduanya
F01.8 Demensia Vaskular Lainnya
F01.9 Demensia Vaskular YTT
Demensia Pada Penyakit Lain
F02.0 Demensia Dada Penyakit Pick
Pedoman Diagnostik
Adanya gejala demensia, yang progresif ; Gambaran neuropatologis beerupa attofi selektif dan lobus frontalis yang menonjol, disertai eufonia, emosi tumpul, dan perilaku sosial yang kasar, disin¬hibisi, dan apatisl atau gelisah ; Mani¬festasi gangguan perila¬ku pada umumnya mendahului gangguan daya ingat.
Diagnosis Banding:
Demensia pada penyakit Alzhei¬mer (F00);
Demensia vascular (F01);
Demensia akibat penyakit lain (F¬02.8)
Pedoman Diagnostik
Trias yang sangat mengarah pada diag¬nosis penyakit Ini:
demensia yang progesif merusak¬
penyakit piramidal dan ekstra¬pira¬midal dengan mioklonus
elektroensefalogram yang khas (tri¬fasik)
F02.2 Demensia pada Penyakit Huntington
Pedoman Diagnostik
Ada kaitan antara ganggnan gerakan koreiform (Choreiform), demensia, dan ri¬wayat keluarga dengan penyakit Hun¬tington.
Gerakan koreiform yang involunter, ter¬utama pada wajah, tangan, dan bahu, atau ca¬ra, bedalan yang khas, merupakan mani¬festasi diri dan gangguan ini. Gejala ini biasanya mendahului gejala demensia. dan jarang sekali gejala diri.tersebut tak muncul sampai demensia menjadi sangat lanjut.
Gejala demensia, ditandai dengan gang¬atian fungsi lobus frontalis pada. tahap dini, dengan daya ingat relatif rnasih terpelihara, sampai saat selanjutnya.
P02.3 Demensia pada Penyakit Parkinson
Demensia. yang berkembang pada dan se¬orang dengan penyakit Parkinson yang su¬dah parah, tidak ada gambaran klinis khusus yang dapat ditampilkan.
F02.4 Demensia pada Penyakit HIV (Human Immunodeficiency Virus)
Demensia. yang berkernbang pada, se¬seorang dengan penyakit HIV, tidak di¬temukannya penyakit atau kondisi lain yang bersamaan selain infeksi HIV itu.
F02.8 Demensia pada Penyakit Lain
Demensia yang terjadi sebagai mani¬festasi atau: konsekuensi beberapa ma¬cam kondisi somatik dan serebral lainnya.
Demensia ytt
Kategori ini d;gunakan bila kriteria umum untuk diagnosis demensia terpenuhi, te¬tapi tidak mungkin diidentifikasi salah satu tipe tertentu (F00.0 F02.9), (APA, 1994; PPDGJ III, 1993; Sadock, 2000; Charney DS, 2004; Ganong, WF, 1995; Kandel, 1991; Kasper,1999; Lieberman, 1999)
Sindrom, Amnesik Organik, Bukan Akibat Alkohol Dan Zat Psikoaktif Lain
Pedoman Diagnostik
Adanya hendaya daya ingat, berupa berkurangnya daya ingat jangka pendek (lemahnya kemarnpuan belajar materi baru); amnesia antegrad dan retrograd, dan menurunnya kemampuan untuk me¬ng¬ingat dan mengungkapkan pengalaman telah lalu dalam urutan terbalik menurut kejadiannya;
Riwayat atau bukti nyata adanya cedera, atau penyakit, pada otak (terutama bila mengenai struktur diensefalon dan tenmoral medial secara bilateral);
Tidak berkurangnya daya ingat segera (immediate recall), misalnya, diuji untuk mengingat deret angka, tidak ada gang¬guan perhatian (attention) dan kesadanan (cons¬ciousness), dan tidak ada hendaya inte¬lektual secara umum, (Charney DS, 2004; Ganong, WF, 1995; Pinel, 1993; Schwartz M, 2000)
Diagnostik Banding:
Sindrom organik lain dengan hendya daya ingat yang menonjol (F00 F03, F05); Amnesia disosiatif (F44.0); Hendaya daya ingai akibat Gangguan Depresif (F¬30 F39); Berpura pura (malingering) dengan me¬nampilkan keluhan hilangnya daya ingat (Z76.5); Sindrom amnestik (Korsakov) (F10.6)
Delirium, Bukan Akibat Alkohol Dan Zat Psikoaktif Lainnya
Pedoman Diagnostik
Gangguan. kesadaran dan perhatian
Dari taraf kesadaran berkabut sam¬pai dengan koma:
Menurunnya kemampuan untuk mengarahkan, memusatkan, mempetahankan, dan mengalihkan perhatian;
Gangguan kognitif secara umum
Distorsi persepsi, ilusi dan halusinasi seringkali visual;
Hendaya daya pikir dan pengertian abstrak, dengan atau tanpa waham yang bersifat sementara, tetapi sa¬ngat khas terdapat inkoherensi yang ri¬ngan;
Hendaya daya ingat segera dan jangka pendek, namun daya ingat jangka pan¬jang relatif masih utuh;
Disorientasi waktu., pada kasus yang berat, terdapat juga dis¬orientasi tem¬pat dan orang;
Gangguan psikomotor
Hipo atau hiper aktivitas dan peng¬alihan aktivitas yang tidak terduga dari, satu yang iain;
Waktu bereaksi yang lebih panjang;
Arus pembicaraan yang bertambah atau berkurang, reaksi terperanjat mening¬kat;
Gangguan siklus tidur bangun
Insomnia atau, pada kasus yang berat, tidak dapat tidur sama sekali atau terbaliknya siklus tidur bangun; me¬ng¬antuk pada siang hari;
Gejala yang memburuk pada malam hari;
Mimpi yang menganggu atau mimpi buruk, yang dapat berlanjut menjadi halusinas: setelah bangun tidur;
Gangguan emosional
Misalnya depresi, anxietas atau takut, lekas marah, euforia, apatis, atau rasa kehilangan akal.
Onset biasanya cepat, perjalanan pe¬nyakitnya hilang timbul sepanjang hari, dan keadaan itu. berlangsung kurang dari 6 bulan.
Diagnosis Banding
Sindrom organik lainnya, Demensia. (F00 F03);
Gangguan psikotik akut sementara (P23);
Skizoftenia dalam "keadaan akut (P20. );
Gangguan" Afektif + "confusional fealures" (F30 F39);
Delirium akibat Alkohol/Zat Psikoaktif Lain (Flx.03)
F05.0 Delirium, Tak Bertumpang tindih de¬ngan, Demensia
Delirium yang tidak bortumpang tindih de¬ngan demensin yang sudah ada se¬belum¬nya.
F05.1 Delirium. Bertumpang tindih dengan De¬mensia
Kondisi yang memenuhi kriteria delirium diatas tetapi terjadi pada saat sudah ada demensia.
F05.9 Delirium Lainnya
F05.9 Delirium.YTT
Gangguan Mental Lainnya Akibat Ke¬rusakan Dan Disfungsi Otak Dan Penyakit Fisik
Pedoman Diagnostik
Adanya penyakit kerusakan atau disfungsi otak, atau penyakit fisik sis¬temik yang di¬ketahui berhubungan dengan salah satu sindrom mental yang tercantum.
Adanya hubungan waktu (dalam beberapa minggu atau, bulan) antara perkembangan pe¬nyakit yang mendasari dengan timbulnya sindrom mental;
Kesembuhan dan gangguan mental se¬telah perbaikan atau dihilangkannya penyebab yang mendasarinya;
Tidak adanya bukti yang mengarah pada penyebab alternatif dan sindrom mental ini (seperti pengaruh yang kuat dan riwayat keluarga atau pengaruh stress sebagai pencetus), (APA, 1994; PPDGJ III, 1993; Sadock, 2000; Charney DS, 2004; Ganong, WF, 1995; Pinel, 1993; Schwartz M, 2000)
F06.0 Halusinosis Organik
Pedoman Diagnostik,
Kriteria umum tersebut diatas (F06);
Adanya halusinasi dalam segala bentuk (bi¬asanya visual atau auditorik) yang menetap atau berulang;
Kesadaran yang jernih (tidak berkabut);
Tidak ada penurunan fungsi intelek yang bermakna;
Tidak ada gangguan afektif yang me¬nonjol.;
Tidak jelas adanya waham (seringkali insight, masih utuh)
F06.1 Gangguan Katatonik Organik
Pedoman Diagnostik
Kriteria umum tersebut diatas (F06)
Disertai salah satu dibawah ini
stupor (berkurang atau bilang sama sekali gerakan spontan dengan mu¬tisme parsial atau total, negati¬visme, dan posisi tubuh yang kaku);
gaduh gelisah (hipermotilitas yang ka¬sar dengan atau tanpa ke¬cenderangan
kedua duanya (silih berganti secara cepat dah tak terduga dan hipo ke hiperaktivitas)
F06.2 Gangguan Waham Organik (LirSkizo¬frenia)
Pedoman Diagnostik
Kriteria umum tersebut diatas (F06);
Disertai Waham yang menetap atau ber¬ulang (waham kejar, tubuh yang berubah, cemburu, penyakit, atau ke¬matian dirinya atau orang lain);
Halusinasi, gangguan proses pikir, atau fenomena katatonik tersendiri, mungkin ada;
Kesadaran dan daya ingat tidak ter¬ganggu;
F06.3 Gangguan Afektif Organik
Pedoman Diagnostik
Kriteria umum tersebut diatas (F06);
Disertai kondisi, yang sesuai dengan salah satu diagnosis dan gangguan yang ter¬cantum dalam F30 F33
Macam macam gangguan afektif organik
F06.30 Gangguan Manik Organik;
F06.31 Gangguan Bipolar Organik;
E06.32 Gangguan Depresif Organik;
F06.33 Gangguan Afektif Organik Cam¬puran
F06.4 Gangguan Cemas (Anxietas) Organik
Gangguan yang ditandai oleh gambarkan utama dari Gangguan Cemas Menyeluruh (F411).
Gangguan Panik (F41,0), atau campuran dari keduanya, tetapi timbul sebagai akibat gangguan organik yang dapat menye¬babkan disfungsi otak (seperti epilepsy, lobus ter¬liporalis, tirotoksikosis, atau feokro¬mositoma),
F06.5 Gangguan Disosiatif Organik
Gangguan yang memenuhi persyaratan untuk salah slatu gangguan dalam Gang¬guan Disosiatif (P44. ) dan memenuhi kriteria umum untuk penyebab organik.
F06.6 Gangguan Astenik Organik
Gangguan yang ditandai oleh labilitas atau tidak terkendatinya emosi yang nyata dan menetap, kelelahan, atau berbagai sensasi fisik yang tak nyaman (sepertil pusing) dan nyeri, sebagai akibat adanya gangguan or¬ganik (saling terjadi dalam hubungan de¬ngan penyakit serebro-vaskuler atau hipertensi).
F06.7 Gangguan Kognitif Ringan
Gambaran utamanya adalah turunnya pe¬nampilan kognitif (termasuk, hendaya daya ingat, daya belajar, sulit berkonsen¬trasi), tidak sampai memenuhi diagnosis demensia (F00 F03), sindrom amnestik organik (F04), atau delirium (P05. )..
Gangguan ini dapat mendahului, menyertai, atau mengikuti berbagai ma¬cam gangguan infeksi dan gangguan fisik, baik serebral maupun sistemik.
F06.8 Gangguan Mental Lain YDT Akibat Kerusakan dan Disfungsi Otak dan Penyakit Fisik
Contohnya ialah keadaan suasana pe¬rasaan (mood) abnormal yang terjadi ketika dalam pengribatan dengan steroids atau obat Antidepresi
Termasuk psikosis epileptik ytt
F07 Gangguan Kepribadian Dan Perilaku Akibat Penyakit, Kerusakan Dan Disfungsi Otak
F07.0 Gangguan Kepribadian Organik
Pedoman Diagnostik
Riwayat yang jelas atau hasil pemerik¬saan yang mantap menunjukkan adanya pe¬nyakit, kerusakan, atau disfungsi otak;
Disertai, dua atau lebih, gambaran berikut
Penurunan yang konsisten daiam kemampuan untuk mempertahankan aktivitas yang bertujuan (goal direc¬ted activities), terutama yang mema¬kan waktu lebih lama dan penundaan ke-puasan;
Perubahan perilaku emosional, dimpdai oleh labilitas emosional, kegembiraan yang dangkal dan tak beralasan (eu¬foria, kejenakaan yang tidak sepadan), mudah berubah menjadi iritabifitas atau cetusan amarah dan agresi yang sejenak; pada beberapa keadaan. apati da-pat meru¬pakan gambaran yang me¬nonjol;
Pengungkapan kebutuhan dan ke¬inginan tanpa mempertimbangkan kon¬sekuensi atau kelaziman sosial (pasien mungkin terlibait dalam tin¬dakan dissosial, seperti mencuri. Ber¬tindak¬ me-larnpaui batas kesopanan. seksual, atau makan secara lahap atau tidak so¬pan, kurang memperhatikan kebersihan dirinya);
Gangguan proses pikir, dalam bentuk curiga atau pikiran paranoid, dan/atau preokupasi berlebihan pada satu tema yang biasanya abstrak (seperti soal agama, "benar" dan "salah")
Kecepatan dan arus pembicaraan berubah dengan nyata, dengan gam¬baran seperti. berputan putar (circurn¬stan¬tialities), bicara banyak (overin¬clu¬s¬i¬veness), alot (viscosity), dan hipengrafia;
Perilaku seksual yang berubah (hipo¬seksualitas atau perubahan selera sek¬sual, (Charney DS, 2004; Ganong, WF, 1995; Pinel, 1993; Schwartz M, 2000; Kandel, 1991; Kasper,1999; Lieber¬man, 1999)
Diagnosis Banding
Perubahan kepribadian yang berlangsung lama setelah mengalami katastrofa (F62.0);
Akibat Penyakit Psikiatrik (F62.1);
Sindrom Pasca kontusio (F07.2);
Sindrom Pasca ensefalitis (F07.1);
Gangguan kepribadian khas (F60. )
P07.1 Sindrom Pasca ensefalitis
Sindrom ini mencakup perubahan perilaku sisa (residual) setelah kesem¬buhan dan suatu ensefalitis virus atau bacterial;
Gejalanya tidak khas dan berbeda. dan satu orang ke orang lain dan satu pe¬nyebab, infeksi ke penyebab lnfeksi lainnya, dan yang pasti berkaitan dengan usia pasien pada saat kena infeksi.
Sindrom ini terjadi sesudah trauma kepala (biasanya cukup hebat sampai berakibat hilangnya kesadaran) dan termasuk bebe¬rapa gejala yang beragam seperti nyeri kepala, pusing (tidak seperti gam¬baran vertigo yang asli), kelelahan, iritabilitas. sulit berkonsentrasi dan melakukan suatu tugas mental, hendaya daya ingat. Inso¬mnia, menurunnya to¬leransi terhadap stres, gejolak emosional, atau terlibat alkohol.
F07.8 Gangguan Kepribadian dan Perilaku Organik Lain Akibat Penyakit Ke¬rusakan dan Disfungsi Otak.
Sindrom tertentu dan terduga dan peru-bahan kepribadian dan perilaku akibat ke¬rusakan penyakit atau disfungsi otak, di luar yang telah dicantumikan pada F¬07.0 F07,2; dan kondisi dengan taraf hendaya fungsi kognitif ringan yang belum sampai demensin dengan gang¬guan mental progresif seperti penyakit Alzheimer. Par¬kinson, dan sebagainya.
F07.9 Gangguan Kepribadian dan Perilaku Organik YTT Akibat Penyakit, Ke¬rusakan dan Disfungsi Otak
F09 Gangguan Mental Organik Atau Sim¬tomatik Ytt
Termasuk: psikosis organik YTT, psiko¬sis simtomatik YTT.
KESIMPULAN
Distorsi pada proses berfikir dapat disebabkan karena gangguan organik maupun gangguan psikologik, yang sering terkait de¬ngan kondisi psikotik. Pada kondisi psikotik yang fungsional, gejala lebih tajam (manifes) serta lengkap seperti proses berfikir yang berubah menjadi aneh (distorsi), yang terkait dengan terjadinya gangguan pada : bentuk pikiran (dapat menyebabkan pikiran otistik, atau pikiran non-realistik), gangguan pada arus pikiran (dapat menyebabkan inko-herensia, pi¬kiran melayang, irelevansi, pikiran berputar-putar), gangguan pada isi pikiran (dapat berwujud sebagai obsesi, preokupasi, pikiran ti¬dak memadai, pikiran hubungan, pikiran isolasi sosial, rasa terasing, sering curiga, waham).
Kelompok gangguan psikotik yang bersifat organik meliputi demensia, sindrom am¬nesik organik, delirium, gangguan mental organik, serta gangguan kepribadian dan peri¬laku (akibat penyakit, kerusakan dan disfungsi otak). Pada kelompok gangguan psikotik yang organik kesadaran yang berubah kurang tajam dan kurang lengkap, dapat disertai dengan gangguan kognitif dan perubahan kesadaran secara kuantitatif.
Sebagai saran untuk diferensiasi perlu di¬tentukan ketajaman perubahan kesadaran baik se¬cara kualitatif maupun kuantitatif, serta dipastikan pula adanya perubahan kognitif.
DAFTAR RUJUKAN
American Psychiatric Association.1994. Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders. 4th ed. Washington, DC.
Charney DS, Nestler EJ. 2004. Neurobiology of Mental Illness . 2nd Oxford University Press, Inc. New York.
Departemen Kesehatan R.I. 1993. Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia (PPDGJ). Edisi ke III. Jakarta
Ganong, WF. 1995. Review of Medical Physiology . 17 ed., Appleton & Lange, Norwalk, Connecticut. 251-261, 368-369.
Kandel ER, Schwartz JH, Jessell TM. 1991. Disorders of Thought: Schizophrenia, Principles of Neural Science. Third ed., Appleton & Lange, Norwalk, Connecticut 853-866
Kasper S. 1999. Bridging the gap between psychopharmacology and clinical sym¬ptoms, International Journal of Psychiatry in Clinical Practise 3 [suppl 2]: S17-S20.
Lieberman JA, 1999. Pathophysiologic Mecha¬nisms in the Pathogenesis and Clinical Course of Schizophrenia, J Clin; 60 (suppl 12): 9-12
McEwen BS.1999. Stress and hippocampal plas¬ticity. Ann Rev Neuro¬sci.[ab¬stract].22:105-122
Pinel, JPJ.1993. Biopsychology. 2nd ed. Allyn and Bacon. Boston. 226, 261
Sadock BJ, Sadock VA.2000.Comprehensive Textbook of Psychiatry, 7th ed, , Lippincott Williams & Wilkins, A Wolters Kluwer Company.
Schwartz M, Silver H. 2000. Lymphocytes, autoantibodies and psychosis coincidence versus etiological factor : an update. Israel Journal of Psychiatry & Related Science.[abstract]. 37 ; 1 : 32-36.















Pemprov Aceh Bebaskan Pemasungan Gangguan Jiwa di Bali Meningkat
09 Oct 2010
• Pelita
• Ragam
Jakarta, Pelita
Pemerintah Provinsi Aceh bertekad membebaskan orang dengan masalah kejiwaan yang dipasung oleh keluarganya dan menyembuhkan penderita gangguan jiwa secara tuntas. Targetnya di akhir 2010, tidak ada lagi orang yang dipasung.
Gubernur Aceh Irwandi Yusuf, MSc, menegaskan pihaknya sudah menyediakan dana jaminan kesehatan untuk seluruh warga di Provinsi Aceh, dana itu termasuk untuk menyembuhkan penderita gangguan jiwa.
"Seluruh masyarakat Aceh, baik miskin maupun kaya, dijamin biaya kesehatannya, termasuk orang yang mengalami gangguan jiwa. Tetapi, bagi orang yang gangguan jiwanya akibat narkoba tidak kami jamin," kata Irwandi kepada Pelita saat menghadiri seminar kesehatan jiwa di Kantor Kementerian Kesehatan Jakarta, Kamis (7/10).
Di Aceh, tercatat 14.207 orang mengalami gangguan jiwa, dan 355 orang diantaranya mengalami gangguan jiwa yang serius. Penyebab masalah kejiwaan di Aceh adalah tekanan akibat konflik dan bencana tsunami pada 2004.
Direktur Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Pemerintah Aceh dr Syaifuddin Aburrahman mengatakan, saat ini ada 200-an orang bermasalah kesehatan jiwa yang dipasung keluarganya dan sebanyak 109 sudah dilepas dan diberi pengobatan.
"31 Desember 2010 Aceh harus bebas pa-sung atau tidak ada lagi orang terpasung. Kami yakin ini berhasil karena ada komitmen pemerintah, ada pelaksana, dan ada anggarannya," kata Syaifuddin kepada Pelita, kemarin.
Menurutnya, kejadian pemasungan itu disebabkan karena kemiskinan dan ren-dahnya pendidikan keluarga, atau terpicu oleh masalah sosial, lingkungan, dan budaya. "Oleh karenanya, gubernur sudah menginstruksikan bupati/walikota hingga lurah untuk melaporkan kejadian pemasungan ini," ujar Syaifuddin,
Ketua TP PKK Aceh Darwati A Gani yang juga hadir dalam kesempatan itu mengatakan, seluruh anggota PKK yang selalu bersinggungan dengan masyarakat juga ikut membantu mencari orang-orang yang terpasung. "Jika kami temukan, langsung dilaporkan dan pasien tersebut segera ditangani oleh tim kesehatan jiwa," ujarnya.
Kasus gangguan jiwa di Bali meningkat
Sementara itu, Direktur RSJ Provinsi Bali Dr Made Sugiharta Jasa, SpKJ(K) mengatakan kasus gangguang jiwa di Bali meningkat. Meskipun belum ada survei khusus, namun menurut dia, peningkatan itu antara lain disebabkan oleh ketidaksiapan masyarakat Bali menjadi bagian dari industri pariwisata.
"Hampir setiap hari terjadi kasus bunuh diri. Penyebabnya bermacam-macam, bahkan hanya dipicu oleh masalah kecil. Misalnya, ada anak bunuh diri gara-garq orang-tuanya tidak membelikan adat yang fiarus dipakai di sekolah," ungkapnya.
Pihaknya, kini melakukan kunjungan secara kontinyu ke Puskesmas. Namun, karena hanya tersedia dua unit mobil maka dari 115 Puskesmas hanya 32 Puskesmas saja yang bisa didatangi. "Kami datang memberi penyuluhan dan mengobati pasien di Puskesmas," katanya.
RS Jiwa Provinsi Bali adalah satu-satunya rumah sakit jiwa dengan kapasitas 340 tempat tidur dan saat ini sudah penuh. Tahun 2011 direncanakan diperluas menjadi 900 bed. "Kami juga menjamin biaya kesehatan masyarakat Bali melalui Jamkes Bali Mandara (Jaminan Kesehatan Bali Manu Aman Damai Sejahtera)," ujarnya, (dew)
Entitas terkaitAceh | Bali | Hampir | Irwandi | Kasus | Pelita | Penyebab | Penyebabnya | PKK | Provinsi | Puskesmas | Syaifuddin | Targetnya | Bali Meningkat | Pemerintah Aceh | Syaifuddin Aburrahman | Gubernur Aceh Irwandi | Jamkes Bali Mandara | Kantor Kementerian Kesehatan | Pemerintah Provinsi Aceh | Direktur Rumah Sakit Jiwa | RS Jiwa Provinsi Bali | Jaminan Kesehatan Bali Manu Aman Damai | Pemprov Aceh Bebaskan Pemasungan Gangguan Jiwa | Direktur RSJ Provinsi Bali Dr Made Sugiharta | Ketua TP PKK Aceh Darwati A Gani | Ringkasan Artikel Ini
Pemprov Aceh Bebaskan Pemasungan Gangguan Jiwa di Bali Meningkat. Jakarta, Pelita Pemerintah Provinsi Aceh bertekad membebaskan orang dengan masalah kejiwaan yang dipasung oleh keluarganya dan menyembuhkan penderita gangguan jiwa secara tuntas. Di Aceh, tercatat 14.207 orang mengalami gangguan jiwa, dan 355 orang diantaranya mengalami gangguan jiwa yang serius. Direktur Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Pemerintah Aceh dr Syaifuddin Aburrahman mengatakan, saat ini ada 200-an orang bermasalah kesehatan jiwa yang dipasung keluarganya dan sebanyak 109 sudah dilepas dan diberi pengobatan. Kasus gangguan jiwa di Bali meningkat Sementara itu, Direktur RSJ Provinsi Bali Dr Made Sugiharta Jasa, SpKJ(K) mengatakan kasus gangguang jiwa di Bali meningkat.

Jumlah kata di Artikel : 481
Jumlah kata di Summary : 105
Ratio : 0,218

*Ringkasan berita ini dibuat otomatis dengan bantuan mesin. Saran atau masukan dibutuhkan untuk keperluan pengembangan perangkat ini dan dapat dialamatkan ke tech at mediatrac net.




5 Pasien Gangguan Jiwa Menderita Gizi Buruk
Mereka menderita malnutrisi grade tiga sehingga harus cepat mendapatkan penanganan medis.
Senin, 25 Mei 2009, 12:25 WIB
Pipiet Tri Noorastuti, Lutfi Dwi Puji Astuti

Gizi Buruk (ANTARA/Eric Ireng)
BERITA TERKAIT
• RSU NTB Rawat 2 Bayi Gizi Buruk
• Balita Gizi Buruk Ditemukan di Kebayoran
• Perang Malnutrisi Senilai US$ 1,9 Juta
• Balita Gizi Buruk Dirawat di RS Cibinong
• 633 Orang Alami Gizi Buruk Selama 2008
VIVAnews - Kasus gizi buruk atau malnutrisi menimpa pasien gangguan jiwa di Panti Laras Cengkareng. Kasus ditemukan saat Dinas Sosial DKI Jakarta melakukan kegiatan bakti sosial kesehatan pada Sabtu, 25 Mei lalu.

"Ada lima pasien yang kita temukan kembali, sebelumnya ada juga," kata Kepala Sekretariat Dinas Kesehatan DKI, Ariani Murti, Senin 25 Mei 2009.

Ariani mengatakan, mereka menderita malnutrisi grade tiga sehingga harus cepat mendapatkan penanganan medis. Saat ini kelima pasien itu telah dirujuk ke RS Duren Sawit Jakarta Timur.

Penderita malnutrisi grade tiga sangat sulit dipulihkan lantaran sudah tidak mau makan. Dibutuhkan asupan makanan melalui injeksi ataupun vitamin. Dikatakan Ariani, kondisi Panti Laras Cengkareng paling memprihatinkan dibanding tiga panti lainnya yakni Panti Laras Cipayung, Panti Laras Ceger, dan Panti Laras Bina Sosial Daan Mogot.

Pasokan obat di panti itu juga masih minim terutama untuk obat antibiotik dan dan salep kulit. Selain kasus malnutrisi, para penderita gangguan jiwa ini juga banyak yang terserang penyakit kulit.

Sebelumnya ada 181 orang sakit jiwa dari empat panti meninggal dunia selama enam bulan terakhir. Rata-rata mereka meninggal dunia karena sakit dan akibat minimnya obat untuk para penderita sakit jiwa.
• VIVAnews

Tidak ada komentar:

Posting Komentar